Klik disini untuk melihat judul cerita yang akan segera terbit !!
Diberdayakan oleh Blogger.

Selasa, 19 Agustus 2014

Mutiara jembatan lima

Bagikan :

Mencari ketenangan di tengah keramaian. Itulah yang aku dapatkan setelah menemukan rumah kontrakan di daerah padat pecinan di sekitar kawasan Jembatan Lima, Jakarta. Meskipun kawasan ini terlihat
agak kumuh, tapi setelah sebulan aku menempati rumah kecil yang kukontrak, suasananya asyik juga. Tadinya aku indekost di tempat yang disebut kost-kostan eksekutif. Lingkungannya memang tenang, tetapi rasanya jenuh juga seperti tinggal di hotel berlama-lama. Pemandangannya monoton. Sedangkan di tempat baruku ini, pemandangan beraneka ragam, maklum daerahnya padat.
Setelah menceritakan tempat tinggalku, aku memperkenalkan diri. Namaku Dino, umur sekarang 32 tahun, belum berumah tangga. Pekerjaan menempati posisi yang lumayan sebagai manager di salah satu perusahaan multinasional. Kalau ada pembaca yang bertanya , kenapa tidak tinggal di apartemen. Jawabannya, dua unit apartemenku aku sewakan. Maksudnya hasilnya untuk bayar cicilan. Meski punya apartemen, tapi sejatinya aku kurang suka tinggal di sana, rasanya jadi kuper, karena interaksi dengan lingkungan sangat minim.
Selain menyewakan apartemen aku memiliki beberapa sumber pendapatan yang kalau era sekarang disebut passive income. Jadi kalau soal duit, aku tidak ada masalah. Mau berumahtangga, rasanya belum mendesak. Banyak calon, cantik-cantik, terpelajar dari kalangan keluarga kaya. Tapi rasanya untuk dijadikan istri belum pas aja. Enaknya mereka dinikmati saja. Mereka juga begitu kok, senang kalau melakukan sex just for fun aja.
Keluargaku, maksudnya orang tuaku yang tinggal di Surabaya memang sudah berkali-kali mendesak agar aku segera membangun rumah tangga. Jawabanku hanya “belum ada yang cocok”
Kembali ke kehidupanku di kawasan padat. Aku memang sangat menikmati kehidupanku di lingkungan baru. Banyak kutemui orang-orang yang hidupnya sangat pas-pasan. Dapat duit hari ini untuk makan hari ini. Pemerintah sibuk dengan urusan politik, sehingga perhatian untuk kaum jelata ini seperti terabaikan.
Salah satu yang kuketahui adalah langgananku tempat mencuci baju. Dia kupanggil Bu Ratna. Hidup di kamar kontrakan yang sempit dengan seorang anak. Sumber mata pencahariannya hanya dari upah mencuci baju. Konon tadinya dia dari keluarga yang lumayan, tetapi karena suaminya sakit, duit dan rumahnya habis untuk membiayai pengobatan suaminya, sampai akhirnya dia meninggal. Kini Bu Ratna terpaksa hidup miskin di kamar kontrakan dengan seorang anaknya.
Kalau rasa ibaku kumat aku sering memberi ongkos lebih. Mungkin karena aku dipandangnya sebagai orang berduit, maka dia sering pinjam uang . Sepanjang aku sedang pegang uang, permintaannya tidak pernah aku tolak. Tapi seingatku, aku selalu memenuhi permohonannya, meskipun tidak selalu 100%.
Jika ku lihat dengan lebih seksama, Bu Ratna sebenarnya tidak terlalu buruk. Umurnya baru 30an, bodynya tidak terlalu gemuk, wajahnya manis Jawa. Mungkin karena tekanan hidup sehingga dia tidak mampu merawat diri. Mungkin kalau dirawat tampilannya gak kalah dengan tante-tante yang mondar-mandir di Senayan City.
Setelah sekian kali dia memohon pinjam uang aku timbul ide. Dia selalu beralasan pinjam uang untuk bayar kontrakan. Dia kutawari menempati salah satu ruangan di rumahku yang tidak terpakai. Ruangan itu sebenarnya ruang makan, tetapi kalau di pakai sebagai ruang tidur kayaknya masih memadai dan cukup luas. Hanya ruangan itu tidak tertutup.
