Klik disini untuk melihat judul cerita yang akan segera terbit !!
Diberdayakan oleh Blogger.

Rabu, 20 Agustus 2014

Menjadi suami pinjaman

Bagikan :

Peluang sering kali hampir tidak terlihat, ia bisa muncul tiba-tiba dan menghilang jika tidak teramati. Bentuk peluang juga seingkali tidak jelas, artinya pangkal dan ekornya jauh berbeda.

Mengapa tulisan ini saya buka dengan kalimat seperti itu, karena cerita saya berikut ini sangat berkaitan dengan kalimat pertama di tulisan ini.
Saya tidak ingat hari dan tnggalnya, tetapi saya ingat bahwa hari itu saya melintasi jalan Iskandar Muda, atau lebih dikenal dengan sebutan Arteri Pondok Indah, Jakata. Pagi itu lalulintasnya lebih macet dari hari-hari biasa. Saya merasa begitu, karena setiap hari ini adalah rute menuju kantor saya.
Kira 30 meter di sebelah kiri depan saya terlihat orang berkerumun, Saya duga ada pengendara sepeda motor mengalami kecelakaan. Namun tidak terlihat di sekitar situ ada sepeda motor yang tergeletak atau bekas tertabrak . Karena arus maju perlahan, kemudian saya melihat seorang laki-laki duduk tersandar, wajahnya pucat dan sedang dikipasi. Melihat itu saya langsung meminggirkan mobil dan memarkir di tempat lega. Segera saya datangi orang yang tersandar pucat tadi. Saya menduga dia terkena serangan jantung.
“Mas taruh pil ini di bawah lidah, jangan ditelan, dan bernafas agak panjang. “ kata saya.
Dia menuruti perintah saya, dan 5 menit kemudian kelihatannya dia agak pulih, lalu duduk sambil bersila. Keringatnya deras bercucuran. Nafasnya masih terengah-engah.
“Mas kondisi begini, tidak boleh mengendarai motor dulu, “ kata saya sambil membantu dia menitipkan sepeda motor di salah satu toko. Oleh pemiliknya dia mau dititipi motor sementara. Saya tak lupa menanyakan nama dan no teleponnya lalu saya masukkan ke HP saya.
“Mas mari saya bantu untuk ker rumah sakit terdekat, si mas ini dalam bahaya besar, bisa-bisa game kalau tidak mendapat pertolongan segera.” kata saya.
“Mau dibawa ke rumah sakit mana pak,” kata seorang wanita yang dari tadi tidak terperhatikan saya.
“Mbak ini siapa,” tanya saya.
“Saya istrinya Pak,” katanya.
Sial saya belum terlalu tua malah mungkin sebaya dengan suaminya udah dipanggil pak, mungkin karena pakaian kantoran saya yang rapi dilengkapi dengan jas, jadi dia panggil saya pak mungkin sebagai penghormatan.
“Kebetulan ini mbak bisa dampingi suami ke rumah sakit,” kata saya.
Si mas korban serangan jantung tadi duduk di depan dan istrinya duduk di belakang. Wajahnya masih pucat, kendaraaan aku arahkan ke rumahsakit terdekat. Aku langsung membawanya ke instalasi gawat darurat. Istrinya kuminta menunggu. Kepada dokter di situ aku jelaskan bahwa pasien ini kemungkian terkena serangan jantung. Perawat langsung memasang masker oksigen.
Setelah aku memarkir mobil, Istrinya langsung menyambutku dan dia mengajakku menemui dokter. Menurut dokter pasien terkena serangan jantung, diduga ada penyempitan atau penyumbatan di jantungnya. Dia menyarankan agar pasien jangan pulang, tetapi perlu diperiksa lebih teliti dengan berbagai peralatan. Kami dirujuk ke dokter spesialis jantung. Tidak lama menunggu aku ikut masuk ke ruang praktek.
Kesimpulan sementara dokter jantung, si pasien perlu penanganan serius, dan sebaiknya langsung rawat inap, karena kondisinya cukup kritis.
Aku langsung menyetujui dia dirawat inap dan menjalani beberapa pemeriksaan untuk memastikan sumber gangguan di jantungnya. Dokter jantung untuk sementara melihat kemungkinan pasien perlu dipasang ring di pembuluh jantungnya. Iseng saja aku tanya, berapa biaya pemasangan satu ring. Kata doter menyebut satu angka yang jumlahnya ratusan juta rupiah.
