Klik disini untuk melihat judul cerita yang akan segera terbit !!
Diberdayakan oleh Blogger.

Rabu, 03 September 2014

Sensasi tetek gede

Bagikan :

Sudah lama aku memperhatikan anak tetanggaku yang bernama Sasha. Dia dan orang tuanya tinggal beda 5 rumah dari rumahku. Yang menarik perhatianku adalah teteknya yang super gede.
Kutaksir umurnya sekitar 22 tahun tingginya sekitar 160 tahun. Wajahnya lumayan ayu. Badannya tidak gemuk. Sasha mewarisi ibunya yang teteknya malah lebih gede dari dia. Keluarga Sasha mengenalku, demikian juga Sasha. Ayahnya adalah pensiunan sebuah perusahaan BUMN, sekarang nganggur saja di rumah. Kuketahui Sasha berkali-kali keluar masuk kerja. Alasannya dia keluar dari tempat kerjanya kalau tidak gajinya terlalu kecil, atau bosnya terlalu sewenang-wenang.
Hari-hari ini kekutahui Sasha sudah menganggur lagi. Dia sering pinjam surat kabarku terbitan Sabtu yang banyak memuat iklan lowongan kerja. Seandainya dia bukan tetanggaku, atau orangtuanya tidak kukenal, mungkin aku sudah berusaha mendekatinya. Ada rasa jengah juga mengikuti keinginanku untuk mencoba mendekati Sasha. Sebab baik ibunya maupun papanya kenal baik dan sering ngobrol dengan ku.
Meski demikan diam-diam aku tetap penasaran terhadap tetek gedenya. Aku sulit membayangkan bagaimana bentuknya jika dia telanjang. Seberapa menariknya tetek itu. Selentang selenting, Sasha lesbian. Aku memang sering melihat teman ceweknya yang pembawaannya kelaki-lakian sering menjemput dia dengan kendaraan Jeep CJ 7. Namun akhir-akhir ini aku tidak pernah melihatnya lagi .
Beberapa kali dalam perjalanan pulang aku melihat Shasa sedang berdiri di pinggir jalan menunggu angkot. Kadang-kadang dia sendirian, kadang-kadang berdua dengan ibunya. Aku selalu memberinya tumpangan.
Jadinya dia tidak segan-segan lagi menumpang mobilku ketika waktu nya bersamaan aku akan berangkat ke kantor dan dia akan pergi. Dia biasanya turun di persimpangan ketika tujuan kami berbeda.
Meski begitu aku tidak berani melontarkan rayuan apalagi ajakan nakal. Padahal dalam mobil kami berdua sering ngobrol mengenai banyak hal. Sasha kemudian sering numpang mobilku jika dia akan bepergian pagi-pagi.
“ Oom ada rencana ke Bandung nggak, kalau ada Sasha numpang dong mau ke rumah saudara, “ katanya suatu kali dia bersamaku di mobil. Otakku langsung berproses. “ Iya saya memang punya rencana ke Bandung mengurus proyek di sana. Tapi beberapa kali tertunda karena males jalan sendiri kesana,” kataku serius, padahal bohong.
“ Ayo dong oom ke Bandung biar Sasha bisa numpang, “ rayunya.
“ Nanti deh oom telepon dulu ke Bandung buat kepastian, biar kesana gak sia-sia , “ kataku.
Aku lalu membujuk dia agar perjalanannya ke Bandung jangan sampai ketahuan bahwa pergi bersamaku. Sehingga tidak ada kecurigaan dari orang tuanya maupun, istriku di rumah.
“ Siip deh oom,” katanya.
Aku kemudian menentukan hari keberangkatan ke Bandung, pada hari Selasa dan kembali pada Rabu keesokan harinya.
Sasha pada hari yang ditentukan pagi-pagi sudah pergi terlebih dahulu dengan Angkot ke satu titik yang kami janjikan. Pagi itu kami melaju ke Bandung. Aku berpikir keras sepanjang perjalanan bagaimana caranya supaya keinginanku melihat tetek besarnya bisa tercapai. Berbagai skenario aku timbang-timbang, tetapi rasanya tidak ada yang layak.
