Klik disini untuk melihat judul cerita yang akan segera terbit !!
Diberdayakan oleh Blogger.

Rabu, 03 September 2014

Wisata seks II

Bagikan :

 Pada bagian pertama cerita ini aku menguraikan berkunjung ke desa yang penduduknya terbuka menerima tamu dari lain daerah untuk menginap dirumah bersama wanita, yang itu bisa saja janda,
istri, ataupun anak, dari yang menempati rumah itu. Cerita bagian pertama diakhiri dengan sesi foto-foto telanjang terhadap 5 anak remaja yang terhitung masih di bawah umur dan 2 wanita dewasa.Foto -foto berlangsung di rumah Titin yang malam sebelumnya menemaniku tidur bersama adiknya Neneng yang masih remaja.
  John berbisik bahwa masih ada peluang bermalam dengan anak belia seperti yang ditunukkan pemilik warung tempat kami istirahat ketika tiba di kampung ini kemari. Menurut John anak yang diperkenalkan itu lumayan manis.
Gara-gara ingin mencoba yang lain akhirnya kami pamitan dan berpisah dengan anak-anak yang tadi aku jadikan model dadakan.
  Aku dan John diantar Dedeh kembali ke warung tempat kami pertama kali bertemu. Si penjaga warung masih ingat kami. Kami baru tahu kalau pemilik warung itu namanya Pak Rawi. Aku tanpa basa basi menanyakan mengenai cewek-cewk abg kemarin yang ditawarkan kepada kami. Dengan gaya kalem, Pak Rawi mengatakan, gampang bos, nanti saya kerumahnya dulu.
Berhubung matahari mulai tinggi dan perut sudah mulai menuntut, aku tanya ke Dedeh apakah ada warung makan di sekitar sini. Dia menyebutkan nama warung yang katanya bisa jalan kaki saja ke sana. Aku pamit ke Pak Rawi mau makan siang dulu. Kami bertiga jalan beriringan di jalan desa yang agak berdebu.
Warung makan yang tidak besar, hanya ada dua baris meja dengan bangku-bangku panjang. Yang dijual hanya ayam goreng, lele goreng dan sambal serta lalapan. Aku memesan lele John dan Dedeh lebih memilih ayam goreng. Untuk ukran di desa begini ya lumayan juga lah. Perut kenyang, otak mulai cemerlang lagi.
Lebih kurang sejam kami sudah kembali lagi di warung pak Rawi. Aku dipersilakan masuk ke dalam rumahnya. Di dalam ternyata sudah ada 4 anak yang masih sangat belia. Waktu itu Pak Rawi menyebut nama-nama mereka, tetapi otakku tak mampu merekamnya, sebab aku fokus dengan sajian di depanku dan mengherankan ku mereka masih hijau sekali.
Pak Rawi menyebut dua anak yang kutaksir berusia 17 dan 15 tahun, kata dia mereka berdua adalah kakak beradik kandung. Aku bertanya ke pak Rawi, apa bisa aku menginap dirumah mereka dan mniduri mereka berdua. Kata Pak rawi, yang dibenarkan Dedeh, bahwa gak masalah. Padahal menurut ceritanya, mereka masih mempunyai orang tua lengkap, ada bapaknya, dan masih ada adik seorang.
Tantangan yang sangat menggoda. Pak Rawi kelihatan keluar sebentar dan kembali masuk menggandeng seorang pria yang kutaksir berusia sekitar 40 tahun. “ Ini bapaknya,” kata Pak Rawi.
Aku makin bingung, apa yang harus kukatakan kalau aku berminat kepada kedua anaknya itu. Kalau kukatakan langsung rasanya terlalu vulgar, tetapi kalau dengan kata tersamar, apa yang harus diucapkan, bingung sekali, sehingga aku hanya terdiam.
“Mangga bos kalau memang berminat sama anak saya, gak masalah. Di sini mah udah biasa, jangan sungkan-sungkan.” kata si Bapak kedua anak itu.
“Biar masih abg tapi anak-anak ini sudah janda bos, jadi jangan kuatir,” sambung Si Pak Rawi.
Tambahan informasi ini malah makin membuat bingung, anak umur 14 tahun sudah janda, kapan kawinnya. Ini pertanyaan penasaran yang tidak bisa aku redam sehingga terlontar begitu saja. “Ah si Yati mah baru kawin 3 bulan, suaminya penangguran gak bisa kasi nafkah, akhirnya cerai lagi kakaknya juga gitu, belum ada setahun kawin lakinya ngabur kerja ke Jakarta, gak pulang-pulang,” kata si Ayah.