Mendengar itu istrinya tercengang, gantian dia pula yang wajahnya pucat. Aku tenang saja.
Suster mendorong kursi roda yang diduduki si mas tadi menuju kamar kelas 1, karena memang hanya itu yang ada.
Setelah dia dibaringkan dan dipasang selang oksigen, dan suster keluar kamar, baru aku berkenalan. Orang yang kutolong itu sambil berterima kasih memperkenalkan namanya Rama, dan dia memperkenalkan istrinya Vera. Ah baru kusadari, ternyata istrnya cantik juga.
“Pak kami gak sanggup bayar biaya rumah sakit ini, kenapa bapak langsung setuju saja suami saya di rawat di sini, duit dari mana,” kata istrinya langsung menyerangku.
Aku senyum saja, “ Emang si mas gak punya asuransi,”
“Ah boro-boro asuransi pak, hidup aja pas-pasan,” kata Vera.
“Ya sudah, tenang sajalah, nanti saya carikan bantuan, untuk sementara saya sudah gesek kartu kredit untuk jaminan deposit,” kataku.
“Terus pak kalau memang harus dipasang ring kata dokter tadi, mana mungkin kami punya duit segitu banyak, biayanya kok mahal banget ya pak,” kata istrinya sambil matanya berkaca-kaca.
“Ah itu belum tentu, dokter tadi kan hanya mengira-ngira berdasarkan pengalaman dia praktek, tapi setelah pemeriksaan nanti, belum tentu harus pasang ring. Tapi kalau pun perlu pasang ring, saya punya kenalan dokter ahli jantung dan pembuluh darah yang banyak menolong orang yang akan operasi jantung, akhirnya tidak perlu dioperasi.” kata ku menenangkan.
“Sudahlah mas Rama istirahat dulu, kalau mbak Vera bisa menemani, ya temani dulu, tapi kalau mau ditinggal menyelesaikan urusan, silakan saja. Nanti sore saya kembali, ini kartu nama saja,” kataku.
Aku agak kesiangan tiba di kantor. Aku memang tidak memiliki jam kerja, karena perusahaan itu memang milikku sendiri.
Setiba di kantor aku langsung memanggil rapat kepala-kepala bagian, untuk mengupdate proyek-proyek. Sekitar setengah jam meeting selesai dan aku pun tenggelam pada berbagai penyelesaian pekerjaan.
HP ku bergetar, no nya tidak aku kenal. “Pak, bapak jadi ke rumah sakit, jam berapa bapak datang, kata suara merdu di seberang sana,” ah ini pasti suara Vera istri Rama yang tadi pagi aku tolong.
“Sekitar jam lima nanti saya mampir mbak, gimana keadaan suami mbak” tanyaku.
Dia menjawab, “ dia tidur pak, kelihatannya sih gak apa-apa.”
“Mungkin si mas Rama perlu tinggal di rumah sakit sampai 3 hari untuk menyelesaikan berbegai pemeriksaan, yah sabar aja mbak, dan gak usah mikirin biaya, ada aja kok yang bantu,” kata saya.
Wajah Rama masih agak pucat ketika aku kunjungi, kami ngobrol sebentar dan aku meredakan kekuatirannya, baik kuatir mengenai penyakit, maupun kuatir mengenai biaya.
Hari ketiga aku bertemu dengan dokter yang merawat Rama sebelum menjenguk ke kamar perawatan Rama. Menurut dokter, kondisi jantung rama kurang baik, sehingga memang benar perlu dipasang satu ring, selain itu dia menderita hipertensi atau darah tinggi dan gula darahnya cukup tinggi. Aku minta pasien bisa dirawat jalan, sehingga hari ini bisa meninggalkan rumah sakit.
Di kamar kudapati Rama didampingi istrinya. Wajah istrinya agak murung dan Rama sendiri matanya menerawang kosong. “Sudahlah, jangan dibawa sedih, semua ada jalannya kalau kita berusaha. Saya sudah bicara dengan dokter, dan hari ini boleh pulang. Kedua wajah mereka langsung gembira. Gimana tadi kata dokter tentang penyakit saya, Pak,” tanya Rama penuh antusias.