Satu satunya yang kelihatannya agak menarik adalah menawarkan ajakan ke Shasa ke Tasikmalaya untuk jalan-jalan melihat kerajinan-kerajinan di sana. Shasha tampak antusias, karena dia menyenangi bordir. “ Yess masuk deh racunku,” batinku. Sebenarnya aku ingin suatu keadaan yang tidak terlalu memaksakan, tetapi seolah-olah suatu kebetulan, tapi karena tidak ketemu juga skenario seperti itu ya, skenario tasik itulah.
Menjelang memasuki kota Bandung aku menanyakan alamat yang dia tuju. Kebetulan aku akrab dengan daerah itu, karena aku pernah kost lama di sekitar daerah itu. Rumah yang dituju itu adalah rumah tantenya.
“Oom aku buat kejutan nih ke tante, karena aku sebelumnya tidak bilang-bilang, aku mau bikin surprise,” katanya menggambarkan rencananya mengunjungi rumah tantenya.
Tiba ditempat yang dituju sebuah rumah seperti bangunan dari zaman Belanda. Pagarnya tertutup rapat dan terkunci gembok. Berkali-kali kami menekan bel tetapi tidak ada tanda-tanda bahwa ada penghuninya di dalam. Sasha penasaran, akhirnya dia menelepon tantenya. Ternyata sang tante sekeluarga memang tidak ada dirumah, karena ada sohibnya sedang merayakan perkawinan anaknya di Ciamis. Nah lho aku jadi menemukan skenario nih. Sementara itu air muka Sasha nampak bingung. “Waduh gimana nih oom, mau bikin kejutan malah terkejut, “katanya.
“Udah tenang aja nanti nginap di mess perusahaan oom, enak koq tempatnya rame, dekat situ malah banyak tempat wisata kuliner, “ kataku.
Padahal dalam hatiku mess apaan. Aku lalu mengangkat HP dan pura-pura menelepon ke mess. Padahal aku tidak menghubungi siapapun, aku hanya bicara sendiri bersandiwara seolah-lah berbicara di telepon.
“ Yah messnya penuh, lagi ada penataran dari orang-orang daerah,” kataku.
“Nah lho gimana dong Oom,” tanya Sasha cemas.
“Udah tenang aja di Bandung kan banyak hotel,” kataku.
“Aduh Sasha jadi nggak enak nih sama oom jadi nyusahin kayaknya,” katanya.
“ Ah enggak lah, oom malah lebih suka tinggal di hotel dari pada di mess, kamarnya serem-serem,” kataku serius.
Sementara itu otakku berputar mencari hotel yang kira-kira cukup enak dan aman. Dapatlah satu hotel di Dago. Aku katakan ke Sasha, agar dia tinggal aja dulu di hotel, sementara aku menyelesaikan pekerjaan. Dia setuju, apalagi hotel itu dekat dengan beberapa factory outlet di jalan Riau.
Aku chek in di hotel. Sebelum chek in Sasha mengatakan ke aku, “ Oom ini kan hotel mahal, ambil satu kamar aja oom, aku gak enak kalau oom buka satu kamar khusus untuk aku, kayaknya mberati oom banget,” katanya.
Sasha duduk di lobby sementara aku mengurus proses chek in. Di Front Office aku memesan kamar yang hanya hanya ada satu bed besar. Ini memang akal-akalanku untuk menjalankan visi dan misiku.
Aku lalu mengajak Sasha menuju kamar diantar oleh belboy. Setelah kami berada di dalam dan Bellboy meninggalkan kamar, aku pura-pura terpaksa minta maaf ke Sasha karena hotel ini ternyata penuh dan kamar yang ada hanya yang memiliki satu bed seperti ini. ‘Ah gak apa-apa lah oom, ini juga udah syukur,” kata Shasa.