Situasi makin seru dan aku tidak bisa membayangkan bagaimana seandainya aku menginap di rumah kakak beradik ini. Tamu yang bakal ngentotin anaknya yang masih berusia remaja. Benar-benar sulit membayangkannya. Aku penasaran dengan tantangan seperti itu akhirnya aku setuju akan bermukim malam ini di rumah kakak beradik ini.
Sementara itu John rupanya dia kurang selera dengan ABG, dia berbisik ke Dedeh, jika ada temennya yang bisa menampungnya malam ini. Bu Dedeh hanya bilang “Sip,” lalu dia berlalu keluar.
Sementara itu Si bapak menginstruksikan kedua anaknya mendahului pulang ke rumah. Aku mengobrol macam-macam dengan si Bapak yang kemudian kuingat bernama Akhmad.
Semua anak-anak peremuan tadi bubar dan kami meneruskan ngobrol sambil menyeruput kopi tubruk yang hangat.
Mungkin ada satu jam kami berbual, sampai muncul si Dedeh bersama wanita lumayan manis, bahenol, usianya sekitar 25 tahun, matanya centil, dia menyalami kami semua disitu. Dedeh lalu mengatur cewek itu duduk di sebelah John.
Setelah basa-basi dan ngobrol mengenai macam-macam. Akhirnya kami beranjak. John digiring ke rumah pasangannya, aku diajak kerumah si Akhmad. Rumahnya tidak terlalu jauh, hanya beda arah dengan rumah yang kuinapi semalam. Jalan masuk gang, berkali-kali Akhmad bertegur sapa dengan orang di sepanjang perjalanan.
Rumah Akhmad di dalam gang yang berliku liku. Aku harus ditunjukkan jalan besok jika keluar dari kediaman Akhmad, karena tidak semua yang kami lalui adalah jalan gang, ada melalui belakang rumah orang, melintas sumur, kadang-kadang menerobos kawat jemuran. Mungkin aku dibawanya melalui jalan pintas.
Setibanya di rumah aku disambut oleh istri si Akhmad. Mungkin dia kawin muda dulu, anaknya sudah sebesar, ini kok istrinya masih kelihatan muda juga. Atau istrinya memang berpenampilan lebih muda dari usianya. Lumayan juga istri si Ahmad.
Jangan langsung menuduh aku berminat pula pada istri si Akhmad. Sebab aku masih belum bisa menghilangkan rasa kikuk bertamu ke rumah Akhmad yang akan menyerahkan kedua anaknya ditiduri di rumah ini juga.
Rumahnya lumayan bersih dan lebih bagus dari rumah-rumah yang kusinggahi semalam. Namun desain rumahnya yang tidak terlalu modern, hampir sama dengan rumah-rumah lain di desa. Ruang tamu memanjang lalu di sebelahnya pintu-pintu ruang tidur.
Aku dipersilakan duduk lalu tidak lama kemudian duduk dan diberi hidangan kopi mix. Aku ngobrol , istrinya juga ikut nimbrung. Dari kesanku selintas istri Akhmad kelihatan centil, ini terlihat dari matanya yang liar. “Aku lalu membatin di dalam hati, ah mana mungkin 3 perempuan di rumah ini aku embat semua, emak dan dua anak kandungnya, ah sulit membayangkan adegannya,” itulah pikiran yang bermain diotakku.
“Pak kalau berminat sama istri saya, sok aja,” kata Akhmad yang mengagetkan lamunanku. Mungkin gestur tubuhku tidak bisa menyimpan apa yang berada di pikiranku, sehingga Akhmad membaca apa yang kuhayalkan.
Aku jadi bingung menjawabnya, kalau aku katakan tidak, padahal sebenarnya ingin juga. Paling tidak ingin mengalami dikerubuti 3 perempuan yang terdiri dari ibu dan dua anaknya yang masih remaja. Sebaliknya kalau bilang iya, masa polos begitu ngomongnya.
Situasi sulit untuk menentukan sikap.
“Sudah bos nanti saya pijetin, gak usah mikirin bayaran, pokoknya asal bos kerasan aja,” kata si nyonya Akhmad.
“Sok lah jangan segan-segan di kampung mah udah biasa, kebetulan ntar malam saya dapat giliran ronda,” kata si Akhmad.