“Ya keadaannya kesehatan bapak kurang baik, gula darah cukup tinggi, tekanan darah juga tinggi dan menurut dokter, jantungnya perlu dipasang ring,” kataku tenang.
“Tidak perlu risau saya sudah cari bantuan dan mudah-mudahan bisa dapat, saya pikir, jangan terlalu kuatir soal biaya, yang perlu ada semangat untuk kembali sehat” kataku.
Cerita dipersingkat aku akhirnya diundang ke rumah mereka, yang letaknya lumayan jauh dipinggiran jakarta. Wilayahnya sudah bukan jakarta lagi, tetapi sudah Provinsi Banten. Rumah mereka sederhana dan rapi saya duga ukurannya sekitar 36m2.
Mereka hidup hanya berdua, karena diusia 35 Rama dan 26 tahun Vera mereka sudah 5 tahun berumah tangga belum dikaruniai momongan.
Kami akhirnya akrab, dan saya sudah menemukan dokter yang bisa menerapi Rama tanpa perlu pasang ring, semua biaya aku tanggung. Aku sebenarnya tidak punya pamrih apa-apa, kecuali murni hanya menolong saja. Bagiku biaya bantuan yang dikeluarkan untuk mereka tidak terlalu mengganggu cash flow pribadiku, enteng-enteng saja.
Gula darahnya mulai agak terkontrol, meski masih cenderung tinggi, tekanan darahnya juga sudah normal, tetapi semua kebiasaan lama, seperti olah raga bulu tangkis di lingkungannya, lari pagi, aku suruh stop sama sekali. Olahraga hanya jalan pagi saja setengah jam.
Kami sudah seperti saudara, sampai akhirnya dia kurekrut menjadi pegawaiku. Nah lama-lama istri si Rama kelihatan makin cantik. Pintar juga Rama dulu cari istri bisa dapat yang cantik begitu, mana nurut banget sama suaminya. Namun aku bertanya dalam hati, apa Rama bisa memenuhi kebutuhan sex istrinya, karena diumur yang relatif muda dia sudah terkena diabetes. Setahuku orang terkena diabetes kemampuan sexnya lemah, kalaupun bisa berhubungan ketegangan penisnya tidak sempurna. Persoalan berikutnya adalah apakah karena itu, mereka belum juga mendapat anak.
Meski Vera istri Rama cantik, tetapi aku tidak berani menggoda atau bersikap macam-macam. Apalagi dia sudah menjadi pegawaiku.
Suatu hari aku diundang mereka berdua, katanya merayakan ulang tahun perkawinan yang ke enam. Mereka mengundangku di sebuah restoran di hotel yang cukup terkenal. Aku pikir mereka mengundang banyak kolega, tetapi ternyata setelah beberapa lama kami duduk bertiga, tidak ada yang datang lagi. “ kami memang tidak mengundang siapa-siapa kecuali bapak,” kata Rama.
“Pak ada yang ingin kami sampaikan, selain ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya yang menyelamatkan nyawa saya,” kata Rama.
“Begini pak, kami berdua sudah lama menginginkan anak, tetapi setelah 6 tahun ini usaha kami tidak membuahkan hasil, karena menurut pemeriksaan dokter, sperma saya ternyata lemah Pak,” kata Rama.
Saya lalu menyarankan adopsi, karena biasanya keluarga yang gagal mempunyai anak kandung, masih bisa mendapat anak adopsi.
“Itu sudah kami pikirkan, tetapi kami merasa anak itu, tidak atau bukan darah daging dari saya atau istri saya,” kata Rama.
“O kalian mau ikut program bayi tabung toh”
“Tidak bisa pak, kami sudah konsultasi ke dokter, sperma saya terlalu lemah,” kata Rama.
“Terus rencana kalian bagaimana,” tanyaku penuh tanda tanya.
“Itulah pak kami ingin konsultasi dengan bapak, kami sebenarnya tidak enak dan kesan saya agak kurang ajar, tetapi setelah kami berdua berembug, akhirnya kami terpaksa akan sampaikan kepada bapak, apa pun risikonya kami sudah siap pak, Bapak kami anggap sudah seperti saudara. Mudah-mudahan kami bisa ditolong,” kata Rama.
Aku terus terang tidak bisa menduga kemana arah permohonan mereka, sehingga aku jadi makin penasaran.
“Bagaimana saya bisa membantu, “ tanyaku.