Beberapa saat kemudian aku pamit ke Shasa untuk mengurusi pekerjaanku. Sebelum aku pergi aku menyelipkan 500 ribu ke dalam tasnya. “ Untuk belanja-belanja di outlet,” kataku.
“Ah oom kok jadi nyusahin gini, Sasha jadi tambah gak enak nih,” katanya basa-basi.
Kamar hotel menggunakan kunci kartu, jadi aku memegang satu dan Sasha yang satu lagi.
Aku meninggalkan hotel, tanpa tujuan. Paling tidak aku harus 5 jam berpisah dari Sasha biar seolah-olah aku memang ngurusin proyek. Aku menelepon kawan-kawan lama . Salah satunya adalah kontraktor. Ketika kami bertemu kami mengobrol banyak hal sambil makan siang. Dia malah menawarkan proyek-proyek Pemda yang bisa aku manfaatkan. Aku kemudian diajak ke kantornya dan dia menunjukkan proyek-proyek yang dia tangani. Habislah waktuku sekitar 5 jam.
Setelah meninggalkan kantor temanku, aku mengontak Sasha. Dia rupanya berada di kamar hotel.
Sasha sedang tiduran dengan selimut sambil menonton TV ketika aku masuk. Tadi dia cuma keluar sebentar sambil cari makan dan berkeliling sebentar ke outlet, tapi katanya gak ada yang menarik dan harganya sama saja di Jakarta. “Gak enak ah oom beli-beli, ntar mama curiga Sasha dapat duit dari mana lagi,” katanya.
“Bener juga jalan pikiran anak ini,” batinku.
Untuk menghindari kecurigaan mamanya, Sasha menelepon mamanya bahwa dia menginap di rumah temannya, karena tante tidak dirumah. Kelihatannya dari pembicaraan itu, mamanya tidak ada masalah.
Hari sudah menjelang sore ketika aku sampai di hotel. Aku menyempatkan mandi menyegarkan diri dan pikiran. Di kamar mandi otakku berpikir keras, Bagaimana caranya “memulai”. Dasar otak lagi buntu, aku tidak menemukan jalan. Padahal batang di bawah ini sudah memuai terus dari tadi.
Setelah badan segar dan aku berganti pakaian santai, ku ajak Shasa untuk makan malam di Dago Atas. Suasananya romantis dan bisa memandang kota Bandung dari atas.
Kami duduk berdua seperti sepasang kekasih. Sampai sejauh ini aku belum berani bertingkah yang “menjurus”. Aku masih menempatkan diri sebagai Oom yang sopan.
Sepulang dari Dago atas, kami kembali ke hotel. Aku menawarkan Shasa untuk santai di café hotel sambil menikmati hiburan penyanyi life. Kami duduk berdua. Sasha minta champagne. Tak kukira dia mengenal minuman keras, tadinya kutaksir dia hanya memesan orange juice. Aku memesan bir.
Sekitar 3 jam kami santai di situ. Aku menghabiskan bir hampir 2 gelas besar, sedang Shasa menambah thousand island sebagai gelas kedua. “ Gaul juga rupanya anak ini, sampai ngerti minuman cocktail.
Kepalaku sebenarnya masih normal, Cuma sedikit saja berkurang rasa rikuhku terhadap Shasa. Sementara itu Shasa agak terpengaruh alkohol juga. Meski bicaranya lurus dan bisa berdiri tegak tidak oleng, tetapi ketika berjalan meninggalkan café menuju lift dia menggandeng erat diriku. Malah sebenarnya dia agak menggelendot ke tubuhku. Posisi itu mengakibatkan lenganku ketekan sebagian tetek besarnya.
Setelah berada dikamar aku segera berganti baju tidur, yaitu kaos oblong dan celena pendek. Setelah itu Sasha masuk kamar mandi dan berada cukup lama disana. Aku tidak bisa mengira apa yang dia lakukan di dalam, tetapi terdengar beberapa kali gelontoran air di wc. Shasa keluar dengan daster. Lampu kamar sudah aku redupkan agar nyaman menonton TV sambil tiduran.