Aku Cuma mampu tersenyum, ngomong apa pun tak bisa karena bingung apa yang harus diomongkan. Tawarannya gak masuk akal banget sih.
Hari sudah mulai sore, aku menyerahkan uang jasa untukmeniduri dua anak dan ibunya sekaligus ke si emak. Uang begitu saja diterima, tanpa dihitung. Aku sudah bisa mengira-ngira berapa biaya yang harus aku keluarkan untuk urusan menginap di desa ini. Kalau dibandingkan sih hampir sama dengan tarif hotel bintang 5 di Jakarta menginap satu malam, bedanya disini diselimuti 3 wanita yang menarik, Kalau di Jakarta ya hanya kamar mewah, dingin karena AC dan kamar mandinya bisa untuk berendam air panas.
Aku meneruskan mengobrol gak tentu arah dengan si Akhmad, kedua anaknya tidak kelihatan, si nyonya sudah beranjak. Sekitar jam setengah enam sore mereka datang bertiga lalu menawari aku mandi di sumur di belakang rumah. Badanku memang sudah agak berkuah karena udara panas di desa.
Seperti di rumah sebelumnya aku diberi pinjaman kain sarung dan ditunjukkan kamar tidur tempat aku meletakkan ransel. Di dalam kamar yang tidak terlalu luas, terhampar kasur di lantai dilapisi tikar yang ukurannya lebih lebar. Di tikar dan di kasur ada beberapa bantal. Mungkin kalau udara panas mereka tidur di tikar.
Aku melepas blue jeans dan mengganti kaus dengan kaus oblong hitam katun. Semua kaus oblong ku memang dari katun, karena nyaman untuk berkelana. Dengan hanya bercelana dalam dan ditutupi sarung serta kaus oblong dan handuk, serta sikat gigi dan sabun cair botol kecil aku keluar kamar.
Ketiga perempuan itu sudah berada di ruang tengah, si Akhmad tidak kelihatan. Para wanita mengenakan kemben sarung yang menutupi buah dada sampai ke lutut dengan kain sarung. Umumnya wanita desa kalau mandi memang seperti itu busananya.
Aku digandeng si nyonya yang kemudian aku kenali dengan nama Teh Indun. Dia menggiringku ke belakang rumah. Dibelakang rumah ada kebun singkong, kami keluar dari pintu dapur berjalan sekitar 10 m dan berbelok ke kiri. Ada bagian yang terbuka tidak ditumbuh tanaman kebun, ditengahnya ada berdiri pompa tangan dan ada 2 ember yang sudah berisi air. Kalau ini kamar mandinya, kenapa tidak ada dinding. Yang ada hanya tonggak kayu untuk menyangkutkan baju. Lantainya sebagian dari semen sebagian lagi batu bata yang disusun.
Aku masih terbingung-bingung, karena serasa mandi ditengah kebun. Meski tidak terlihat dari mana-mana, tetapi aku masih merasa rikuh juga jika harus bertelanjang di kamar mandi yang terbuka gini. Aku mengangkat sarung dan mengambil segayung air untuk sikat gigi. Paling tidak aku menunggu apa yang mereka lakukan dan bagaimana cara mereka mandi. Ternyata eh ternyata, tanpa sungkan-sungkan mereka bertiga membuka kemben dan menyangkutkan ke tiang-tiang. Lalu bugil dan langsung jongkok di dekat ember penuh berisi air. Mereka tidak mengenakan apa-apa lagi dibalik kain sarung.
Ketiga perempuan itu lalu menyiduk air dan mandi. Mereka menyabuni tubuh sambil tetap jongkok. Memang kalau posisi jongkok gitu, tidak banyak yang bisa terlihat, karena kemaluan tertutup ember dan kedua payudara agak terhalang oleh tangan yang sibuk menyiduk air. Tapi ya tetap saja sesekali terlihat payudaranya.
Aku jadi merasa tertantang untuk bugil juga. Aku buka seja semua atributku sampai telanjang bulat. Ada baiknya si otong tidak unjuk tegangan, tetapi agak berisi juga, sehingga tidak kuyu-kuyu amat. Aku mengambil inisiatif memompa air untuk menambah air yang berada di dalam ember.
Mereka bertiga cekikikan melihat tingkah lakuku yang pasti mereka menangkap aku bersikap rada janggal. Ya iyalah, budayaku rada beda, dan seumur-umur baru kali ini mandi telanjang di kamar mandi tanpa dinding, dan telanjang pula.
