Klik disini untuk melihat judul cerita yang akan segera terbit !!
Diberdayakan oleh Blogger.

Selasa, 19 Agustus 2014

Jalan hidupku

Bagikan :

Aku terlahir dari keluarga miskin yang sederhana. Ketika aku bersekolah di SMA aku harus berusaha mencari uang sendiri untuk membiayai sekolahku. Beruntung aku memiliki badan
yang sehat meski tidak ganteng, tetapi aku juga tidak jelek. Kulitku sawo matang, dan tinggi 170 cm. Aku mencari penghasilan dengan mulanya ikutan saudaraku yang mempunyai usaha pijat refleksi. Pada awal bekerja di situ, sama sekali aku tidak mengetahui teknik pijat refleksi. Aku bekerja sebagai office boy yang bertugas membersihkan tempat usaha pijat refleksi. Berbagai tugas aku lakukan dengan ikhlas dan sungguh-sungguh. Saudaraku yang masih terhitung kakak sepupu senang melihat aku rajin mengerjakan yang dia perintahkan. Dikala senggang aku diajarinya melakukan pijatan refleksi. Mungkin karena sering diajari dan melihat para pemijat refleksi bekerja, lama-lama aku mulai bisa melakukan pijatan refleksi. Saudaraku Mas Agung mulai memberi kepercayaan kepadaku untuk menangani tamu baru. Aku adalah pekerja paling muda diantara sekitar 6 orang yang bekerja dengan Mas Agung.
Kelihatannya usaha pijat refleksi Mas Agung cukup maju, karena dia sudah bisa membuka satu cabang lagi. Ketrampilanku bertambah dan aku mulai bisa menganalisa berbagai kelemahan pelangganku dengan memberi saran dengan berbagai cara agar pelangganku bisa hidup lebih sehat.
Selama 3 tahun aku bekerja di tempat mas Agung , aku sudah memiliki banyak pelanggan. Uang tip juga lumayan kuperoleh sehingga bisa membantu meringankan beban keuangan orang tuaku. Setamat SMA, Mas Agung memintaku memimpin satu cabang yang akan dia buka lagi. Ada kebanggaan di dalam diriku yang masih semuda ini sudah diserahi tanggung jawab yang lumayan besar. Berhasil atau tidaknya cabang yang aku pimpin ini adalah tergantung kepada kepiawaianku memuaskan para pelanggan. Sebenarnya selepas SMA aku ingin kuliah seperti teman-temanku. Tetapi karena pekerjaanku yang banyak menyita waktu, rasanya tidak mungkin aku tinggalkan untuk duduk di bangku perguruan tinggi.
Meski aku sudah memiliki modal yang memadai untuk membuka usaha refleksi mengikuti jejak Mas Agung, tetapi keinginan itu aku tunda. Cita-citaku ingin berpenghasilan lebih besar dari sekedar yang diperoleh Mas Agung. Apalagi aku sadar bahwa usaha refleksi itu sifatnya musiman. Kelak jika orang sudah tidak menyukai pijat refleksi, maka ketrampilanku ini tidak banyak menghasilkan uang lagi.
Aku sering meliwati salon kecantikan ketika menuju ke tempat usahaku . Kelihatannya usaha salon kecantikan sangat mempunyai prospek karena berkembang makin ramai.
Muncul ide di benakku untuk coba-coba mengikuti kursus tata rambut. Disela-sela kesibukanku memajukan cabang yang aku pimpin aku menekuni kursus tata rambut. Dalam 3 bulan aku sudah bisa menyelesaikan kursus itu. Dunia kecantikan cukup menarik juga bagiku, sehingga aku mengambil kursus kecantikan perawatan wajah, perawatan tubuh dan berbagai ketrampilan yang berkaitan dengan dunia kecantikan.
Setahun aku bisa menyelesaikan semua kursus itu. Sejauh ini aku baru mahir ditingkat teori, tetapi kemampuanku di dunia nyata belum pernah dicoba. Satu pilihan yang sulit adalah aku harus bekerja disalon kecantikan dan meninggalkan pekerjaan lamaku yang sudah memberi penghasilan memadai. Orang tuaku sempat kuatir ketika kuutarakan bahwa aku ingin mencoba bekerja di salon. Mereka kuatir aku gagal menekuni bidang baruku. “Kamu kan laki-laki normal, nanti kalau kerja di salon kamu jadi banci,” kata orang tuaku.