Ketika Shasa jalan dari kamar mandi ke tempat tidur aku menangkap bayangan meskipun dikeremangan ruangan, terlihat teteknya seperti tidak disangga BH. Dia langsung menyusup di bawah selimut. Kami berada di bawah satu selimut di tempat tidur yang sama. Begitu dia berbaring langsung memeluk badanku .
Mungkin karena kepalanya agak puyeng jadi kesadarannya menurun. Tapi kulihat jalannya tadi dari kamar mandi masih normal kok. Lenganku terasa tertindih tetek besarnya. Dipeluk begitu aku tidak bisa tinggal diam. Kucium mula-mula rambutnya, lalu keningnya. Mukanya dia tengadahkan. Aku menciumi pipinya dan akhirnya ke mulutnya. Bau segar mulutnya seperti dia habis sikat gigi. Aku melahap mulutnya dan disambutnya dengan uluran lidahnya memasuki mulutku.
Melihat sambutannya yang hot, tanganku segera mencari incaranku selama ini. Aku meremas tetek besarnya dari luar dasternya. Dia memang besar dan tidak memakai BH. Luar biasa besarnya tetek Shasa. Cengkeraman tanganku tidak mampu menangkup seluruh teteknya. Aku remas-remas terasa sangat kenyal. Tidak puas meremas dari luar daster, tanganku mencari celah untuk masuk ke dalam. Dasternya tidak ada celah yang bisa dimasuki tangan dari atas. Satu-satunya jalan adalah harus mengangkat dasternya dari bawah. Tanganku menarik pelan-pelan dasternya dari bawah sampai akhirnya bisa mencapai bagian dadanya.
Akhirnya tercapai juga keinginanku meremas tetek Sasha. Luar biasa memang, besar dan kenyal. Aku menciumi belakang kupingnya lalu sekeliling lehernya. Sambil begitu aku membuka selimut yang menutupi kami. Dalam keremangan kamar terlihat cukup jelas dua gunung besar di dadanya. Aku segera menyerbu kedua tetek itu. Dari tadi tanganku mencari putingnya, tetapi tidak ketemu karena tanganku tidak bisa merabanya. Ketika sudah terbuka gini baru aku tahu bahwa tetek Shasa, pentilnya tenggelam. Aku berusaha menyedot pentilnya satu persatu agar menonjol. Pentil susu besarnya bisa juga mencuat, meski hanya kecil saja. Kayaknya tidak sebanding dengan gemuknya tetek dibanding pentil susunya.
Sasha mulai terangsang berat. Nafasnya memburu dan mulutnya sekali-kali mengeluarkan rintihan saat putting susunya aku sedot dan pentilnya aku gigit pelan.
Puas dengan susu, tanganku menjalar kebawah. Aku merabai kemaluannya yang masih terbungkus celana dalam. Dari luar celana dalam aku menekan-nekan belahan memeknya dan mencari letak clitorisnya. Dibagian itu aku menekan-nekan dengan gerakan memutar. Pinggul Sasha bergelinjang gelinjang.