“ Kami mengharapkan benih dari bapak untuk dibuahi oleh indung telur istri saya,” kata Rama terus terang.
“Maksudnya, program bayi tabung dengan mempertemukan sperma saya dengan telur Vera,” tanya saya makin penasaran.
“Bukan Pak,” kata Vera kali ini angkat bicara.
Aku terdiam sejenak dan langsung membayangkan aku melakukan hubungan badan dengan vera untuk dia mendapatkan anak.
“Jadi maksud kalian bagaimana,” tanyaku penasaran.
“Maaf pak, saya sudah bersepakat dengan Vera, dan kalau Bapak tidak keberatan, saya sebagai suami Vera ikhlas mengijin istri saya dibuahi oleh bapak secara langsung.” kata Rama
Vera tidak berani menatap mataku, dia tertunduk.
“Apa benar begitu, vera, “tanyaku menegaskan,
Vera hanya menangguk.
Aku terhenyak dan menyandarkan badanku ke sandaran kursi.
“Mengapa, kalian memlih saya,” tanyaku.
“ Pertama, bapak orangnya sangat baik dan suka menolong tanpa pamrih, kedua bapak hidup membujang sampai usia 40 tahun, sehingga bagi kami tidak merasa merebut atau merusak rumah tangga lain, dan ketiga, jika berhasil kami mempunyai anak yang masih darah daging dari Vera” kata Rama tanpa ragu menyampaikan kata per kata.
Kelihatan rencana mereka itu sudah matang sekali mereka rembukkan.
“Pak tanpa mengurangi rasa hormat apakah bapak bersedia menolong, kami lagi,” kata Rama.
Selain mata Rama memandangku, Vera juga menatapku.
Sulit dan malu aku begitu saja langsung menerima, tetapi aku berbohong pada diriku sendiri, jika tidak tertarik pada Vera. Dia adalah wanita yang ideal, meski payudaranya tidak tergolong toge, tetapi cukup monjol, dia juga memiliki pinggang yang ramping, bokong yang rada menonjol dan yang aku paling suka selain mukanya ayu, putih, rambutnya lurus sebahu.
“Selanjutnya bagaimana rencana kalian,” kataku tanpa menyatakan menerima dan akan membantu mereka.
“Kami sudah pesan kamar dihotel ini, kalau bapak tidak keberatan dan mau menolong kami, kita bertiga naik ke kamar, besok kan hari libur.
“Kalian ini memang keluarga yang aneh, dan kau Rama, kau adalah laki-laki yang paling aneh karena memperbolehkan istrimu ditiduri laki-laki lain,” kataku.
“Bapak juga laki-laki aneh, sudah cukup mapan, tetapi kenapa tidak berumah tangga juga, apalagi yang kurang pak, semua Bapak sudah punya, kecuali pendamping hidup,” kata Vera.
Batinku berkecamuk, antara mau menerima tawaran dengan rasa gengsi yang cenderung menolak. Jika aku menerima begitu saja, kayaknya kok keliatan banget nafsu rendahku, tetapi kalau aku tolak bisa jadi dia akan mencari laki-laki lain. Ah sayang juga kesempatan ini disia-siakan.
“Apakah kalian sudah benar-benar mantap dengan keputusan itu, dan kalau boleh tau ada berapa calon yang sudah dinominasikan untuk menjalankan tugas seperti yang kalian tawarkan ?” tanyaku mengulur waktu untuk berpikir.
“Terus terang Pak calonnya yang kami bicarakan berdua hanya bapak, kami tidak berpikir mencari calon lain,” kata si Rama.
“Sepertinya tawaran kalian itu menarik juga, tetapi kalau kelak tidak terjadi pembuahan bagaimana,” tanyaku.
“ yah itu risiko sudah kami pikirkan dan kami juga berharap bapak legowo jika nanti Vera melahirkan, maka anak itu adalah anak kami, Bapak boleh saja bertemu dan dekat dengan anak itu nanti, tetapi statusnya tetap anak kandung kami, apa bapak keberatan,” kata Rama.
Hal ini malah belum terpikirkan, karena otakku hanya membayangkan rasa nikmat menggumuli Vera. Aku pikir permintaan mereka wajar, dan bagiku tidak ada masalah. Lucu juga aku belum menikah tetapi punya anak kandung yang dalam pengasuhanku.
