Klik disini untuk melihat judul cerita yang akan segera terbit !!
Diberdayakan oleh Blogger.

Rabu, 20 Agustus 2014

Nikmatnya investasi perkebonan II

Bagikan :

Hampir setahun aku menjalani hidup free sex dengan Imah sampai suatu hari dia dengan berlinangan air mata menyampaikan bahwa dia akan menikah dengan duda di kampungnya.
Menurut Imah sudah sebulan dia pendam ingin menyampaikan kepadaku, tetapi dia merasa tidak kuat, sampai akhirnya mendekati waktu dead-line.

Calon suaminya cukup baik dan lumayan bagus serta punya kehidupan yang mapan. Umurnya selisih 10 tahun lebih tua. Aku tentu saja tidak bisa menahan atau melarangnya menikah, karena itu adalah masa depannya.

“Pak saya sudah berusaha mencari gantinya, saya pilih yang paling cocok untuk bekerja di rumah Bapak ini, kalau bapak bersedia anaknya akan saya bawa besok.” ujarnya sambil sesekali menghapus air mata.

“Maaf pak, sebetulnya sih tidak terlalu cocok dengan Bapak, tetapi saya kasihan dengan kehidupannya. Dia yatim piatu, selama ini tinggal sama neneknya yang kehidupannya juga sangat pas-pasan. Dengan bantuan tetangga dan saudara-saudaranya dia bisa lulus SMA. Pak kalau boleh dia selain ngurus rumah, juga bisa Bapak kerjakan di kantor, entah untuk buat kopi atau urusan administrasi.” katanya.

“Lha jadi masih muda banget ya, kalau baru lulus sma, umurnya baru sekitar 17 dong,” ujarku.
Imah membenarkan, “Itulah pak makanya sebenarnya tidak terlalu cocok dengan bapak, karena dia masih sangat muda, tapi bagaimana ya. Oh ya dia sebenarnya sudah mau dilamar orang Jakarta untuk kawin kontrak, tapi orangnya jelek Pak, mana perutnya buncit banget, jadi anak ini ogah,” kata Imah.

“ Dia udah pernah kok melihat Bapak, bahkan sudah sering, cuma mungkin bapak tidak memperhatikan,” kata Imah.

Imah nyrocos terus sementara otakku berputar-putar antara bayangan ngeloni ABG dengan berbagai macam risiko yang mungkin timbul. Aku memang gemar bermain dengan ABG, tetapi yang ditawarkan ini bukan “sate” tapi “kambingnya”. Maksudnya jika aku bermain dengan ABG selama ini ya ibarat beli sate, tapi kali ini ABG ini kan akan aku urus, ibarat piara kambing.

Pikiran positif dan negatif berperang dalam otakku, sehingga aku jadi termenung saja mendengar uraian si Imah. Ada juga rasa iba melihat nasib anak itu, disamping itu juga ada rasa pengin. Aku tidak munafiklah.

“Ya sudah besok anaknya bawa kemari, saya mau liat dulu,” kataku.
Imah menyambut germbira dan memeluk dan menciumku. Mungkin dia merasa usulannya aku terima. Benar sih sebetulnya 80 persen aku sudah setuju. Tetapi kalau tampangnya jelek, bodynya tidak menarik, biar pun abg aku tidak akan tergoda.

Keesokan harinya seusai aku keliling kebun dengan kendaraan ATV sekitar jam 11 siang aku kembali ke markas, yang juga merupakan kantor dan rumahku sementara berada di kebun. Sebetulnya aku tidak ingat bahwa hari itu, Imah akan menunjukkan calon penggantinya.

Ketika aku naik ke atas rumah, yang merupakan tempat tinggalku. Imah dan seorang gadis menyambutku. Imah menyalamiku dengan mencium tanganku gadis yang bersama imah itu juga bertindak begitu.

Dia memperkenalkan namanya Maya. Aku terkesan, karena sosok anak ini tidak seperti yang kubayangkan. Tingginya lumayan mungkin sekitar 165, kulit putih bersih, wajah ayu, hidung agak mancung, rambut lurus sebahu dan bibirnya tipis. Meski dia mengenakan kaus yang dibalut dengan sweater, tetapi tidak bisa menyembunyikan payudaranya yang kelihatan besarnya diatas rata-rata. Aku membatin, anak secantik ini tidak pantas, miskin. Ada pertanyaan yang tidak aku lontarkan. Sebab tidak mungkin ada gadis desa yang secakep, bahkan wajahnya cenderung ada campuran bule.

