Klik disini untuk melihat judul cerita yang akan segera terbit !!
Diberdayakan oleh Blogger.

Rabu, 03 September 2014

Tetangga menggairahkan

Bagikan :

Suasana remang-remang dan dentuman musik tidak terlalu memekakkan telinga. Ruangan di dominasi oleh suara penampilan home band. Tempat ini disenangi oleh orang-orang setengah
umur seperti aku, karena memang tidak suka suara musik yang terlalu bising Aku datang ke sini karena sedang suntuk dan ingin minum sedikit untuk menurunkan tingkat kewarasanku.
Baru jam 11 malam, tamu masih belum banyak. Aku duduk di tempat yang strategis, artinya aku bisa melihat siapa-siapa dan model seperti apa saja yang datang ke club ini. Pesanan pertama seperti biasa adalah bir yang dikucurkan dari gentongnya (draft beer). Dingin dan sodanya menggigit sedikit di sekujur mulut. Bir dingin tanpa es adalah yang paling aku suka.
Tengah asyik menikmati musik-musik, yang malam ini khusus untuk irama latin, muncul 3 perempuan yang sosoknya seperti aku kenal. Club ini memang banyak didatangi oleh wanita-wanita, yang tidak melulu mencari mangsa, tetapi mereka yang ingin bersantai. Ada juga sih wanita-wanita yang ingin mencari pasangan. Aku hampir tiap minggu nongkrong di club ini, sehingga hafal betul. Beberapa kali pula aku menenteng wanita yang tidak dapat dikatakan muda, yah seumuran dengan akulah di penghujung 30 tahun.
Ketiga wanita yang kuamati tadi ternyata adalah tetanggaku. Salah satu yang paling cantik adalah tetangga yang hampir berhadapan rumah denganku. Dia biasa menegurku dengan predikat “Pak”. Mereka punya grup, atau gerombolan yakni wanita-wanita keturunan Arab dan kebetulan semuanya janda. Rumah para anggota gerombolan itu masih dalam satu kompleks dan semuanya aku kenal. Mereka bukan istri orang keturunan Arab, tetapi leluhur mereka yang berdarah Arab.
Tetangga depan rumahku adalah yang paling cantik dan seksi di antara gerombolannya. Anaknya baru 11 tahun laki-laki. Dua teman lainnya umurnya lebih tua. Mereka hidup dari santunan bekas suaminya yang kelihatannya sangat berduit. Ah jangan terlalu panjanglah mengenali mereka, nanti melelahkan.
Sambil duduk aku menimbang-nimbang, aku hampiri atau aku sembunyi dari mereka. Jika aku sembunyi dari mereka, jika mereka yang menegurku lebih dahulu, posisiku jadi lemah. Aku putuskan untuk menegur mereka lebih dahulu. Aku colek lengan tetanggaku yang bernama Leli, “eh ….......” macam-macam jenis kelamin dan binatang nyrocos dari mulutnya. Dia memang sangat latah dan mereka bertiga adalah wanita-wanita yang parah latahnya.
“Eh Pak Yamin,” kata Leli.
“Sama sapa , sama ibu ya,” kata Leli.
“Ah enggak sendiri, masak ke mari bawa rantang,” ujarku.
“Ih jahat ya istri di bilang rantang,” katanya.
“Ya kalau makan di restoran, kan gak perlu bawa makanan dari rumah,” kata ku.
Otak kami semua masih waras, dan mereka mengajakku bergabung satu meja.
Mereka ternyata kaum peminum juga, karena pesanannya semua mengandung alkohol.
Suasana makin cair, ketika kandungan alkohol makin banyak mengendap. Aku agak membatasi diri menenggak alkohol. Aku justru ingin menuba mereka agar mabuk berat. Biarlah bill ku jadi bengkak, yang penting aku bisa memanfaatkan situasi ini, siapa tahu aku bisa menindih Leli.