Menurutku kekuatiran yang seperti itu, terlalu berlebihan. Aku laki-laki normal dan rasanya aku bisa menjaga diri tidak terpengaruh menjadi banci. Dengan berat hati aku harus pamit ke Mas Agung yang sudah membesarkanku. Dia pun dengan berat hati melepasku.
Aku mulai menekuni bidang baru ketika diterima di sebuah salon besar yang mewah. Gajiku tidak seberapa, atau jauh di bawah penghasilanku dulu. Masalahnya aku disitu diterima hanya sebagai tenaga pencuci rambut yang sekaligus membersihkan salon. Aku memang mulai dari Nol lagi. Aku menyadari risiko seperti ini, sehingga aku bekerja dengan senang dan dengan kesungguhan hati.
Pemilik salon seorang wanita setengah baya yang sangat cerewet, dia tergolong orang yang prefeksionis. Aku jadi maklum mengapa salonnya bisa maju dan berkembang, karena pemiliknya sangat memperhatikan sampai kepada hal-hal kecil. Syukurlah aku jarang kena tegur, bahkan aku sering dipujinya karena semua pekerjaan yang diberikan kepadaku selalu hasilnya memuaskan. Dalam bekerja aku selalu berpegangan pada prinsip “bekerjalah melebihi kerja yang dibebankan kepadamu”. Berpegang pada hal itu, mungkin dulu aku bisa berhasil di bidang pijat refleksi. Mencuci rambut hanya kukerjakan dalam 3 bulan, selebihnya aku diberi tugas yang lebih besar, merawat, rambut, memotong sampai kepada hal yang paling sulit dilakukan oleh seorang kapster, yaitu menentukan model rambut yang sesuai dengan karakter dan wajah seorang wanita.
Mungkin karena aku menekuni dengan sungguh-sungguh , pelangganku mulai banyak. Tidak sedikit ibu-ibu yang rela mengantri sampai 2 jam hanya untuk aku tangani penataan rambutnya. Dalam setahun aku sudah menjadi salah satu tenaga andalan di salon itu yang banyak mendatangkan pelanggan. Ibu pemilik salon berkali-kali memujiku dan minta agar aku tetap betah bekerja di salonnya. Soal Honor, mungkin jika aku menyebut berapa pun dia akan kabulkan.
Kehidupanku mulai bangkit lagi. Jika dulu di pijat refleksi aku sudah senang menerima tips 10 ribu, sekarang tidak jarang aku menerima tips sampai 100 ribu. Maklumlah , salon ini pelanggannya adalah ibu-ibu penggede.
Pekerjaan yang memberi penghasilan besar memang melelahkan, karena sebelum aku sampai di salon, bahkan sebelum salon buka sudah ada ibu-ibu yang menungguku untuk didandani. Aku pula selalu menjadi pegawai salon yang palig telat pulangnya, karena menyelesaikan pekerjaan untuk pelangganku.
Ibu Tutik pemilik salon makin menyayangiku. Mungkin dia berharap aku mau bekerja 7 hari seminggu untuk memenuhi permintaan para pelanggan salon. Aku pernah menjalani seperti itu selama 6 bulan, tetapi badanku jadi lelah luar biasa. Akhirnya aku memutuskan meminta off dua hari selama seminggu, karena aku beralasan jumlah pelanggan yang aku tangani jauh lebih banyak dari pegawai lain. Bahkan dalam 5 hari kerja pun aku melayani lebih banyak pelanggan dari pada mereka yang bekerja 6 hari seminggu.
Itulah dunia kerjaku. Aku ingin menceritakan dibalik dunia kerjaku yang sebenarnya jauh lebih menarik. Seperti aku ceritakan, aku mempunyai pelanggan yang cukup banyak. Bahkan Bu Tutik memberi tarif pelayananku lebih tinggi dari pegawai lain. Itu pun tidak menyurutkan, pelanggan tetap memburuku.