Tangan ku tarik lalu kususupkan ke dalam celana dalamnya. Terasa rambut halus agak jarang di sekitar kemaluannya. Jari tengahku langsung menemukan belahan memeknya. Terasa basah di celah kemaluannya. Aku mencoba memasukkan sedikit jari tengahku ke lubang vaginanya dan menarik cairannya ke arah clitorisnya. Setelah clitorisnya terasa licin oleh lendir birahinya aku memainkan kembali clitorisnya dengan jari tengahku dengan gerakan menekan dan memutar. Pantat Sasha seperti berjingkat-jingkat merespon sentuhan di clitorisnya. Celananya kupelorotkan. Shasa tidak menolak malah dia mengangkat pinggulnya untuk lebih memudahkan membuka celana dalamnya. Kakinya aku kangkangkan dan memeknya langsung kusergap dengan mulutku. Shasa melenguh ketika mulutku membekap memeknya. Ujung lidahku tidak terlalu sulit menemukan clitorisnya, karena terasa mengeras dan mencuat. Lidahku menyapu ujung clitoris Shasa dengan gerakan konstan dan ritme yang teratur. Shasa merintih seperti menangis sebagai luapan kenikmatannya. Aku terus menyerang clitorisnya. Pertahanan Shasa akhirnya jebol juga. Dia mencapai orgasme. Terasa seluruh permukaan memeknya berkedut-kedut, begitu juga ujung itilnya. Lidahku kutekan agak keras ke clitorisnya. Shasa cukup lama orgasmenya sampai gerakan kedutan itu makin melemah. Dari mulut bawah aku segera menyerbu mulut atasnya. Dia kuciumi dengan ganas sekali. Shasa tidak mampu mengimbagi keganasanku karena dia seperti sangat kelelahan. Tetapi air mukanya terlhiat puas. Sembari itu jari tengahku kucolokkan ke dalam lubang vaginanya yang sudah membanjir oleh lendir kental. Jari tengahku bisa masuk seluruhnya tanpa dia merasa sakit. Aku jadi bisa memastikan bahwa dia sudah tidak perawan lagi. Setelah jari tengah masuk dengan leluasa, jari manis ikut kumasukkan juga. Keduanya bisa terbenam. Aku lalu bangkit dan duduk di samping badan Shasa yang terbaring telantang. Aku mengocokkan kedua jariku ke dalam lubang hangat vaginanya. Gerakan kocokanku bukan keluar masuk, tetapi seperti mengangkat-angkat. Seolah-olah aku mengangkat tubuh Shasa dengan kekuatan kedua jariku bertopang di lubang vaginanya. Pertama dia tidak bereaksi , tetapi lama-lama dia mulai merintih diselingi desahan lalu menjerit-jerit lirih. Tidak sampai 5 menit dia menjerit panjang agak keras. Kedua kakinya dirapatkan, dan kedua jariku seperti dijepit oleh liangnya.Aku menghentikan kocokanku dan langsung membekap memeknya. Terasa kembali gerakan orgasme di dalam liang memeknya. Telapak tanganku terasa seperti tersemprot cairan dari memek Shasa. Mungkin dia berejakulasi pula. Aku jeda sejenak sampai gerakan orgasmenya melemah. Setelah itu kembali aku kocok dan Shasa langung berteriak-teriak lirih, “ ampunnnn ooom , ampun ooom , Shasa gak kuat lemes banget.”
Meski bergumam begitu, tetapi dia mendesis-desis juga sampai akhirnya dia kembali orgasme dalam wakti sekitar 2 menit. Aku terus melakukannya berulang-ulang sampai 5 kali dan Shasa sampai akhirnya benar-benar minta ampun karena badannya seperti tidak bertenaga lagi.
Aku menghentikan penyiksaan dirinya yang kurangsang sampai dia mencapai orgasme vagina berkali-kali. Aku membuka seluruh pakaianku. Daster Shasa aku loloskan melalui kepalanya. Kami berdua bugil seratus persen. Shasa tidur pasrah telentang dengan posisi kaki mengangkang. Aku lalu mengambil posisi diantara kedua kakinya dan menuntun penisku memasuki gua kenikmatan. Penisku dengan mudah langsung menyelindap ke dalam vaginanya. Terasa licin dan hangat, tetapi otot-otot vagina di seputar lubang kenikmatan itu terasa menekan, sehingga menimbulkan sensasi cengkeraman. Aku menggenjot dengan irama pelan sambil mencari posisi yang dirasakan Shasa paling nikmat. Aku membaca posisi itu dari reaksi yang timbul. “ Aduh oom Shasa lemes banget, gak kuat rasanya,” katanya, tetapi dia menyelingi kata-katanya dengan mendesis-desis. Aku terus menghajar pada posisi yang dia rasa paling memberi rangsangan. Aku baru berangkat dari garis start, Shasa sudah merintih-rintih seperti akan mencapai orgasme. Benar juga dia tidak mampu bertahan lama sudah mencapai orgasmenya yang kesekian. Dia selalu menjerit jika orgasmenya tercapai. Tapi ketika orgasme clitorisnya tadi tercapai dia hanya merintih panjang. Aku memberi kesempatan dia menikmati orgasmenya sebentar, setelah itu aku hajar lagi dengan gerakan lebih kasar. Shasa kembali menjerit dengan orgasmenya. “ Aduh oom bener oom shasa dah gak kuat lagi,” katanya memohon aku berhenti. Tapi bagaimana mau berhenti, lha aku sedang nanggung, jadi hajar terus sampai akhirnya aku merasa segera akan menembakkan sperma. Buru-buru kucabut dan semprotan spermaku ku lepas diatas perutnya.