Si Imah menceritakan bahwa Ibunya dulu bekerja sebagai TKW di Singapore. Konon dia bekerja di keluarga bule. Akibat keintimannya dengan majikan, akhirnya hamil. Istri si bule tahu sehingga akhirnya diusir pulang. Di kampung Ibu Maya bertahan sampai melahirkan. Mereka dulu termasuk orang berada, karena ibu Maya mendapat bantuan dari si Bule. Setelah Maya berumur 2 tahun, ibunya kembali menjadi TKW, bukan ke Singapura, tetapi ke Taiwan. Di Taiwan kecelakaan terjadi lagi, sehingga ibu Maya kembali membawa oleh-oleh di perutnya. Dari hasil menjadi TKW mereka di kampung sempat mempunyai warung. Namun karena ibunya terkena kanker, perlahan-lahan harta yang dikumpulkan habis bahkan warungnya pun tutup. Penyakit itu kemudian merengut nyawa ibu Maya. Pada saat itu hartanya sudah habis-habis.

Tragis juga cerita keluarga Maya. Saya baru mengerti sehingga pantaslah anak ini cantik tidak seperti anak desa pada umumnya. Tentunya berat untuk menolaknya. Setelah aku bertanya beberapa hal, Maya lalu diajak Imah melihat sekeliling rumahku dan beberapa fasilitas yang ada. Imah dengan pedenya merasa bahwa aku sudah setuju menerima penggantinya. Tapi emang sih, aku tidak bisa nolak. Kalau di Jakarta, anak secakep ini pasti aku buru meski pun minta bayaran mahal. Lha ini di tengah perkebunan yang sepi, aku malah disodori barang kelas”Senayan City”

Maya terbiasa hidup mandiri dan bekerja keras, ketika bersama neneknya. Bahkan dia terbiasa membawa cucian piring atau baju ke kali di dekat rumahnya. Semua urusan rumah tangga sudah biasa ditangani. Untuk masalah mengurus rumah tangga aku tidak ragu kemampuannya, tetapi untuk aku keloni apakah dia ikhlas.

Ketika kami makan bertiga di meja makan, si Imah mulai nyerocos lagi. “May” sebutan Imah kepada Maya, “Kalau kamu kerja disini kamu harus bisa melayani makan bapak, masak membersihkan rumah dan kalau bapak cape kamu harus mijitin, ya” kata Imah.
Maya yang lebih banyak menunduk hanya mengangguk menjawab arahan Imah.

“Iyalah mending kerja sama Bapak di sini. Bapak orangnya baik, gajinya lumayan, bisa belajar kerja kantoran lagi. Dari pada kawin kontrak sama si buncit itu, mana jelek. Kalau Bapak kan cakep, Iya enggak May, “ kata Imah. Si Maya hanya diam saja.

Imah memang aku gaji lumayan juga, karena sedikit di atas upah rata-rata kabupaten. Selain itu sering aku kasih uang jajan yang kalau di jumlah bisa melebihi gajinya.

Otak ku terus berproses mengenai apa yang bisa aku berikan kepadanya. Selain kerja rumah tangga, dia akan aku pekerjakan di kantor untuk mencatat pembukuan membantu bagian akunting. Pastinya kerja di kantor akan ada gaji juga nantinya.

Setelah mendapat kepastian Maya aku terima bekerja di rumah ku di kebun, Imah lalu minta izin mengantar Maya ke kampung untuk mengambil baju ganti. Jarak kampung dengan rumahku sekitar 5 km. Kebun yang aku garap sampai ke pinggir kampung itu. Kedua mereka mengunakan sepeda motor milik Imah.

Aku sudah berpesan kepada Imah agar dia mendampingi Maya selama sebulan agar dia terbiasa dengan pekerjaan yang tadinya dipegang Imah.

Sejak kehadiran Maya, pergumulanku dengan Imah jadi terganggu. Masalahnya bukan karena Imah segan bergumul dengan ku , tetapi kalau malam, Maya tidak berani tidur sendiri. Sementara itu belum waktunya mengajak Maya bersatu dalam kamarku bersama Imah. Dia masih terlalu hijau.

Jadi kami sering melakukannya pada siang hari, ketika Maya sedang asyik belajar akunting di kantor di lantai bawah.

Semula aku tidak tahu bahwa Maya penakut. Karena memang Imah tidak menceritakan. Jika pada awal-awal dia tidak berani ditinggal sendiri di kamar, aku pikir suatu ketakutan yang wajar. Rumah kebun ku ini memang jauh dari tetangga dan kalau malam sepi sekali. Meskipun begitu rumahku kalau malam dijaga 2 penjaga malam pensiunan tentara.
Setelah sebulan, Maya jadi terbiasa hidup bersamaku dan bekerja dikantor jika siang hari. Saatnya Imah berhenti dan mempersiapkan perkawinannya. Hari pertama, Maya ditinggal sendiri, dia kelihatan gelisah, terutama setelah jam kantor selesai.