Aku lalu menggabung mandi, hanya bedanya aku tidak mandi sambil berjongkok. Dengan gaya masa bodoh aku berdiri sambil menyiram seluruh tubuhku dengan air sejuk. Terasa segar sekali. Aku mengambil sabun cair dan mengusapkan ke seluruh tubuhku. Mereka agak aneh melihat sabunku dan terasa berbau wangi segar. Mereka penasaran ingin mencoba sabunku.
Mungkin karena aku berdiri cuek, mereka akhirnya juga ikut berdiri dan mengusap-usap sabun cair wangi itu ke seluruh tubuhnya. Si Emak jembutnya tebel, teteknya lumayan penuh dan pentilnya besar berwarna agak kehitam-hitaman. Si anak yang besar yang tadinya kutaksir umur 17 tahun ternyata 16 tahun teteknya kenceng dan lumayan menonjol, pentilnya belum terlalu berkembang, jembutnya sedikit Cuma ada diujung atas lipatan memeknya. Yang kecil memang umurnya baru genap 14 tahun, teteknya masih mancung kecil, pentilnya kecil, seperti pentil tetek laki-laki, jembutnya masih gundul, sehingga gundukannya jelas terlihat menggelembung.
Si emak tanpa kuminta mengambil inisiatif menyabuni punggungku. Dia mengambil semacam sabut dari buah seperti oyong atau gambas yang tadi dibawanya dalam ember kecil, lalumenggosokkan di bagian belakang tubuhku. Enak sih rasanya, gatal-gatal di punggung jadi seperti digaruk pula. Tetapi cilakanya tangannya merambah kemana-mana sampai menggapai bagian vital diselangkangan. Dengan nakalnya dia membelai batangku yang tertidur karena siraman air dingin. Namun karena dibelai dan bahkan kadang ada gerakan mengocok, membuat si Ucok jadi marah dan bangun seperti menantang lawan. Kedua anaknya tertawa seperti ditahan-tahan, Tetapi ibunya tidak peduli dan juga tidak malu memainkan penis yang bukan suaminya di ddepan kedua anak perempuannya.
Untung adegan tidak berlanjut, karena dia lalu menyirami aku dengan air. Aku dimintanya jongkok, sehingga dia menyiramiku dari atas. Ritual mandi yang dingin jadi menegangkan, karena aku memang jadi tegang, berakhir juga. Aku menghanduki diriku sendiri lalu mengenakan celana dalam, sarung dan berkaus oblong.
Hari mulai gelap, aku duduk di ruang tamu ditemani Akhmad. Tidak lama kemudian tuan rumah mengajakku makan. Lauknya ada 3 macam, ada tumis kangkung, ada tempe goreng, ada ikan pindang( di sini nyebutnya ikan cuek) goreng dan tidak ketinggalan sambal. Nikmat sekali meski pun menunya sederhana. Perutku jadi kenyang, apalagi didorong dengan air putih segelas. Rasanya makin kenyang.
Aku duduk ngobrol lagi sama Akhmad sambil dia merokok. Tidak ada kesan sedikitpun dia cemburu atau khawatir, bahwa aku bakal memporak-porandakan istri dan anak-anaknya. Kesanku dia malah seperti orang lain dirumah ini yang bagai tidak ada hubungan saudara dengan perempuan-perempuan di rumah ini. Aku jadi merenung, segila-gilanya aku, kayaknya aku tidak bisa bersikap seperti Akhmad jika menghadapi situasi serupa.
Istri Akmad muncul dari dalam dengan segelas minuman. Akhmad menyambutnya, “Bos mesti minum jamu kampung ini, saya sering minum jamu ramuan kampung, mantap bos,” kata Akhmad.
Tidak ingin mengecewakan mereka begitu gelas ditaruh di meja langsung aku ambil dan aku habiskan. Rasanya sedikit pahit, dan pedas. Aku memang sering minum jamu, tetapi belum pernah meminum ramuan yang seperti ini rasanya.
Akhmad bercerita bahwa obat ini ramuan dari kampung ini, dan merupakan jamu rebusan dari tumbuh-tumbuhan yang hanya ada di kampung. Khasiatnya dipromosikan terlalu berlebihan menurutku, karena dia berkali-kali mengangkat jempol.