Shasa langsung jatuh tertidur lelap. Dia mendengkur agak keras. Aku bangkit ke kamar mandi membersihkan perabotanku dan membawa handuk basah untuk melap sisa mani yang tercecer diperutnya. Kami lalu tidur berselimut dalam keadaan bugil. Tapi aku tidak bisa langsung tidur. Tanganku memainkan remote TV sampai akhirnya menemukan acara yang menarik. Mataku makin segar mengikuti acara itu.
Shasa tidur nyenak sekali dan mendengkur. Seperti cewek-cewk lain, manakala dia mencapai orgasme berkali-kali, apalagi orgasme vaginal, dia akan langsung merasa ngantuk berat dan tidur mendengkur. Itu juga yang terjadi pada Shasa.
Lebih 3 jam sudah Shasa tertidur, lalu terbangun. “ Lho kok belum tidur oom, “tanyanya.
“Asyik acara TV nya, kenapa kok bangun,” tanyaku.
“kebelet pipis,” katanya sambil bangkit dan dengan bertelanjang berjalan menuju kamar mandi. Dia berjalan sambil sebelah tangannya menahan buah dadaanya. Mungkin agar tidak terguncang guncang .
Aku mendengar air shower dihidupkan. Tidak lama kemudian Shasa keluar berselimutkan handuk. Handuknya di letakkan diatas meja lalu meyelinap bugil ke dalam selimut. Shasa mengikuti posisiku setengah duduk . Dadanya diselimuti.
“Oom kok laper ya,” katanya.
“ Mau makan apa,” tanyaku.
“Nasi goreng ajalah yang gampang,” jawabnya.
Aku juga agak lapar. Kupesan 2 porsi nasi goreng dan 2 orange juice dingin melalui telepon hotel ke room service.
Tengah kami asyik menyaksikan acara TV, bel kamar berbunyi. Aku yang sudah dari tadi bersiap memakai kaus dan celana pendek langsung melompat. Sementara Shasa bersembunyi dibalik selimut dengan hanya menyisakan sedikit wajahnya. Setelah urusan dengan waiter beres, aku menyalakan semua lampu kamar dan mematikan AC. Kamar terasa sangat dingin.
“Oom aku makan di tempat tidur saja boleh ya, males bediri lagi. “ katanya.
“ Ayo oom sini kita makan berdua, “ ajak Shasa.
“ Tanggu dulu,” kataku.
Aku membuka seluruh pakaianku sampai bugil, lalu membawa kedua piring ke meja dekat tempat tidur dengan dua gelas jusnya sekalian.
“Tunggu kita makan berdua satu piring ya, Sini oom atur dulu,” kataku.
Shasa memperhatikan apa yang aku lakukan dengan penuh tanda tanya, karena terlihat aku sedang mempersiapkan penisku yang dari tadi sudah setengah bangun menjadi lebih mengeras. Setelah cukup keras aku duduk bersandarkan bagian kepala tempat tidur dan Shasa kuminta duduk diantara kedua kakiku dan memasukkan penisku ke vaginanya. “ “Lho katanya mau makan, kok malah main sih,” kata Shasa protes meskipun permintaanku dituruti juga.