Sudah 3 jam kami di club, dan mereka bertiga kelihatannya sudah agak berat juga mabuknya. Mereka memang sudah berniat besar ingin mabuk sehingga datang naik taksi. Meski jalan sudah sempoyongan, tetapi mereka masih bisa jalan. Menjelang masuk ke mobilku, ketiganya muntah-muntah.
Aku sudah merencanakan membawa mereka ke apartement ku yang jaraknya tidak jauh dari Club. Apartemen ini sering aku gunakan untuk membantai tentengan atau untuk beristirahat, jika malas pulang ke rumah. Rumahku memang agak jauh dari pusat kota Jakarta.
Rumah siapa ini pak, tanya Leli yang agak setengah sadar. Kedua temannya sudah mabuk berat.
Mereka aku baringkan di kamar kedua sedang Leli kubaringkan di kamar utama.
Leli setuju mengganti pakaiannya dengan kaus oblongku dan celana boxer. Aku buka baju atasnya dan celana jeans. Leli pasrah saja. Dia juga diam saja ketika Bhnya aku lepas dan aku kenakan kaus oblongku. Buah dadanya tidak terlalu besar tetapi masih mengkal dan warnanya putih. Aku sempat meremas sekejap dan memelintir putingnya.
Kedua temannya yang telentang pasrah aku telanjangi juga satu persatu dan tinggal hanya celana dalamnya lalu aku pakaikan piyama ku. Aku sempat membimbing ketiganya ke kamar mandi dan aku dudukkan di toilet untuk melepas hajat kecil mereka. Setelah selesai aku juga menceboki memek mereka yang rata-rata jembutnya sangat lebat.
Setelah rapi giliran aku berganti dengan celana boxer dan kaus oblong lalu bergabung tidur dengan Leli. Aku tidur di satu selimut dengan Leli. Dia mengetahui aku di sebelahnya langsung dia peluk tubuhku dan menciumi wajahku lalu menguncup mulutku. Aroma nafasnya yang berbau alkohol, terasa wangi.
Dalam keadaan setengah sadar dia masih bisa juga horny. Aku menanggapi cumbuannya sampai akhirnya Leli telanjang. Nafasnya sudah memburu. Aku menciumi kedua putingnya yang sudah tegang. Setelah itu adalah memeknya yang menjadi sasaran. Aku harus menyibak bulu jembut yang lebat untuk mendapatkan celah dan menemukan clitorisnya. Aku jilati sampai Leli mencapai orgasmenya.
Setelah puas dengan orgasmenya dia menarik badanku untuk menindihnya. Tangannya lalu mencengkal penisku yang ukurannya tidak sebesar penis orang Arab. Ukuranku hanya 15 cm lebih sedikit, bentuknya tegap dan kepalanya besar. Perlahan-lahan aku tekan penisku memasuki lubang nikmat. Leli mengernyit, entah karena rasa sakit atau nikmat. Seluruh penisku sudah tenggelam.
Batangku lancar maju mundur di dalam liang kenikmatan. Lubang memeknya sudah licin karena cairan birahi yang cukup banyak keluar dari vaginanya. Akibatnya cengkeraman terhadap penisku kurang ketat. Main di lubang licin begini aku bisa bertahan cukup lama. Aku berfikir ingin “”menewaskan” Leli dengan berkali-kali orgasmenya, bukan orgasme clitoris, tetapiaku berusaha membuatnya orgasme gspot. Aku sudah mengetahui gaya seperti apa yang bisa mengusik titik g spotnya. Setelah sekitar 2 menit aku menemukan posisi yang bisa menggerus g spotnya. Mulanya tidak terlihat adanya reaksi, tetapi semenit kemudian dia sudah mulai merintih nikmat, suaranya makin keras bahkan seperti orang melolong-lolong. Di titik orgasmenya dia memeluk tubuhku erat sekali sampai aku tidak bisa bergerak. Penisku merasakan denyutan orgasmenya sekitar 12 denyutan dan kira-kira semenit aku berhenti menggenjotnya.