“Baiklah persyaratan itu bisa saya terima,” kataku.
“Oke Pak kita naik keatas, saya sudah buka kamar,” kata Rama.
Kami bertiga naik keatas, suasana di dalam lift terasa canggung, kami diam saja sampai pintu lift terbuka. Aku masih belum tahu skenario apa yang mereka persiapkan. Sejaun ini aku pasrah saja, dan penasaran melihat penampilan Vera yang pasti mengundang minat lelaki mana pun.
Rama memesan kamar suite, sehingga terasa lega, karena ada ruang tamu dan ruang tidur yang terpisah. Kami bertiga duduk di sofa ruang tamu.
“Pak mohon maaf, saya tinggal bapak dengan Vera,” kata Rama lalu bangkit menuju pintu dan keluar begitu saja. Pasti berkecamuk juga dalam hatinya mendapati kenyataan istrinya ditiduri oleh laki-laki lain. Itu makanya dia berusaha cepat berlalu. Aku sempat berdiri sebentar, tetapi tidak sempat mengejar Rama, karena dia sudah keburu menutup pintu.
Vera terlihat agak canggung berdua denganku. Untuk mencairkan suasana aku mengajak dua duduk di sebelahku sambil menonton tv.
“Ini benar kamu gak keberatan, atau karena paksaan suamimu, tanyaku sambil meraih tangannya lalu kugenggenggam tangan kanannya. “ Ini malah ide saya sebenarnya, karena Mas Rama selain bibitnya lemah, dia juga lemah dalam hal hubungan,” kata Vera.
“ide kamu maksudnya gimana,” tanyaku.
“Ya saya kan normal Pak, dan pasti juga punya keinginan, sedangkan Mas Rama baru nempel aja udah muncrat, saya kadang-kadang keceplosan karena kesel bilang udah mas kita pisah saja deh dari pada saya selingkuh,” kata Vera.
“Rupanya ceplosan saya itu jadi bahan renungan Mas Rama cukup lama, sampai suatu hari dia menawari solusi tanpa harus bercerai, Mas Rama ingin diurus saya seumur hidup, katanya gitu. Saya juga gak tega ninggali dia dalam keadaan begitu,” kata Vera.
Kutarik kepalanya menyandar di bahuku, dia melemah dan aku merasa sepertinya dia menangis. Pasti dia juga mengalami perang batin yang hebat. Kubelai rambutnya sambil pelan-pelan kutengadahkan wajahnya. Benar juga air matanya meleleh. Kucium pipinya dia melemas saja. Lalu keningnya ku kecup, badannya makin melemah, perlahan-lahan kedua mulut kami bertemu. Awalnya Vera tidak bereaksi ketika bibirnya aku kecup, tetapi tidak lama kemudian dia mulai memberi respon, ikut menjulurkan lidahnya masuk ke dalam mulutku.
Nafasnya makin cepat, badannya kupeluk erat-erat dan perlahan-lahan kurebahkan di sofa, tanganku meremas payudaranya dari luar baju. Vera mulai melenguh menandakan birahinya mulai bangkit. Kubopong tubuhnya ke arah tempat tidur dan kuletakkan perlahan-lahan.
Vera sudah pasrah, tetapi dia tidak berani memulai melucuti bajunya sendiri. Aku membuka baju dan celanaku hingga hanya tinggal celana dalam. Lalu kupeluk Vera dan kubalikkan sehingga posisi kami Vera menindihku. Dengan posisi ini aku lebih muda melucuti bajunya, sementara itu Vera menciumi leher dan dadaku yang agak berbulu. Vera sangat membantu ketika bajunya kulucuti semua sampai celana dalamnya pun sudah lepas dari kedua kakinya.
Sempurna sekali istri Rama, badannya putih berisi dan bentuknya masih bagus, karena pinggangnya belum melar. Payudaranya masih tegak dan diselangkangannya tumbuh bulu yang tidak terlalu lebat.
Kubisikkan ke Vera untuk cuci-cuci dulu di kamar mandi.
“Gendong,” katanya manja.
Aku sudah membuka celana dalam sehingga kami berdua sudah bugil. Vera memelukku dari depan dan kakinya dilingkarkan ke pinggangku. Aku berjalan ke kamar mandi sambil menggendong Vera.