Mulanya Bu Ratna rikuh menerima tawaranku. Setelah aku desak bahwa aku membutuhkan tenaga untuk membersihkan rumah, sekaligus memasak, akhirnya dia mau juga.
Ruang makan segera aku sulap menjadi ruang tidur, dengan melengkapi tempat tidur spring bed ukuran 160 dan sebuah lemari pakaian.
Bu Ratna jadilah tinggal bersamaku dengan anaknya yang semata wayang. Rumahku jadi bersih terawat. Dia rupanya pintar memasak, sehingga aku melengkapi dapurku dengan peralatan masak. Dia tidak mau dibayar sebagai pembantu, karena katanya kesediaanku menampung dia dirumahku sudah lebih dari bayaran yang harus dia terima.
Aku membebaskan dia untuk tetap menerima cucian. Karena itulah sumber penghidupan dia yang sudah dia kerjakan sejak lama.
Langganannya cukup banyak, sehingga aku sering iba juga melihat dia harus menyeterika sampai tengah malam. Pekerjaannya tidak pernah putus sejak pagi sampai tengah malam.
Diam-diam aku membeli mesin cuci kapasitas cukup besar dengan kemampuan bisa mencuci sampai kering 100%.
Bu Ratna tidak enak hati ketika kuminta dia memanfaatkan mesin cuci itu untuk membantu meringankan pekerjaannya.
Sejak ada mesin cuci, Bu Ratna sangat tertolong. Waktunya jadi cukup banyak karena selama mesin cuci bekerja, dia bisa melakukan berbagai pekerjaan lain bahkan beristirahat menonton televisi, atau mulai menyetrika. Sebelum gelap semua pekerjaannya sudah selesai.
Setelah bekerja dengan mesin cuci, order cucian Bu Ratna makin banyak. Menurut dia sebulan omzetnya bisa lebih dari 3 juta. Dulu ketika dia tinggal dikontrakkannya pendapatan dia tidak jauh dari angka Rp 500 ribu.
Aku sama sekali tidak merasa terganggu dengan kehadiran Bu Ratna dan anaknya Tiara yang masih sekolah di kelas 4 SD. Yang sering mengganggu adalah pemandangan ketika Bu Ratna tidur. Kainnya sering tersingkap sehingga hanya terlihat celana dalamnya. Celdam itupun tidak mampu menutup seluruh yang harus ditutupi, karena ada rambut-rambut yang menjulur keluar. Pemandangan itu sering aku dapati ketika malam-malam aku ke kamar mandi dan melintasi tempat tidur Bu Ratna.
Bu Ratna dan aku sudah seperti keluarga. Tetapi dia selalu memposisikan sebagai pembantu di rumahku. Dia selalu menolak jika aku ajak makan semeja dengan ku.
Penampilan Bu Ratna makin bersih dan kelihatannya dia mulai memperhatikan perawatan tubuhnya.
Akhir-akhir ini Bu Ratna lebih memanjakan diriku. Dia sering memijati pundakku saat aku sedang asyik nonton TV. Lumayan juga rasa pegal di pundak agak terobati. Anaknya si Tiara selalu rajin menyemir sepatuku.
Dari mulai memijati pundak lalu berlanjut memijati seluruh tubuh. Kalau urusan memijati seluruh tubuh aku dipijati di kamarku. Aku harus mengakui bahwa pijatannya memang enak. Tapi juga, harus kuakui bahwa aku terangsang kalau dipijat Bu Ratna. Mungkin dia juga menginginkan, jadi sambil mijat dia menyerempet-nyerempet daerah rawan. Bu Ratna sudah 3 tahun menjanda di usia yang masih hot, mungkin dia juga butuh kehangatan.
Awalnya dia mijat aku pada waktu belum terlalu malam, tetapi hari ini dia berjanji memijatku setelah anaknya tidur. Aku menangkap dia punya maksud dan hasrat. Aku setuju saja sambil mengatakan bahwa aku juga sedang mengikuti cerita film di televisi. Jam 11 setelah anaknya tidur, Bu Ratna menghampiriku dan menanyakan apa sudah mau dipijat sekarang. Aku setuju dan langsung mematikan televisi dan masuk kamar.
Ritual pertama memang pijat seperti biasa, lalu dia mulai menyerempet bagian rawan dan aku mengatakan terus terang bahwa pijatannya membuat aku terangsang. “ Terus gimana Pak,” katanya. Bu Ratna memang memanggilku Pak.