Baru sekitar setengah jam, badanku merasa gerah, dan mulai agak berkeringat sedikit. “ Obatnya mulai bereaksi bos, rasanya panas kan,” kata si Akhmad. Aku membenarkan memang terasa agak gerah jadinya. Sejujurnya aku tidak tahu, itu jamu untuk apa, aku baru sadar, jangan-jangan ini obat tidur. Ah biarain saja lah, kalau obat tidur pun gak masalah, karena aku memang agak lelah.
Jam di didinding sudah menunjuk angka 8, Akhmad lalu bersiap-siap akan ronda membawa kain sarung, senter dan penutup kepala. Dia tidak lama kemudian pamit untuk meronda bersama koleganya. Kebetulan pos rondanya tidak terlalu jauh dari rumah.
Selanjutnya hanya aku laki-laki dirumah ini, selebihnya ya perempuan. Si emak menggelandang aku masuk kamar. Kedua anaknya ikut mengiring dari belakang. Tanpa izin dariku, sarungku dibukanya dan kaus oblongku diloloskan keatas. Aku disuruh tidur telungkup.
Si Teteh rupanya ingin memijatku. Pijatannya lumayan nikmat juga, mulai dari kaki sampai semua badan bagian belakang dipijatnya. Anaknya diajari memijatku. Aku jadinya dipijat oleh tiga wanita. Kedua anak masing masing memijat kakiku sedang biangnya memijat badanku. Suasana penerangan di dalam kamar boleh dibilang gelap. Hanya ada cahaya dari luar yang masuk, sehingga tidak gelap total. Aku tidur telungkup menikmati pijatan mereka bertiga. Si Teteh duduk diatas badanku.
Aku merasa ada yang aneh, sepertinya si Teteh tidak mengenakan pakaian, atau sarung. Aku merasa bulu jembutnya berkali-kali menggerus punggung dan pantatku. Membayangkan situasi itu, pelan-pelan senjataku terkokang.
Ketika aku diminta berbalik sehingga tidur telentang, jelas semualah yang terjadi pada mereka. Meski gelap, tetapi aku dapat menangkap bayangan remang-remang bahwa mereka bertiga sudah bugil tanpa sehelai benangpun menutupi tubuhnya.
Badanku kembali dipijat, entah sengaja atau tidak tangan si Teteh meraba masuk ke celana dalamku sehingga menangkap ular piton di dalamnya. Ularnya memang telah membengkak. Tanpa basa-basi ditariknya celanaku sehingga aku pun akhirnya bugil.
Nyionya rumah mulai mempermainkan senjata kebanggaan ku yang sebenarnya semalam sudah bekerja keras menembaki musuh. Normalnya malam ini aku agak kurang bergairah. Tetapi ternyata gairahku lumayan juga, karena senjataku sudah terisi penuh dan keras.
Tanpa sungkan terhadap kedua ananknya si Teteh melahap penisku menhisapnya dan menjilati kantong menyan di bawahnya. Jago banget si emak ini. Aku memilih bersikap pasif saja, menunggu bagaimana mereka akan memperlakukan aku.
Mungkin karena sudah kenyang bertempur semalam, atau mungkin juga karena jamu yang tadi membuatku berkeringat. Aku mampu bertahan mesik dioral hampir setengah jam. Kelihatannya si Teteh lelah melomoti senjataku. Dia lalu bangkit dan mengangkangiku dan memegang penisku diarahkan ke lubang kenikmatannya. Setelah lolos masuk semua dia mulai melakukan gerakan-gerakan ganas sambil merintih-rintih sendiri.
Kedua anaknya hanya menonton saja di kiri-kanan. Ibunya tidak ambil pusing ditonton anaknya dia berusaha menikmati garapannya sendiri sambil terus merintih. Mungkin dia sudah orgasme karena tiba-tiba ambruk di dadaku lalu nafasnya mendengus-dengus. Mungkin juga karena pengaruh grafitasi, sehingga aku masih bisa menahan spermaku tetap di tempatnya. Ibunya memerintahkan anaknya yang besar menggantikan posisinya menduduki. Anaknya segera mengerti, meski perintah itu, tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Anaknya berjongkok dan memeegani senjataku lalu dimasukkan ke dalam celah vaginanya. Pelan-pelan diturunkan badannya sampai senjataku ambles di dalam lubangnya jang terasa agak sempit. Dia mulai bergerak pelan-pelan naik turun. Namun lama-lama makin cepat dan gerakannya mulai tidak teratur, karena kadang-kadang bergerak maju mundur pula.