Setelah pelukannya, terasa longgar aku kembali menggenjot, Leli mulai lagi merintih dan berdesis diselingi teriakan kecil, baru dua menit dipompa dia dapat orgasem lagi dan aku kembali dibelitnya sampai badanku tidak bisa bergerak. Aku kembali merasakan kemutan kontraksi vaginanya.
Begitulah berkali-kali sampai dia mengaku merasa lelah sekali dan tidak sanggup menghadapi orgasme berikutnya. Dia sudah menyatakan ampun-ampun disela-sela rintihannya.
Suara Gaduh Leli membangunkan Rida temannya yang aku tidurkan di kamar sebelah. Dia berdiri menyaksikan pertempuran kami. “Gila kalian berdua makan sendiri, gak bagi-bagi,” katanya.
Aku sempat terkejut sebentar, tetapi selanjutnya aku tidak pedulikan. Tanpa kuketahui dia sudah membuka semua bajunya lalu berbaring di sebelah Leli. “ Sudah kasihan dia sudah kecapekan dan minta ampun, sini pindah gih,” pintanya.
Leli hanya menoleh sebentar lalu dia meminta aku pindah lubang, Rida yang berbaring segera aku naiki, dengan bertiarap diatas tubuhnya. Dia dengan sigap menggenggam penisku lalu diarahkan ke arah lubang nikmatnya. Celah vaginanya sudah berlendir, menandakan dia sudah siap ditikam. Perlahan-lahan aku dorong masuk, penisku sampai tenggelam 100%. Memeknya terasa lebih hangat, tetapi setelah berkali-kali naik-turun rasanya gigitan memeknya kurang ketat. Anaknya sudah besar-besar 2 orang, yang pertama perempuan sudah lulus SMA dan yang kedua laki-laki baru kelas 1 SMA. Muka Rida kalah cantik dari Leli, tetapi teteknya lebih gede. Teteknya agak melorot sedikit, mungkin karena tipe pepaya, jadi kelihatan memanjang, tetapi volumenya besar.
Dua perempuan yang aku tujah ini kurang menggigit, sehingga aku masih bisa bertahan. Aku berusaha membuatnya “ampun-ampun” seperti Leli tadi. Lima menit aku genjot dia sudah mulai memperlihatkan tanda-tanda mencapai puncaknya. Eh-eh-eh aku kebelet pipis , aduh gak bisa di tahan dan dia kemudian menjerit keras seperti perutnya kena tikam, padahal memeknya yang tertikam. Dia memelukku erat sekali dan hanya memeknya yang bergerak berkedut-kedut. Meski agak longgar, tetapi kedutannya lumayan nikmat juga. Cairan membanjir dan hangat menyiram penisku. “Aduh aku kencing ya,“ katanya.
“Seumur-umur aku belum pernah ngentot sampai terkencing-kencing gini ,” kata Rida. Dia mengaku nikmat banget meski merasa malu karena tidak mampu menahan kencing. Aku menduga dia mencapai squirting ketika orgasme tadi, sehingga cairannya muncrat dari lubang pipisnya.
Setelah dia reda orgasmenya aku kembali menggenjot, dia kembali terengah-engah dan baru mungkin 2 menit dia sudah squirt lagi dan banjir lagi. “ Aduh aku kenapa ya ngentot kok ngompol terus,” kata Rida. Dia mengaku badannya sudah lelah dan lemas. Dia tidak sanggup ketika kuminta membalik posisi. Ah sekaligus aja kusiksa sampai aku mencapai orgasmeku. Aku kugenjot kembali dan dia berkali-kali orgasme lagi sampai akhirnya minta-minta ampun untuk berhenti. Aku pun lama-lama lelah juga main dengan terus menggenjot. Tapi sialnya aku belum juga mendapat orgasme.