Diantara pelangganku tentu ada juga tante-tante yang genit. Badanku yang terawat (pegawai salon gitu lho) dan mukaku yang bersih dari jerawat mungkin memberi pesona lain kepada para tante yang genit.
Sejak 6 bulan lalu aku diam-diam, tanpa sepengetahuan Bu Tutik aku melayani permintaan beberapa pelanggan untuk melakukan perawatan di rumah. Aku memilih ibu-ibu yang duitnya boleh dibilang tidak berseri untuk kulayani perawatan di rumahnya. Aku memang tidak menentukan tarif, tetapi mereka selalu memberiku upah lumayan besar, bisa sama besarnya dengan gajiku sebulan. Itulah alasannya mengapa aku minta 2 hari off dalam seminggu. Di waktu off itulah kugunakan untuk melayani pelangganku di rawat secara pribadi dirumah.
Seorang pelangganku , istri pejabat tinggi di kepolisian memintaku melakukan perawatan di rumah. Melalui sms dia memberi alamat sebuah apartemen di Taman Anggrek. Tante ini sering memberi tips yang lumayan besar jika dia datang ke Salon. Aku jadi akrab dengan Tante Lidya, nama pelangganku yang mengontak melalui SMS. Jam 10 pagi aku sudah sampai di apartemen yang dia tunjuk. Apartemennya sangat mewah dan lengkap. Ketika aku masuk, aku clingukan kaya orang kampung kesasar dikota besar. Sebab di apartemen itu tidak ada orang lain kecuali Tante Lidya . “Santai aja dik,” kata Tante Lidya.
Ketika di telepon dia memintaku hanya memotong rambut dan mencucinya. Namun setelah aku sampai di apartemennya dia malah menanyaiku. “ Dik kamu bisa melakukan perawatan tubuh lengkap, body spa,”
Aku terkesiap sejenak. Bukannya aku tidak mengerti teknik perawatan tubuh lengkap, tetapi jika di salon biasanya dikerjakan oleh pegawai cewek, masalahnya perawatan jenis ini rada-rada vulgar juga kalau dilakukan oleh tenaga laki seperti aku.
“Alatnya lengkap kok dik disini, gimana bisa kan” katanya setengah mengandung paksaan.
“Ya bisa tante, tapi kan saya laki-laki,” kata ku dengan nada ragu.
“Udahlah santai aja, sini saya tunjukkan tempatnya. “ ajaknya
Di dalam apartemen yang mungkin itu tipe yang paling mewah sudah ada satu kamar khusus dengan ranjang seperti di rumah sakit, lengkap dengan berbagai handuk serta perangkat aroma therapy.
Aku harus profesional menghadapi pelanggan seperti Tante Lidya, kataku dalam hati.
Tante Lidya muncul dari kamar mengenakan kimono merah muda. “Ayo dik kita mulai”, ajaknya menuju ruang perawatan. Dengan santainya dilepas kimono itu sehingga badannya yang putih bersih nongol di depanku.
Dia hanya mengenakan celana dalam lalu tidur telungkup diatas dipan perawatan. Aku segera mencampur ramuan luluran. Seluruh tubuhnya aku lumuri lulur kuning untuk membersihkan kotoran dari pori-pori dan mengangkat kulit-kulit mati. Body Tante Lidya yang kutaksir umurnya sekitar 37 tahun sangat putih dan padat, tapi tidak gemuk. Bodynya sangat ideal. Tanganku menelusuri mulai dari pundak terus turun ke bawah sampai kebagian pantat. “Dik buka saja celananya kalau merepotkan. “Karena aku ingin bekerja secara profesional aku turuti kemauannya.
Didepanku sekarang membujur tubuh bugil seorang tante kaya yang tubuhnya bahenol. Sebagai laki-laki normal, aku terangsang. Tetapi keteguhanku bekerja secara profesional , aku berusaha memendam gairahku.
Pantatnya sangat kenyal ketika aku luluri. Sebagai mantan pemijat refleksi tentu aku kenal betul titik-titik tubuh yang membuat wanita teangsang. Titik itu di bagian pantat dan paha bagian dalam aku tekan agak lama. Reaksinya segera terlihat, Tante Lidya melenguh. Aku meneruskan ke bagian kaki.