“Ya dipijet aja sekalian biar lemes, kalau kaku terus rasanya sakit, “kataku.
Dalam posisi telentang Bu Ratna meremas-remas batang penisku yang mengeras dari balik celana pendek. “Aduh enak bu, kalau dibuka lebih enak lagi,” kataku.
Tanpa ragu Bu Ratna memelorotkan celanaku sehingga penisku langsung tegak. Di remas-remasnya penisku dan sesekali dikocoknya. Aku mendesis-desis menahan rasa nikmat sambil menunggu apa lagi yang akan dilakukannya. Dia menundukkan kepalanya dan melahap batang penisku dengan mulutnya. Kepalanya naik turun menghisap penisku. Aku makin kelojotan diterapi begitu. Tanpa kuminta, Bu Ratna melepas semua bajunya dan kembali melahap penisku.
Rupanya dia sudah makin terangsang juga sehingga tanpa meminta izin dariku dia langsung menduduki penisku dan memasukkan kedalam liangnya yang terasa hangat. Liang Vagina Bu Ratna terasa sangat mencekam, mungkin vaginanya merapat kembali setelah menjanda lama. Kedua buah dadanya yang besar melonjak-lonjak seirama dengan guncangan badannya. Dalam posisi start yang tidak seimbang aku tidak mampu mengalahkan permainan, sehingga aku tidak bisa lagi membendung ledakan spermaku.
Bu Ratna meski mungkin kecewa, tetapi dia memahami. Batang penisku dibersihkan dengan tissu, dan terakhir dia bersihkan dengan lidahnya sampai seluruh penisku terasa bersih. Bu Ratna juga buru-buru menyumpal lubang vaginanya agar maniku tidak tumpah kemana-mana. Dia mengenakan dasternya lalu berlalu keluar kamar. BHnya dan celana dalam masih tertinggal dikamarku.
Aku hanya bertutup selimut, dan sudah setengah tidur, ketika Bu Ratna kembali dan aku merasa dia mengulumi penisku yang masih loyo. Pelan tapi pasti penisku mulai berisi lagi. Aku bangkit dan mendorong tubuh Bu Ratna sampai dia telentang. Aku menciumi kedua toketnya yang tidak muat dalam satu kepalanku. Pentilnya sudah mengeras . Puas menciumi dan menghisap teteknya aku turun menciumi perutnya sambil tanganku mengutak-atik memeknya. Terasa agak berlendir. Menandakan vaginanya sudah siap menerima hunjaman penis. Clitorisnya teraba mulai mengeras. Aku berpindah langsung menjilati sekitar memeknya. Mulanya Bu Ratna mencegahku, katanya jijik ah memek kok diciumi.
Tapi aku terus memaksa sampai lidahku menyentuh clitorisnya. Sejak itu Bu Ratna pasrah dan mendesis-desis nikmat. Aku terus menyerang clitorisnya sampai akhirnya dia mencapai orgasme sampai kelojotan. Selesai orgasme aku menusukkan kedua jariku memasuki lubang vaginanya dan menstimulasi Gspotnya sampai dia orgasme lagi. Kali ini orgasmenya luar biasa dia sampai menjerit dan mengambil bantal untuk menutupi mulutnya.
Aku lalu buru-buru menancapkan penisku ke dalam lubang memeknya. Lubang vagina yang baru mencapai orgasme rasanya sangat mencekat, sehingga aku merasa nikmat sekali. Wanita jika telah mencapai orgasme, dia akan cepat mendapat orgasme kembali. Itu juga yang dialami Bu Ratna. Dia kelojotan dan memeknya berkedut-kedut ketika penisku terus menghunjaminya.
Di ronde kedua ini daya tahanku cukup baik, karena belum terasa ada desakan orgasme. Aku bermain dengan berbagai posisi, sampai Bu Ratna kembali mencapai orgasmenya. Lelah juga rasanya bermain sehingga aku berganti minta di posisi bawah. Bu Ratna melayaniku dan dia bergerak dengan buas di atasku sampai dia kembali mencapai orgasmenya.
Badannya lemas sehingga kubalikkan posisi dan, menindihnya dan berkonsentrasi untuk mencapai orgasmeku yang kedua.