Tiba-tiba dia menjerit tertahan dan rubuh ke dadaku, aku merasa memeknya berkedut-kedut. Aku kagum juga melihat kenyataan. Dari pengalamanku, anak seusia 16 -17 tahun agak susah berorgasme, karena mereka sesungguhnya belum memahami sex sepenuhnya. Kulirik ke kiri si emak sudah mendengkur halus.
Adiknya yang biasa dipanggil Yati diminta mengganti posisi kakaknya. Aku diam saja, sambil ingin tahu seberapa jauh dia mengetahui permainan sex. Badannya kecil cenderung belum berlemak banyak kecuali di dadanya yang menggembung sedikit dan di bongkahan pantatnya yang agak mengembang. Yati kemudian mendudukiku dan mengarahkan penisku ke lubangnya yang masih gundul.
Terasa agak sulit masuk mungkin karena kurang pelumasan, atau karena diameter lubangnya masih kecil. Perlahan-lahan sambil tampangnya nyegir menahan kati dia paksakan juga menelan batangku yang masih menegang perkasa. Dia melakukan gerakan perlahan-lahan. Kentara sekali kalau anak ini masih hijau dalam pengalaman berhubungan kelamin. Namun dia tahu melakukan ritual itu dengan melakukan gerakan maju mundur, sehingga clitorisnya menggesek-gesek bagian tubuhku. Semakin lama semakin semangat dia bergerak. Dia sudah menermukan ritmenya sendiri. Aku tidak berharap bisa bertahan tidak ejakulasi sampai si Yati mencapai orgasmenya dulu. Sebab wanita umur 14 tahun sangat sulit mencapai orgasme melalui hubungan badan. Itu pengalamanku. Tapi rasanya pertahananku cukup kuat kali ini, mungkin nafsuku tidak terlalu tinggi ditambah ramuan jamu tadi juga.
Cukup lama juga dia mengendaraiku sampai akhirnya dia mengatakan, capai. Kasihan juga memaksa terus bermain diatasku. Kami kemudian berganti posisi dari WOT menjadi missionaris. Agak lebih gampang menjeloskan senjataku masuk ke dalam vagina kecilnya karena peumasnya telah cukup banyak, Aku mulai mengayuh sambil membayangkan anak dibawah umur yang kutindih. Dia memang diam saja, tetapi lubang vaginanya terasa nikmat sekali karena masih sempit. Aku berusaha berkosentrasi untuk mencapai orgasmeku, Aku sudah lelah juga menggenjot, sampai akhirnya spermaku melesat menandakan permainan berakhir dan kepuasan berada di pihak ku. Aku tidak tahu anak kecil ini sudah orgasme apa belum. Ah apa peduliku, selain dia belum cukup umur, toh dia memang yang melayaniku.
Yati tampak berjongkok di pojok ruangan, rupanya dia membersihkan vaginanya dengan handuk kecil dan seember air disitu. Selesai dia membersihkan selangkangannya akupun mengambil handuk kecil lain dan membasuhkannya ke seluruh permukaan senjataku. Diatas kasur sudah seperti ikan pindang, tiga orang tidur berjajar telanjang. Yatipun ternyata sudah tertidur. Aku melihat sekiliing kamar, ternyata ada disiapkan kasur single di pojok kamar. Aku langsung mengambil sarung dan merebahkan tubuhku yang sudah lelah kembali meski tadi sudah dipijat.
Meski lelah aku agak sulit tidur. Anehnya senjataku menegang lagi. Ah ini luar biasa dan diluar kebiasaanku bisa bangkit lagi dalam waktu kurang dari 10 menit. Aku harus mengakui ramuan tadi yang kuminum memang bekerja baik sekali.
Aku tidak tahu harus bagaimana memperlakukan anggota tubuhku yang tidak tunduk perintah dan sering melawan bosnya. Aku berusaha tidur sebisa mungkin. RAsanya sudah mulai diawang-awang, tetapi aku menangkap sebersit bayangan berkelebat. Aku kaget. Kukira hantu kamar ini, Mata kupicingkan ternyata si Teteh bangun lalu terlihat seperti jongkok di ember lain yang tersedia di kamar itu dan kosong. Dari suaranya yang berdesir, ternyata dia sedang kencing. Aku mengikuti apa yang dia lakukan, ternyata sehabis kecncing dia bersihkan memeknya dengan sedikit air lalu diusap dengan handuk.