Setelah kaki maka selanjutnya adalah bagian depan, artinya aku akan melihat ketelanjangan Tante Lidya dari depan.
Dengan suara senormal mungkin aku minta tante Lidya berbalik. Dengan santainya dia berbalik tanpa rasa risih dan malu. Terpampanglah sepasang toge dan jembut yang tercukur rapi. “Gila merangsang abis penampilan tante Lidya, tapi aku harus tetap menahan diri” kataku dalam hati.
Aku mulai melumuri dari bawah . Sampai di bagian selangkangan aku memainkan tekanan pada titik didihnya. Tanpa menyentuh lubang kemaluannya Tante Lidya sudah melenguh-lenguh ketika aku tekan bagian yang sensitif itu. Aku tinggalkan bagian itu terus merambat keatas, sehingga akhirnya aku harus melumuri sepasang toge yang cukup terawat. Tante Lidya menggelinjang-gelinjang menahan rangsangan ketika payudaranya aku lumuri. Aku tidak hanya melumuri tetapi sesekali meremasnya juga. Setelah mencapai leher, selesailah melaburi luluran. Berikutnya aku melumuri bagian wajah dengan masker pengencang kulit muka. Kedua matanya untuk itu harus ditutup. Setelah matanya tertutup aku jadi makin leluasa memperhatikan bagian-bagian vital Tante Lidya. Pekerjaan di tubuh dan wajah sudah selesai.
Sambil menunggu luluran kering aku mempersiapkan steam dengan rempah-rempah di dalamnya.
Selanjutnya aku mempersiapkan air hangat dalam bath tub yang dicampur dengan rempah, agar memberi efek harum pada tubuh wanita.
Air hangat sudah siap dan luluran di tubuh tante lidya juga sudah mengering. “Dik sekalian bersihkan badan tante ya,” katanya.
Ini berarti aku harus memandikannya dengan shower air hangat. “Aku harus bisa” kata ku membatin.
Sebelum mengguyur aku melipat celanaku agar tidak bawah. “ Dik buka saja celananya dan bajunya biar gak basah,” saran tante Lidya.
Saran itu masuk akal juga, sehingga tanpa ragu aku membuka celana dan bajuku, maka tinggallah celana dalamku. Untung hari ini aku memakai celana dalam model short.
Dengan leluasa aku menjamahi seluruh tubuh tante Lidya bahkan dia tidak keberatan, atau bahkan menyarankan aku membersihkan bagian miliknya yang paling pribadi. Kepalaku jadi puyeng akibat rangsangan dahsyat, tetapi aku harus menahannya.
Setelah bersih episode berikutnya adalah pijat. Aku menyelimuti handuk ke tubuh Tante Lidya, dan mengganti sprei bekas luluran tadi dengan yang baru.
Tante Lidya kuminta tidur telungkup untuk dipijat. Pemijatan ini menurut aturan ritual spa adalah pemijatan termasuk payudara dan vagina menggunakan minyak zaitun. “ Tante apakah pemijatan ini lengkap seperti di spa, atau cukup kaki dan tubuh saja, “ tanyaku.
“Lengkap dong dik, saya tau, tapi apa kamu bisa,” tanyanya.
“Bisa tante, tapi saya perlu minta izin dulu sebelum memulai,” kataku.
“ Ya sudah lakukan saja seperti biasa,” kata Tante Lidya.
Dari bagian kaki aku sudah melakukan pijatan bercampur tekanan titik refleksi. Kadang-kadang Tante Lidya menjerit kesakitan. Pada saat itu aku jelaskan kelemahan di bagian organ-organ tertentu. “ Lho kamu malah lebih canggih, bisa tahu titik refleksi ya dik,” katanya.
“Iya tante, tapi tidak saya tekan kuat, kasian nanti tante kesakitan.
Semua kelemahan organ tubuhnya terbaca oleh reaksi titik refleksi di bagian kaki. Tante Lidya membenarkan semua analisaku melalui penekanan titik refleksi. “Dik bisa disembuhi nggak ya melalui pijatan refleksi,” tanyanya.