Posisi kami menyatu, Kedua kaki Shasa merangkul pantatku dan kakiku kukangkangkan selebar mungkin untuk memberi ruang bagi Shasa agar bisa merapatkan bagian bawahnya sehingga seluruh penisku bisa terbenam di memeknya. Setelah posisi enak. Aku meraih satu piring nasi goreng dan meletakkannya diatas pangkuan kami.
“Ah oom jam terbangnya emang betul-betul tinggi salut deh gue,” kata Shasa.
Sementara kedua kelamin kami menyambung kami menikmati nasi goreng sepiring berdua. Habis piring pertama, disambung lagi dengan piring kedua sampai keduanya habis bersih. Selesai tenggorokan kami dibasahi Juice, aku menggoyang sebentar penisku keluar masuk pada posisi duduk.
“ Ah gak enak oom perutnya masih kenyang, “kata Shasa.
Aku mengikuti sarannya dan berhenti lalu mencabut penisku dari vaginanya.
Aku dan Shasa duduk bersila berhadap-hadapan.
“ Oom aku akui permainannya hebat sekali. Aku sampai kayak mau mati kecapean rasanya,” kata Shasa.
Oral oom juga luar biasa. Dia lalu menyebut teman lesbinya yang juga dulu sering mengoralnya, tapi rasanya tidak sehebat oralanku. Shasa bercerita banyak soal kehidupan sexnya. Dia mengaku sempat berlesibi dengan teman ceweknya. Perawannya pecah bukan karena sodokan kontol laki-laki, tetapi oleh dildo. Aku merupakan laki-laki pertama yang menyetubuhinya. Sebelumnya dia mengaku memang pernah pacaran dengan laki-laki, tetapi tidak sampai melakukan hubungan.
“Ternyata barang yang asli lebih enak dari yang mainan ya oom,” kata Shasa.
Ketika dia duduk bersila, teteknya menggantung besar sekali. Aku berkali-kali meremas karena gemas rasanya. “ Oom kok seneng sih mainin tetek,” kata Shasa.
“Abis ukuran tetekmu luar biasa besarnya,” kataku.
“ Iya oom aku juga suka risih diliatain orang-orang kalau lagi jalan di mall. Makanya aku suka pakai baju gombrong.”
Kami ngobrol kesana kemari, sampai makanan diperut terasa tidak terlalu menekan.
Aku berbaring dengan penis setengah mengeras. Aku minta Shasa mengoralku. Dia mengatakan belum pernah mengoral, jadi aku diminta menuntunnya.
Shasa cukup berbakat, karena dengan petunjuk sebentar saja sudah bisa mengoral sampai terasa nikmat. Penisku makin menegang dan hampir sempurna.
Shasa kuminta dia posisi diatas . Shasa jongkok diatas penisku lalu penisku dituntutnnya memasuki liang vaginanya. Lalu direndahkan badannya sampai seluruh penisku terbenam. Shasa sambil jongkok kedua tangannya bertopang ke bahuku menaik-turunkan pantatnya. Gerakan itu memberikan pemandangan tetek besar yang gundal-gandul. Pemandangan itu sangat menakjubkan, apalagi lampu kamar masih dalam keadaan terang benderang. Kedua tanganku meremasi tetek kenyal yang besar. Karena demikian besarnya, dengan aku mengangkat kepalaku sedikit mulutku bisa menjangkau pentilnya dan kusedot-sedot.
Shasa tidak mampu bertahan lama pada posisi itu, karena cape katanya. Aku lalu mengarahkan agar kedua kakinya dilipat dan berdiri dengan kedua lututnya. Gerakannya diubah menjadi maju mundur, bukannaik turun. Shasa menuruti . “ Aduh oom enak oom. “ katanya.
Shasa menemukan posisi yang membuatnya makin nyaman dan makin merangsang. Dia terus bergerak maju mundur. Gerakan itu dirasakan oleh penisku sebagai diremas dan diperas oleh lubang vaginanya. Posisi woman on top membawa Sasha mencapai orgasmenya. “Aduh oom cape, gantian ah,” katanya.