Aku rasa kalau kulanjutkan bisa-bisa barangku mati ditengah jalan karena bosan. Aku menyudahi bermain dengan kedua wanita keturunan Arab ini. Aku ingat masih ada seorang lagi yang terdampar di kamar sebelah. Sambil telanjang aku datangi kamarnya. Dia kelihatannya masih mabuk berat. Tanpa perlawanan, semua pakaiannya aku lucuti sampai bugil. Teteknya tidak begitu besar, badannya juga terbilang langsing, Meski anaknya sudah 3 dan juga sudah besar-besar, tetapi penampilannya masih seperti gadis 20 tahunan. Mukanya cantik khas Arab, hidung mancung. Tapi masih kalah cantik dari Leli. Dia kukenal dengan nama Ina, mungkin namanya Inayah. Setelah bugil, aku kangkangkan kedua pahanya dan perlahan-lahan aku tunjamkan penisku ke dalam memeknya. Memeknya tidak terlalu kering, sehingga perlahan-lahan penisku bisa menerobos masuk ke dalam.
Memek Ina terasa lebih menggigit, aku tidak tahu apakah memang pembawaan dia begitu atau karena dia belum sadar akan aku tujah. Aku memainkan pompa dengan gerakan perlahan-lahan. Dia kemudian membuka matanya yang kelihatannya sangat berat. “Aduh enaknya, “ katanya lalu menutup matanya kembali.
Meski kelihatannya tidur, tetapi dia mendesis-desis. Aku berharap main dengan dia aku bisa mencapai orgasme. Aku terus menggenjot dan dia pun bereaksi, gelombang nikmat mulai menjalari tubuhku dan aku makin cepat memompa dan dia pun makin mendesis dan merintih. Seperti sudah janji dia tiba-tiba memelukku erat sekali dan terasa memeknya berdenyut, tidak sampai sedetik aku pun menyemburkan sari patiku. “Aduh pak aku baru sekali ini main keluar sekali tapi badanku lemes banget,” katanya langsung jatuh tertidur dan mengorok lirih pula.
Badanku terasa lengket karena keringat dan cairan ketiga wanita itu di kelaminku. Aku pagi-pagi buta mandi air panas dan rasanya segar sekali. Setelah itu mataku rasanya berat sekali. Aku memilih tidur di bed di kamar Ina.
Keesok paginya matahari sudah sangat terang menerobos masuk ke kamar. Aku terbangun dan masih terbungkus selimut. Di dalamnya aku masih telanjang. Kulihat Ina di sebelah sudah tidak ada. Aku duduk untuk menetralkan kesadaran.
Ina masuk disusul Leli dan Rida. Mereka semua bugil lalu menyeret diriku bangun dan menuju ke meja makan. disana sudah tersedia mi goreng, kopi panas dan jus . Semua bahan makanan itu memang sudah aku stok di kulkas dan lemari. Kami seperti kaum nudist di barat sana menikmati sarapan sambil bugil. Mereka merasa tidak malu meski bodynya tidak lagi sebagus model yang masih muda.
Di dalam obrolan mereka bertiga memujiku sebagai pemain yang ulung, karena mereka sampai kewalahan menghadapi permainanku. Mereka menduga aku mengkonsumsi obat kuat mengahdapi mereka bertiga. Padahal aku sama sekali tidak meminum obat yang mereka duga itu. Yang benar adalah memek mereka yang longgar sehingga aku tahan dan aku bisa menemukan G spot mereka. Tapi itu tidak aku ceritakan. Mereka lalu menagihku untuk next time bermain lagi denganku. Kesempatan berikutnya mereka memperkenalkan member lain yang belum aku kenal. Lucunya tidak semua janda, ada yang bini orang ada pula yang belum menikah. Aku dijadikan mereka seperti gigolo.
Aku pun jika nongkrong di kafe semua biayanya mereka yang tanggung. Mereka menuntut balasannya adalah kenikmatan. Aku hanya bertahan main dan bergaul seperti itu sekitar 5 tahun saja. Sebab, akhirnya bosan juga . Apalagi mereka nafsunya kuat-kuat seperti gak ada puasnya, padahal kalau sudah aku genjot mereka minta-minta ampun. Tapi besoknya masih nagih lagi. Capee deehh. ***


Baca juga...



Kembali ke Beranda

0 komentar:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

Pilih judul

Kategori

Pengunjung

Ditunggu kunjungnya kembali...