“Saya tidak bisa mengatakan bisa disembuhkan, tetapi paling tidak diringankan mungkin bisa, mudah-mudahan jika sering di refleksi organ itu bisa kembali normal,” kataku dengan percaya diri.
Pijatanku mulai merambah keatas lutut. Dari bawah aku sudah memainkan titik didihnya. Dibagian lutut keatas makin aku naikkan titik didihnya. Tante Lidya tanpa malu-malu mulai mengerang menahan rangsangan birahinya. Dengan sopan aku mulai menggapai bagian vaginanya dari belakang. Bagian itu membuat Tante Lidya makin gak karuan. Tanganku menyelip diantara lipatan vaginanya dan mengurutnya naik turun. Sensasi rangsangan luar biasa dirasakan tante Lidya. “ Aduh dik aku klimaks dik aaaaahhhhh,” jeritnya.
Aku tetap berusaha tenang dan memberi tekanan relaksisasi di sekitar punggungnya dan bagian leher. Setelah bagian belakang selesai digarap, Tante Lidya berbalik telentang.
Aku kembali menggarap dengan mengurut dari kaki. Aku kembali menekan titik saraf untuk menaikkan titik didihnya sampai dibagian paha, Tante Lidya kembali sudah terengah-engah menahan birahinya. Dia tidak malu-malu kelojotan di depanku. Ketika sekitar kemaluannya aku terapi dia samakin kelojotan dan mengerang-erang seperti layaknya orang sedang berhubungan badan. “Aduh dik aku nggak tahan dik, aduh dik aku nggak tahan dik aku , aku aku keluaaaaarrrrrr”
Badannya meregang menikmati orgasmenya yang kedua. Aku menekan segitiga memeknya, terasa denyutan orgasme.
Berikutnya aku melakukan terapi dibagian dalam vaginanya. Tante Lidya sudah pasrah, ketika jariku melakukan pijatan di dalam vaginanya. Sebelum mengakhiri pijatan di bagian sensitif itu jari tengah dan jari manisku kucolokkan masuk ke dalam vaginanya , aku melakukan gerakan mengocok untuk membangkitkan gairahnya. Belum 2 menit , Tante Lidya sudah menjerit-jerit seperti layaknya orang bersetubuh dan tiba-tiba dia menjerit, bersamaan dengan itu muncrat ejakulasinya melalui saluran kencingnya.
“Dik aku belum pernah spa sampai senikmat ini dik, kamu ternyata hebat dan luar biasa, aku jadi lemes banget rasanya, aku tadi kencing ya dik,” tanyanya mengenai ejakulasi yang baru muncrat.
Tante Lidya mengaku belum pernah merasakan sensasi ejakulasi seumur hidupnya . Aku melakukan pijatan relaksisasi sampai kebagian payudaranya. Tante Lidya rupanya tertidur pulas sampai mendengkur halus. Aku selimuti tubuhnya dengan handuk tebal sambil menunggu dia bangun.
Aku memeriksa air di dalam bath tub tadi apa masih hangat. Sekitar 30 menit Tante Lidya tertidur pulas. Dia terbangun ketika kepalanya aku pijat dengan gerakan halus.
“Dik aku tadi tidur ya, rasanya ngantuk banget sih,” katanya setelah bangun.
Dia kubimbing memasuki bak mandi untuk berendam dengan air rempah.
“Dik masuk sekalian lepas tuh celana jangan malu-malu,” perintahnya.
Aku tidak bisa menolak dan menunggu saja apa lagi yang akan terjadi pada diriku.
“Wah senjata mu oke juga ya,” katanya mengomentari senjataku yang tegak mengacung, panjangnya cuma 15 cm tapi gemuk.
Aku masuk ke dalam bak mandi memilih berada di posisi belakang Tante Lidya untuk melakukan penggosokan membersihkan sisa minyak-minyak. Tante Lidya diperlakukan begitu malah menyandar ke tubuhku. Aku jadi tidak bisa menggosok bagian belakangnya . Tanganku meraih bagian depannya dan mengosok sekitar payudaranya. Kedua tangan tante Lidya meraih kepalaku dan dengan gerakan cepat dia mencium bibirku. Serangannya ganas sehingga aku gelagapan menghadapinya . dia sudah berbalik berhadapan denganku. Dalam keadaan bingung, tiba-tiba aku baru menyadari bahwa penisku sudah berada di dalam vagina Tante Lidya. Kedua kakinya merangkul tubuhku dan dia bergerak liar. Mendapat serangan yang sangat mendadak dan di luar dugaan seperti itu aku jadi bingung dan nikmat.