Di kamar mandi kami mandi dengan pancuran dan saling menyabuni. Batangku yang sudah mengeras berkali-kali dikocok-kocok. Aku berusaha sekuat mungkin agar tidak muncrat.
Setelah mengeringkan badan dengan handuk Vera kembali kugendong, kali ini dia kugendong belakang.
Perlahan-lahan tubuhnya kurebahkan ke tempat tidur lalu ku tindih dan menciumi wajah lu lama kami saling berciuman mulut dengan mulut. Sementara itu tanganku sudah menjalar sampai ke belahan memeknya. Terasa berlendir di sana. Kedua puting susunya aku kecup dan kenyot sampai Vera mgnggelinjang. Putingnya masih kecil, karena Vera belum pernah hamil. Meski puting kecil, tetapi tegak mengeras, sehingga nikmat sekali dijilat dengan sapuan lidah.
Perlahan-lahan ciumanku merambat kebawah dengan mampir sebentar menjilati pusarnya.. Aku terus kebawah dan kakinya sudah kukangkangkan. Ketika lidahku mulai menjilati gundukan memeknya, kepalaku ditahan oleh kedua tangan Vera. Mas jangan kesitu aku malu,” katanya.
“Apa kamu belum pernah begini,” tanyaku.
Vera menggeleng. Pantas saja Vera kecewa, karena pengetahuan Rama mengenai mencumbui perempuan masih minim.
Aku menarik kedua tangan Vera yang sebenarnya sudah agak melemas, apalagi ketiga ujung lidahku memasuki belahan memeknya. Dia seperti terkejut ketiga ujung clitorisnya terkena sapuan lidahku. Bukan itu saja dia melenguh tanpa dia sadari.
Lidahku merasa ada bagian yang mengeras. Aku menghindari lidahku mengenai ujung clitorisnya, karena dia akan merasa geli dan ngilu.bagian yang mengeras tadi semakin membesar sehingga jika dilihat agak menonjol. Pada titik ini aku yakin Vera sudah sangat terangsang. Mulailah ujung lidahku menjilati ujung clitorisnya. Vera merintih dan menggelinjang gak karuan. Aku berusah menahan gerakannya agar jilatanku tetap fokus.
Vera makin keras merintih lalu terdiam sejenak. Tiba-tiba tangannya menekan kepalaku agar lebih rapat ke memeknya dan kedua kakinya menjepit. Vera sepertoi setengah berteriak melepaskan hasratnya. Semua hal itu diluar kesadarannya, karena dorongan rasa nikmat yang mengakibatkan Vera mengekspresikannya dengan lenguhan setengah berteriak.
Mulutku masih belepotan lendir, tetapi ketika kusergap mulutnya Vera dengan ganasnya melumat bibirku. Badannya seperti kejang dengan ritme tertentu mengikuti ritme orgasmenya. Setelah reda dari deraan rasa nikmat, kulepas ciuman dimulutnya.
Vera mengatakan cumbuanku maut sekali sampai dia merasakan seluruh badannya lemas.
Vera kembali kukecup dengan variasi permainan lidah, sementara itu jariku sudah masuk ke dalam liang vaginanya yang sudah sengat berlendir. Kuusahakan mencari Gspotnya dengan sentuhan halus jari tengahku, setelah aku merasa menemukannya, kuusahakan jari manisku ikut masuk. Meski agak susah tetapi akhirnya berhasil juga .
Sementara dua jariku berada di liangnya, aku duduk di antara kadua kakinya , Kedua jariku mengcok vagina Vera dengan mengangkat-angkat. Vera kembali mendesah dan tak lama kemudiaan dia berteriak bahwa dia kebelet pipis dan rasanya gak bisa ditahan. “Lepas aja Ver” kataku.
Vera mengalami orgasme dahsyat sampai dari lubang kencinya muncrat cairan agak kental mengenai dadaku. GElombang orgasmenya cukup lama, mungkin sekitar 8 kali berdenyut-denyut sampai akhirnya hilang.
“Aduh pak rasanya nikmat banget dan lemes banget, yang muncrat tadi apaan ya kencing ya, sorry ya aku gak bisa tahan,” katanya.
Tangannya kubimbing ke dadaku yang masih ada cairan ejakulasinya. “ lho kok kental juga kaya sperma,” kata Vera.
Dia mengaku belum pernah mengalami hal seperti ini.