Kami tidur telentang sambil badan berkeringat. Dinginnya AC ruanganku jadi tidak terasa saat kami habis bertempur. Tidak lama kemudian Bu Ratna menambil handuk dan menyeka seluruh tubuhku. Dia keluar dan kembali membawa handuk basah untuk membersihkan batang penisku. Aku diselimutinya dan dia kembali ke tempat tidurnya bersama anaknya Tiara.
Sejak saat itu hampir 2 hari sekali kami selalu bertempur. Bu Ratna mengikuti saranku agar memasang spiral, mencegah dia hamil.
Mungkin karena kami terlalu sering jadi agak teledor. Suatu kali ketika kami berdua sedang bugil dan Bu Ratna sedang menindihku, Tiara tiba-tiba masuk ke kamarku. Aku terkejut dan Bu Ratna juga begitu. Tapi kami tidak sempat melakukan apa-apa. Tiara langsung berkomentar, “ Ih Ibu lagi ngentot ya ama Bapak,”
Bu Ratna memarahi anaknya agar keluar kamar, tetapi Tiara malah naik ke tempat tidur memperhatikan kami melakukan hubungan . Situasi sedang tanggung. Mungkin Bu Ratna hampir mencapai klimaks ketika anaknya masuk. Bu Ratna meneruskan aksinya, memompaku diatas, sementara Tiara memperhatikan kami sambil melihat dari dekat bagian kedua kelamin kami yang sedang beradu. Aku dan Bu Ratna tidak kuasa mencegahnya, kecuali membiarkannya.
Terus terang konsentrasi kami terganggu karena kehadiran Tiara, sehingga permainan jadi lama sekali. Aku berhasil mencapai orgasme, sementara Bu Ratna kelihatannya gagal. Tiara memperhatikan penisku yang mulai meloyo dan dibersihkan oleh Bu Ratna. Bu Ratna hanya membalut dirinya dengan handuk ketika menyeka seluruh badanku yang telanjang. Tiara mengikuti semua apa yang dilakukan oleh ibunya.
“Ma kita tidur di kamar bapak aja, disini enak adem,” kata Tiara kemudian.
Mamanya merasa gusar atas permintaan anaknya, tetapi aku menengahinya dengan mengatakan, “ tidak apa-apa tidur disini sana, toh tempat tidurnya juga muat,” kataku. Tempat tidurku memang cukup lebar, dengan kasur spring ukuran 180 cm.
Seperti biasa Bu Ratna menyelimutiku, dalam keadaan aku masih bugil. Sementara itu Tiara yang mengenakan piyama langsung merebut posisi di sampingku ikut berselimut. Mulanya Bu Ratna meminta anaknya dipinggir, sehingga Aku bersanding dengan Bu Ratna, tetapi Tiara bersikeras ingin tidur ditengah.
Jadilah kami tidur bertiga, Aku bugil, Bu Ratna, aku gak tau, karena dia tadi berbalut handuk,sementara Tiara mengenakan piyama.
Mulanya kami tidur berjajar bertiga dengan damai. Situasi agak kacau ketika Tiara menghadap ke arahku dan memelukku bagaikan aku adalah gulingnya.
Dalam posisi seperti ini aku tidak tahu harus berbuat apa. Untuk menolak pelukan Tiara rasanya kasian Tiara . Tapi kalau dipeluk begini terus aku juga tidak bisa memendam rangsangan yang pelan-pelan merambati diriku.
Ibunya tahu posisi Tiara. Dia menghardik Tiara agar jangan memelukku. Tapi Tiara menolak dengan mengatakan, “Masak mama aja yang boleh meluk Bapak, aku kan sayang Bapak juga,” katanya.
Parahnya Tiara tidak hanya diam memelukku tetapi meraba-raba dadaku dan kadang-kadang memainkan pentil di dadaku. Sementara itu pahanya menindih penisku yang setengah mengembang.
Di tindih begitu, bukannya menyurut malah makin mengeras. Merasa ada sesuatu yang mengeras di pahanya, tangan Tiara segera meraih batang penisku. Dia menggenggam penisku dan ibu jarinya digosok-gosokkannya di kepala penisku sampai aku merasa ngilu.
Dengan gerakan tiba-tiba kubuka selimut agar ibunya tahu apa yang dilakukan anak gadis kecilnya. Ternyata Bu Ratna juga telanjang dibalik selimut itu. Dia lalu bangkit duduk dan melihat apa yang dilakukan anaknya. “ Hey ngapain lu, kontolnya bapak dipegang-pegang,” kata Bu Ratna.