Aku masih berpura-pura tidur, sampai akahirnya si Teteh menghampiriku dan duduk disampingku. Tangannya langsung membekap penisku yang sedang menegang. “Eh orangnya tidur, tapi adiknya bangun,” katanya.
Ditariknya sarungku ke atas, sehingga penisku mengacung bebas. Teteh lalu bertiarap diantara kedua kakiku dia mengoralku lagi dengan penuh semangat. Aku masih tetap berpura-pura tidur. Aku memperkirakan sudah jam 12 malam, karena kudengar petugas ronda memukul tiang listrik 12 kali.
“Ah si akang barangnya enak banget dan keras,”kata Si teteh seperti bicara sendiri. Rupanya dia tidak ingin menyia-nyiakan potensi yang ada, Segera penisku didudukinya dan dia mulai bermain diatasku dengan gerakan cepat. Rasanya kayak bernafsu banget si Tetep istri Akhmad ini. Tidak lama kemudian dia berhenti karena terasa memeknya berdenyut-denyut. Tidak lama kemudian dia mulai bergoyang lagi dan makin lama makin cepat dan sebentar kemudian dia orgasme lagi. “Ih si akang hebat banget ya, gak keluar keluar,” katanya.
Mungkin dia merasa lelah dan tahu lah bahwa aku sudah tidak tidur lagi makanya dia minta aku yang menindihnya. Akupun tidak menunggu lama segera kugenjot habis-habisan sampai dia mencapai orgasme lagi dan aku tidak berhenti menggenjot sampai si Teteh minta ampun ingin menyudahi, Tapi aku merasa tanggung karena rasanya sebentar lagi mencapai puncak, jadi aku sikat saja terus ,meski si Teteh udah kewalahan, Dia kemudian seperti mengerang atau menjerit lirih panjang yang meningkatkan nafsuku sehingga karenanya aku pun mencapai orgasme dan berejakulasi.
Badanku penuh berkeringat, dan terasa suasana di kamar ini begitu gerah. Kusambar sarungku dan kaus, aku berjalan ke luar kamar danaku keluar ke halaman depan. Rasanya sejuk sekali namun gelap dan sepi. Aku melepaskan hajat kecilki di semak di depan rumah lalu aku kembali masuk rumah dan masuk kamar setelah keringatku kering.
Kulihat si Teteh mendengkur pula dikasurku dengan posisi ngangkang dan bugil. Ruang untuk tidurku hanya ada di sebelah kedua anak-anak. Aku pun merebahkan badan yang terasa penat. Hanya sebentar saja rasanya aku sudah tidak ingat apa-apa.
Aku terbangun karena terasa senjataku dibasuh oleh handuk dingin. Ternyata si Teteh sudah bangun. Dan kedua anak-anak-anak sudah tidak ada ditempatnya. Cuaca mulai terang. Mungkin sekitar jam setengah tujuh pagi. Suasana masih agak sejuk.
Teteh dan anak-anak sudah bersiap untuk mandi. Aku tergerak ikutan mandi juga. Seperti kemarin sore kami berempat berbugil ria. Bedanya kali ini anak-anak tidak malu-malu, tetapi sudah blak-blakan telanjang sambil berdiri. Anehnya batangku sudah mengeras lagi, padahal biasanya jika malamnya sudah habis-habisan bertempur, paginya akan susah menegang. Ini kali memang aneh. Dampak jamu godogan itu ternyata luar biasa juga.
Aku membawa kamera saku, mulanya mereka malu-malu aku jepret sambil berbugil, tapi karena bujukanku yang mugkin masuk akal bagi mereka, akhirnya mereka mau juga. Setingnya adalah kewajaran kebiasaan mereka mandi. Jadi gambar-gambar yang kurekam terlihat natural dan sangat desa suasananya.
Celakanya meski disiram air dingin dan habis mandi, barangku sulit ditundukkan. Si teteh tersenyum-senyum penuh arti. Kayaknya dia punya rencana sendiri. Selesai mandi kami beriringan masuk rumah dan aku disuruh masuk bersama kedua anak remajanya. Kedua anak itu disuruh melayaniku sampai aku puas.