Aku diam sana dan perlahan-lahan mengambil posisi menindih dan mengarahkan penisku memasuki liang vagiannya. Terasa agak susah. Vera berkali-kali memintaku perlahan-lahan karena agak sakit rasanya. “Bapak punya kayaknya lebih besar dari punya Mas Rama,” katanya.
Aku menuruti keinginannya dan perlahan-lahan penisku yang sebenarnya tidak terlalu besar hanya 15 cm dan keras seperti kayu tenggelam seluruhnya ke dalam memeknya.
“Aduh pak rasanya memekku penuh banget dan mentok ya,” begitu komentarnya.
Aku mulai mengayuh perlahan-lahan sambil mencari posisi yang dia sukai. Biasanya wanita yang baru saja mengalami orgasme maka untuk mencapai orgasme berikutnya sangat mudah, sebelum aku mencapai orgasme Vera sudah mendahului sampai dia minta aku berhenti dulu, karena katanya badannya sudah lemes banget. Tetapi aku tidak perduli karena aku rasanya juga hampir sampai. Aku menggenjotnya makin cepat dan irama gerakanku seperti senada dengan rintihan Vera. Penisku kubenamkan sedalam-dalamnya dan kulepaskan spermaku dengan rasa sangat nikmat. Sementara itu aku merasa memek Vera juga berdenyt-denyut menandakan dia menapai orgasme lagi .
“Aduh pak rasanya nikmat sekali disiram cairan anget, jangan ditarik dulu ya pak biar masuk semua,” aku turuti saja kemauannya sambil aku menahan berat badanku agar tidak terlalu berat Vera tertindih.
Kami bertahan sekitar 10 menit dalam keadaan seperti itu, sampai terasa penisku mulai mengembang lagi. Pelan-pelan kupompa penisku keluar masuk, sampai akhirnya cukup keras, tapi belum keras sempurna. Vera mengimbangi gerakanku dengan memutar pinggulnya.
Aku merasa lelah dari tadi berperan aktif. Kubalikkan posisi sehingga Vera sekarang menindihku. Mulanya dia tengkurap di atas tubuhku, tetapi akhirnya dia duduki penisku karena dengan begitu dia merasa leluasa mengontrol gerakan. Penisku terasa seperti diremas-remas ketika Vera melakukan gerakan maju mundur. Vagina Vera tergolong vagina yang nikmat disetubuhi sehingga rasa cengkeram di penisku nikmat sekali.
Vera ambruk setelah mendapat orgasme. Dia mengatakan lemas sekali badannya. Kuminta dia tidur tengkurap dan menaikkan bagian pinggulnya. Kemaluannya kusodok dari belakang. Terasa nikmat sekali cengkeraman vagina Vera ketika perlahan-lahan kubenamkan penisku. Dengan posisi doggy style Vera merintih kembali kerena sodokan dari belakang ini menyundul-nyundul Gspotnya. Dia mencapai orgasme lagi lalu ambruk.
Aku telentangkan badannya dan kembali kukayuh dengan gerakan yang cepat. Aku ingin segera menyudahi pertempuran ini karena aku juga sudah lelah. Aku tidak peduli dengan posisi nikmat Vera, aku mencari posisiku yang nikmat agar segera orgasme. Genjotanku makin cepat, eh ternyata Vera menyukai. “Kasari aku Pak, kasari,” rintihnya.
Aku pun mengikuti keinginannya dengan melakukan gerakan cepat dan kasar menabrak-nabrakkan kedua kelamin kami. Orgasmeku sudah makin dekat, tetapi Vera sudah merintih orgasme, Mendengar rintihan itu aku makin terangsang sehingga akupun mencapai ejakulasi dengan kembali sedalam-dalamnya membenamkan penisku
Vera kembali aku lumat bibirnya dan dia merespon dengan ganas. Ini adalah rahasiaku memuaskan wanita. Sebab perempuan jika mencapai orgsme lantas dikecup, maka rasa dirinya disayang pasangannya.
Vera tidak kuat berlama-lama dia langsung jatuh tertidur. Aku bangkit ke kamar mandi membersihkan diriku dan sekeluarnya membawa handuk basah yang hangat. Memek Vera yang sudah penuh dengan spermaku sampai meleleh keluar aku bersihkan. Vera tidak kuat membuka matanya. Dia tertidur pulas ketika memeknya aku bersihkan.