“Biarin, Tiara abisnya gemes,” kata Tiara
Anaknya tidak menurut ketika ibunya melarang. Tiara bahkan duduk dan kedua tangannya meremas-remas batangku dan juga kedua bola-bola. Aku sempat menjerit ketika dia meremas kuat bola-bolaku. “ Sakit ya pak,” katanya.
Aku mengajaknya tidur. Untunglah akhirnya aku dan lainnya bisa tidur, Paling tidak malam itu tidak terjadi kecelakaan .
Sejak saat itu, kami tidak lagi mengantri di kamar mandi. Kami bertiga sering mandi bersama. Sejak saat itu pula Bu Ratna dan anaknya pindah tidur bersama ku. Dan kami akhirnya harus membiasakan diri berhubungan dengan ditonton oleh Tiara. Mulanya sulit juga berkonsentrasi, tapi mau gimana lagi. Tiara selalu bersikeras berada di kamar kalau kami berdua mulai bermesraan. Akhirnya Tiara mengetahui semua proses mulai dari A sampai Z. Akhirnya kami terbiasa main ditonton gadis kecil dan kami bisa mengabaikannya. Aku tidak bisa mengira-ngira apakah Tiara terangsang atau tidak ketika menonton pertunjukan kami. Tapi dia tidak pernah absen menonton, kami. Bahkan dia sering mendorong kami agar “main”. Kalau sudah gitu dia serius banget menontonnya.
Aku dan Bu Ratna pernah mendiskusikan masalah ini ketika Tiara tidak ada. Bu Ratna kelihatannya tidak tau solusinya . “Lha kalau suatu kali dia kepengin juga gimana,” tanyaku.
“Ya itu terserah Bapak, tapi sih lebih baik diperawani Bapak dari pada orang lain,” kata Bu Ratna.
Pernyataan Bu Ratna itu bagaikan petir di siang bolong yang mengejutkanku. Padahal aku sampai saat ini jujur, belum terpikir sampai kearah sana. Ketika kusarankan agar Bu Ratna mencari kontrakan sendiri dan aku yang akan membayar kontrakannya, dia menolak, dengan alasan kasian aku tidak ada yang ngurus.
Tiara adalah anak yang manis. Meskipun sekolah baru kelas 4 tetapi dia sudah mulai tumbuh sebagai gadis kecil yang mulai berkembang. Kedua payudaranya sudah mulai tumbuh. Dia sudah menggunakan miniset untuk menampung kedua tetek kecilnya. Badannya termasuk bongsor di usianya yang menjelang 12 tahun. Di sekitar kemaluannya masih gundul belum ditumbuhi bulu. Memeknya menyembul seperti gundukan dengan belahan rapat ditengahnya. Aku sama sekali belum pernah menjamah tetek maupun memeknya, meskipun kami sering mandi bersama dan tidur bersamaku.
Suatu hari Tiara bertanya ke ibunya ketika aku sedang mengoral memek ibunya. “ Ma kok mamak kayak nangis gitu sih kalau Bapak jilatin memek mama,” katanya.
“Enak banget tau,,” kata mamanya sambil terengah-engah.
“Enak gimana sih ma,” tanya Tiara.
“Udah diem aja lu ah, kalau mau tau ya coba sendiri,” kata Mamanya.
Spontan Tiara merengek ke aku agar dia juga dioral.
Setelah Bu Ratna mencapai orgasme dan aku merasa lelah, aku tidur telentang dengan penis mengacung. Bu Ratna langsung mendudukiku dan memasukkan penisku ke memeknya. Sambil begitu dia menyuruh Tiara cebok dulu dan membuka celana dalamnya.
Tiara diarahkan agar memeknya berada di depan mulutku yang sedang tidur telentang. Tiara seusai mencuci bersih memeknya lalu mendudukiku membelakangi mamanya yang sedang sibuk menggenjot penisku. Kupegang badan Tiara agar memeknya tepat di depan mulutku.