Tante Lidya bergerak dengan naluri yang ganas. Air di dalam bak jadi tumpah gak karuan. Aku tidak bisa menikmati hubungan di dalam bak ini karena sempit dan terendam air. Dengan hati-hati kuangkat tubuh tante Lidya dan aku gendong menuju tempat tidur yang letaknya tidak jauh. Dengan tubuh kami yang masih basah kami bergelut diatas tempat tidur bersih.
Kerasnya penisku yang sudah terangsang sejak tadi memenuhi seluruh rongga vagina Tante Lidya. “ Oh dik memekku terasa penuh banget dik, katanya ketika aku genjot dari atas. ,”
Tente Lidya terus merintih-rintih sampai akhirnya dia menjerit mencapai orgasmenya. Mendengar ritihan itu aku jadi makin terangsang sehingga akhirnya aku pun mencapai orgssme dan ejakulasiku kulepaskan dengan hunjaman dalam di memek tante Lidya. “ Oh dik enak banget pejuh mu terasa anget, katanya sambil erat memelukku.
Kami beristirahat sejenak, lalu aku kembali memandikan Tante Lidya. Seluruh tubuhnya telah bersih dan kering, begitu juga tubuhku yang masih telanjang. Aku kembali ditariknya ke ranjang dan aku didorong hingga rebah. Penisku yang masih setengah mengembang langsung dilahapnya dengan buas, sampai akhirnya kembali mengeras. Tante Lidya tidak sabar langsung menduduki penisku dan dia bergerak liar diatasku sampai akhirnya orgasme. Aku mengambil alih kendali dengan membalikkan posisinya. Aku genjot dengan gerakan kasar. Rupanya Tante Lidya menyukai diperlakukan kasar begini. Dia melolong nikmat dan kembali mencapai orgasmenya. Pada ronde keduaku aku bisa bertahan lama sekali . Biasanya aku memang begitu sih. Aku tidak tahu sudah berapa kali Tante Lidya mencapai orgasme sampai akhirnya dia minta ampun untuk aku menghentikan. Namun aku sedang nanggung untuk mencapai puncak aku terpaksa mengabaikan permintaannya. Ketika aku mencapai orgasme Tante Titi sudah tergeletak tidak berdaya. Aku kira dia pingsan, ternyata dia tidur mendengkur. Dia tertidur nyenyak sekali.
Kutinggalkan tante Lidya, sementara aku membereskan kembali peralatan yang berantakan dan membersihkan semua peralatan yang kupakai tadi, sampai rapi seperti sedia kala. Setelah Tante Lidya bangun dia tidak habis-habisnya memujiku.
“ Dik ini aku sudah siapkan amplopnya tapi saya tidak jadi kasi, kamu saya kasih travel chek aja,” katanya sambil memasukkan ke dalam amplop” katanya.
Setiba di rumah aku terkejut, karena di dalamnya ada 5 lembar yang tiap lembarnya senilai 10 juta.
Hubunganku terus berlanjut dengan Tante Lidya sampai akhirnya dia membelikan aku sebuah sedan baru. Tidak itu saja aku dimangsakan oleh 3 istri konglomerat, yang masing-masing juga punya apartemen mewah pribadi lengkap dengan peralatan spanya.
Aku tetap bekerja di Salon Bu Tutik, tapi sekarang aku pergi pulang dengan mobil yang mutakhir.
Itulah perjalanan hidupku. Aku tidak berani berbangga, karena sebagian kekayaanku kudapat dari kerja di bagian selangkanganku, meskipun itu berkeringat juga. ***


Baca juga...



Kembali ke Beranda

0 komentar:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

Pilih judul

Kategori

Pengunjung

Ditunggu kunjungnya kembali...