Aku menahan agar Shasa tetap pada posisi merangkak karena aku akan menydoknya dari belakang. Kontolku aku tusuk dari arah belakang. Sebelum menusukkan kontolku aku sejenak mengamati lipatan memeknya dari belakang seperti tumpukan kue serabi.
Sodokan kontolku dari belakang kurang memberi efek nikmat bagi ku, tapi bagi Shasa, dia merasa nikmat, karena G spotnya terus menerus kegerus kepala penisku. Dia kembali mencapai orgasme, kali ini orgasmenya lebih nikmat, sampai dia lemas dan jatuh telungkup. Aku meneruskan memompa dari belakang dengan posisi dia telungkup. Namun rasanya kurang nikmat.
Shasa kubalik hingga telentang lalu kakinya di lebarkan dan kulipat keatas. Lubang memeknya menganga. Penisku tanpa dituntun langsung bisa menancap ke memeknya. Kakinya kugantungkan ke bahuku dan aku terus memompanya. Nerganti posisi lagi dengan kedua kakinya melingkar di pinggangku. Aku merkosentrasi untuk segera mengakhiri ronde ini karena rasanya sudah cukup lelah. Menjelang mencapai titik tertinggi kucabut penisku dan kusemprotkan diluar di atas perutnya.
Aku lalu menjatuhkan diri berbaring di sampingnya. Badanku terasa sangat lelah. Kali ini Shasa yang bangkit dia menuju kamar mandi membersihkan diri dan kembali membawa handuk basah membersihkan seluruh kemaluanku dengan telaten.
Setelah itu kami tertidur sampai pagi.
Bangun pagi penisku masih bisa bangun. Kesempatan itu tidak akusia-siakan dengan langsung menancapkan ke memek Shasa. Shasa terbangun karena merasa ditindih badanku. Aku bermain tidak berlama-lama sampai mencapai ejakulasi.
Kami berjalan bersama ke kamar mandi untuk mandi bersama. Bath tub diisi air hangat sementara itu kami menggosok gigi. Aku dan Shasa berendam berdua di bak mandi dan kami saling menyabuni.
Shasa menyarankan pulangnya ditunda sehari lagi. Dia beralasan masih ingin bersamaku semalam lagi. Dia juga yang minta tidak usah jadi ke Tasik, karena di hotel ini lebih asyik. Pagi itu selesai sarapan kami jalan ke Lembang lalu siangnya setelah makan di Lembang kembali lagi ke hotel meneruskan permainan lagi.
Sebelum kami berpisah di Jakarta Shasa mengharap bisa bersamaku lagi, meski tidak harus ke Bandung.
Aku sebulan rata-rata dua kali bobo siang dengan Shasa di motel. Meskipun dia tidak meminta uang, tetapi aku selalu menyelipkan uang sakunya. Agar kedua orang tuanya tidak curiga, aku menyarankan dia jualan pulsa elektrik. Jadi kalau dia kelihatan berduit dari hasil pemberianku, tidak terlalu kentara, karena berjualan pulsa.
Aku sempat membujuk Shasa untuk kupotret kedua tetek besarnya. Foto-foto itu tanpa memperlihatkan wajah pemiliknya.Dia sebetulnya keberatan, tetapi ketika kukatakan bahwa wajahnya tidak direkam, akhirnya dia mau juga Namun di komputer aku menggabungkan foto wajahnya ke foto bugilnya yang terpotong wajahnya.
Hasil penjualan pulsanya berhasil dan omzetnya makin lama makin besar. Dari hasil tabungan dengan bantuanku akhirnya dia membuka counter HP di mall. Dia kini tidak lagi berminat mencari kerja, malah di conternya kulihat dia sudah mempekerjakan dua orang. Itulah pengalamanku membidik si tetek besar. ***


Baca juga...



Kembali ke Beranda

0 komentar:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

Pilih judul

Kategori

Pengunjung

Ditunggu kunjungnya kembali...