Pertama tersentuh lidahku dia menggelinjang, katanya rasanya geli. Aku memahami bahwa Tiara belum terangsang penuh. Aku minta dia membuka seluruh bajunya. Setelah Tiara telanjang . Dia kutarik agar setengah badannya mendindihku. Aku menciumi keningnya pipinya dan terakhir aku mencucup mulutnya. Tiara masih kaku menerima ciuman di mulutnya. Namun lama-lama dia mulai bereaksi dan membalas jilatan lidahku . Kami berciuman lama sekali. Konsentrasiku terpecah, yang bawah menikmati memek mamanya dan mulutku menikmati anaknya. Setelah puas aku mulai menjalari menciumi lehernya dan berikutnya menjilati putting susunya yang masih kecil. Mulanya badan Tiara berjingkat karena geli tetapi lama-lama dia merasakan kenikmatannya. Ini terasa dari nafasnya yang mulai memburu. Aku mencoba meraba memeknya. Terasa ada sedikit lendir di belahan memeknya. Ini mengisyaratkan Tiara mulai terangsang.
Tiara lalu ku arahkan agar menduduki mulutku. Dia tidak terlalu merasa geli lagi ketika lidahku menjilati sekitar memeknya. Clitorisnya lebih mudah ditemui karena memek anak kecil bentuknya lebih mencuat. Pantatnya mulai bergerak-gerak seirama dengan sentuhan lidahku ke ujung clitorisnya. Kedua tanganku berusaha menahan gejolak badannya agar lidahku terus bisa menjilati clitorisnya. “ Ma enak banget, aduhhhhhh,” lenguh Tiara. Sementara Mamanya sedang berkonsentrasi mencapai orgasmenya tidak mempedulikan anaknya sedang mencapai kenikmatan.
Aku terus menyerang clitoris Tiara sampai akhirnya dia mengejang dan cairannya banyak meleleh keluar dari celah memeknya.
Tiara menjatuhkan badannya disampingku sambil memeluk tanganku. Tanganku kuraba ke memeknya terasa ada gerakan berkedut di sekitar memeknya.
“Gimana, udah,” tanya mamanya yang berbaring di sisi lain badanku.
Tiara tidak menjawab kecuali hanya mengangguk.
Kami bertiga tertidur nyenyak dalam keadaan bugil.
Pengalaman pertama itu membuat Tiara ketagihan di oral, sampai akhirnya rasa ingin tahunya mendorong dia untuk mencoba sensasi yang lebih besar lagi.
Tiara ingin merasakan hubungan badan yang sebenarnya. Aku sudah peringatkan dia bahwa untuk anak seusia dia memeknya belum bisa menerima penis. Kalau dipaksakan akan terasa sakit. Mungkin karena nafsu membuat Tiara selalu memaksa ingin mencobanya.
Sudah 3 kali aku mencoba, tapi belum juga berhasil memasukkan penisku. Aku berhenti saat Tiara merasa kesakitan, meskipun tiap kali mencoba selalu ada kemajuan dalam posisi penetrasi.
Di saksikan ibunya, kali ini Tiara meminta aku melakukan lagi penetrasi. Aku membaluri seluruh penisku dengan jeli dan juga di seluruh permukaan memek Tiara. Ketika kudorong masuk, kepala penisku berhasil menguak belahan memek Tiara. Bantuan jeli memperlancar penetrasiku sampai akhirnya kepala penisku terbentur selaput daranya. Aku melakukan gerakan keluar masuk sampai lubang memek Tiara bisa beradaptasi. Dia tidak lagi merasakan sakit yang luar biasa. Ada rasa sakit sedikit, katanya. Dengan teknik tertentu , kepala penisku berhasil menerobos masuk sampai akhirnya batang penisku tenggelam seluruhnya di lubang vagina Tiara.
Pada persetubuhan perdana ini, Tiara belum dapat merasakan nikmatnya bersenggama. Dia masih bingung dan selangkangannya perih. Setelah 3 kali hubungan Tiara akhirnya mulai menikmati dan mampu mencapai orgasmenya.
Sejak saat itu akhirnya hampir setiap malam main dengan mereka. Bisa-bisa satu malam aku harus melawan mereka berdua, atau lain waktu bergantian malam dengan mereka berdua.
Untuk urusan sex aku cukup terpuaskan dengan mereka berdua. Namun jika teman-teman kencanku menginginkan nya aku masih meladeninya sekali dua kali. Bedanya aku sekarang lebih lama bertahan dengan lawan mainku. ***


Baca juga...



Kembali ke Beranda

0 komentar:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

Pilih judul

Kategori

Pengunjung

Ditunggu kunjungnya kembali...