Badannya masih telanjang aku tutupi dengan selimut tebal. Vera sudah mendengkur halus. Aku ikut masuk ke dalam selimutnya juga dalam keadaan telanjang.
Mungkin kurang dari 5 menit aku pun sudah hanyut tertidur.
Aku tersadar bangun ketika merasa penisku digenggam-genggam. Dari celah kordin kulihat sinar matahari mulai terang. Vera sudah kembali bernafsu dan kubiarkan saja sampai akhirnya dia mengulum penisku. Pertahananku tentu saja kuat karena tadi malam sudah dua kali aku nyembur. Kami main sekali lagi dan ketika mandi saat berendam di air panas penisku kembali bangun, Vera langsung duduk dipangkuanku dengan sebelumnya memasukkan penisku kami bermain di dalam bath tub, rasanya memek Vera agak seret. Aku konsentrasi untuk bisa segera muncrat. Bener juga tidak lama kami bermain aku berhasil melepas spermaku meski cuma sedikit. Rasanya Vera belum nyampe.
Sejak permainanku pertama, untuk selanjutnya aku selalu diundang ke rumah mereka.Aku tidur dengan Vera sementara Rama tidur sendiri di kamar lain. Aku kasihan juga melihat penderitaan Rama. Ketika masalah ini aku singgung dalam obrolan kami, Rama menyatakan, jika aku yang meniduri istrinya dia sama sekali tidak keberatan, karena Rama merasa berhutang nyawa denganku.
Kadangkala, sebelum nafsuku bangkit , Vera sudaha menelponku untuk menginap di rumahnya. Sesungguhnya nafsu Vera cukup besar. Pantas saja dia sulit menahan hasrat sexnya saat suaminya tidak mampu. “ Bapak saya ikhlas lahir batin, Bapak itu sudah seperti saudara kandung saya sendiri, bahkan saya kadang-kadang merasa, bapak sepantasnya menjadi suami Vera,” kata Rama.
“Kalau soal yang lain saya dapat mengerti, tetapi kalau saya menjadi suami Vera, rasanya saya tidak tega memelihara perasaan seperti itu,” kataku.
Masalah seperti ini pernah kami diskusikan bersama Vera. Sebenarnya tidak sulit menggeser Vera untuk menjadi milikku. Namun hati kami sama-sama merasa tidak tega terhadap Rama.
Sekitar 6 bulan aku berusaha membuahi Vera akhirnya mulai menunjukkan hasil. Hasil pemeriksaan Vera positif hamil. Meski dalam keadaan hamil, hasrat Vera tidak surut. Kami berhenti berhubungan sampai menjelang kelahiran anaknya ketika usia kandungannya sudah hampir 9 bulan. Bagi yang belum pernah, rasa menyetubuhi wanita hamil muda itu rasanya nikmat sekali. Memeknya terasa lebih mencengkeram.
Aku bersama Rama menunggu proses melahirkan Vera di rumah sakit. Anaknya berhasil lahir secara normal. Ketika aku diajak masuk ke ruang persalinan oleh Rama aku menolak. Nggak enak rasanya, meski itu benihku. Biarkanlah Rama mewujudkan keinginannya menjadi ayah. Anak yang lahir laki-laki.
Selama masa nifas tentu saja aku haru berusaha menahan diri. Setelah 40 hari undangan dari Vera agak sulit aku tolak. Aku terus melakukan hubungan dengan Vera dan Rama makin akrab.
Aku menyarankan Vera agar tidak hamil lagi dalam waktu dekat. Paling tidak perlu waktu sela 18 bulan. Dia menuruti dengan memasang spiral. Setelah setahun setengah spiral dilepas dan tidak sampai sebulan Vera langsung hamil lagi. Kami menerapkan cara-cara mendapatkan anak perempuan.
Upaya kami membuahkan hasil, karena anak keduanya memang lahir perempuan. Rama bukan main girangnya melihat anaknya sudah sepasang.
Sejak anak kedua lahir aku agak jarang mengunjungi keluarga Rama, karena selain Vera lelah mengurus kedua anaknya, aku pun sudah menemukan tambatan baru dan mengawininya.***


Baca juga...



Kembali ke Beranda

0 komentar:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

Pilih judul

Kategori

Pengunjung

Ditunggu kunjungnya kembali...