Karena hari semakin siang aku cepat cepat saja berinisiatif mencumbui kedua mereka. Sementara itu si Teteh tidak ikut masuk kamar. Kali ini baru aku makin jelas menyaksikan potensi kedua anak ini. Si adik teteknya masih kecil jembutnya masih bulu kalong, dan celah memeknya kelihatannya masih rapat. Aku sempat meraba celahnya dan diam-diam aku cium tanganku yang sempat mencolok celah berlendirnya. Tidak terasa ada bau amis dan aneh.
Kakaknya bentuk memeknya juga cembung dan ada sedikit bulu di ujung lipatan aku colok-colok mereka pasrah juga dan ciran vaginanya juga tidak berbau. Keduanya mereka masih sehat-sehat saja. Aku jadi tertarik mengoral kedua bocah ini. Mulanya aku mengoral kakaknya, yang malu-malu ngangkang di depan wajahku yang sangat dekat dengan memeknya. Namun lama-lama mulai bisa menikmati dan menggelinjang-gelinjang. Si kakak relatif cepat juga mendapat orgasme. Setelah itu aku berpindah ke memek yang lebih kecil dan lebih rapat. Adik pasrah saja aku kangkangkan. Dia agak berjingkat ketika ujung clitorisnya tersentuh ijung lidahku. Mulanya dia mengeluh geli, tetapi lama-lama berjingkat-jingkat karena itilnya disosor. Si adik relatif agak lama mendapat orgasme, sampai leherku pegal.
Selepas keduanya mendapat orgasme aku langsung menggarap keduanya,Mulanya adiknya aku colok, setelah puas aku bepindah ke kakanya yang sudah standby ngangkang di sebelah adiknya. Aku berpindah-pindah sesukaku. Cara main seperti ini malah tidak nikmat, karena jadi tidak konsentrasi. Padahal badanku sudah mulai lelah dan berkeringat lagi. Akhirnya aku kosentrasi ngembar si kecil sampai akhirnya sisa sperma yang tidak seberapa muncrat juga.
Seusai pertempuran kami bergegas mengenakan baju dan aku menyambar handuk lalu menuju sumur. Sekali lagi mandi pagi itu, sendirian. Dari sumur aku langsung berpakaian lengkap, celana jeans dan kaus oblong.
Di dalam sudah terhidang nasi goreng lengkap dengan telor ceplok. Sebelumnya khusus untukku si Teteh sudah menyiapkan 2 telur ayam kampung yang dimasak setengah matang. Untuk memulihkan stamina, kata si Teteh.
Jam di tangan sudah menunjukkan angka 10 dan HP berbunyi yang tak lain si John sudah nunggu di warung Pak Rawi. Aku segera pamitan diantar Akhmad aku menuju warung Pak Rawi. Disana John cengar-cengir dengan giginya yang putih.
Basa basi Pak Rawi menanyakan kabarku, aku jawab luar biasa. “Kapan-kapan saya pengen lebih lama tinggal dikampung ini.
“Itu belum seberapa bos, masih banyak lagi kampung-kampung lain yang banyak jandanya,” kata Pak Rawi. Dia kemudian menawarkan aku jalan-jalan keliling kampung pakai ojek. Berhubung aku masih menunggu jadwal kereta yang ke semarang masihlama sekitar jam 4 sore. Aku terima tawaran pak Rawi untuk keliling kampung-kampung.
Dua ojek andalan Pak Rawi sudah muncul, menurut Pak Rawi tukang ojek itu sudah hafal dimana saja rumah para janda. Istilah janda itu hanya untuk mempermudah sebutan bagi wanita desa yang bisa diinapi. Tidak semuanya janda, karena ada sebagian masih punya suami atau masih tinggal di rumah orang tuanya.
Kami berkeliling-keliling kampung dan makan siang sate kambing sejenak di tengah perjalanan. Aku batasi agar kami tidak perlu mampi tapi sekedar melihat wajah-wajah mereka saja. Ternyata banyak sekali yang kami temui dan umumnya lumayan jugalah, meski wajah desanya masih kental. Menjelang jam 3 kami sudah sampai di stasiun kereta api Pegaden Baru.
Tukang ojek yang dulu mengantar kami menghampiri, “kok buru-buru aja nih bos pulangnya,” kami lalu mengobrol, topik nya ya sekitar wanita-wanita desa yang bisa ditiduri di rumahnya. Ternyata tidak hanya di desa Saradan Pegaden, tetapi masih ada beberap desa yang memelihara sex bebas.


Baca juga...



Kembali ke Beranda

Pilih judul

Kategori

Pengunjung

Ditunggu kunjungnya kembali...