Aku tidak memahami apa yang menyebabkan dia gelisah. Untuk bertanya aku menahan diri. Seperti biasa dia menyiapkan makan malamku. Kami sama-sama menikmati makan malam di meja. Aku lalu minta dibuatkan wedang jahe, yang diseduh dari saset yang memang sudah aku siapkan, jadi gak perlu susah cari jahe segala.

Aku merasa nikmat menyeruput air jahe sambil menonton TV. Maya ikut nimbrung. Sambil kami nonton aku ngobrol mengenai berbagai macam, untuk mencairkan kekakuan. Maya memang cepat akrab dan memanggilku ayah. Dia kusuruh memilih saluran TV yang dia senangi, tapi dia menolak, karena dia katakan mau ikut saja sama apa yang saya sukai.

Aku selalu memilih saluran berita atau film action, tapi kadang-kadang tertarik juga menikmati film dokumentasi yang ditayangkan Discovery atau National Geography. Sementara aku asyik menyimak tayangan dokumentasi ilmu pengetahuan, ternyata si Maya sudah terkantuk-kantuk.

Dia kusuruh tidur di kamarnya, bekas kamar si Imah. Dengan langkah berat dia menuju kamarnya yang letaknya agak kebelakang, yang hanya berselang satu kamar dengan kamarku. Kira-kira setengah jam kemudian aku pun diserang kantuk pula, lalu segera masuk kamar dan meredupkan lampu kamar.

Entah berapa lama aku kemudian sudah mulai agak tertidur, terbangun karena kamarku di ketuk. Antara sadar dan tidak aku bangun untuk melihat siapa sih yang ngetuk-ngetuk kamarku. Kukuak pintu, ternyata si Maya sambil memeluk bantalnya berdiri di depan pintu kamarku. “Ayah saya takut,” katanya sambil nunduk.

“Takut sama apa, “ tanyaku agak menyelidik.
“Takut tidur sendiri di kamar belakang,” katanya.

Tidak ada jalan lain untuk mengatasi rasa takutnya maka aku ajak dia tidur dalam kamarku. Dikamarku hanya ada satu kasur, meski cukup lebar. Mungkin rasa takutnya mengalahkan rasa segannya untuk tidur satu kasur denganku. Jadi dia langsung mengambil posisi tidur di bagian yang spreinya kelihatan masih rapi.

Dia tidak membawa selimut, hanya sarung. Padahal pada malam hari udara sangat dingin. Aku saja harus berselimut tebal. Dia tidur membelakangiku. “dingin?” tanyaku.

“Iya yah,” jawabnya.

Lalu dia kutawari masuk kedalam selimutku. Aku memang hanya punya satu selimut. Itu pun sebenarnya bukan selimut, tetapi bed cover.

Kantukku jadi hilang karena tidur berada dalam satu selimut dengan ABG yang cantik. Sampai pagi tidak terjadi insiden apa-apa. Padahal sejataku sudah standby terus. Tapi nafsuku kukalahkan dengan akal sehatku sendiri.

Begitulah ceritanya untuk seterusnya dia tidur bareng aku dan sudah tidak ada lagi rasa canggung. Malah lucunya dia sering mengajak aku tidur (kayak istri aja) masalahnya jika dia masuk kamar duluan, sedang aku masih nonton TV, dia juga takut dikamar. Parah banget penakutnya.

Mulanya dia selalu tidur miring membelakangiku, setelah sekitar seminggu dia mulai tidur telentang. Nah kemarin malam dia kok tidur miring menghadapku. Aku masih tidak memberi reaksi. Pikiranku berkecamuk karena Maya ini lebih muda dari anak bungsuku. Jadi ya agak gimana lah gitu.

Malam ini kami masuk kamar sekitar jam 9 malam. Maya langsung mengatur posisi tidur miring menghadapku. Setengah jam kami diam karena tadi sudah puas ngobrol sambil nonton TV.

Aku pikir dia sudah tidur rupanya belum karena dia nyeletuk, “Yah malam ini dingin banget, boleh enggak Maya dipeluk ayah.”

Aku memang belum tidur jadi sulit juga menolak permintaannya. Maka aku peluklah dia. Aku pikir anak perempuan ini sedang merindukan sosok ayahnya. Maklum dia tidak sempat mengenal ayahnya. Bagaimana ya, seorang laki-laki normal memeluk perempuan cantik masih muda dalam satu selimut. Ya otaknya langsung singit. Tapi aku tetap masih berusaha menjaga agar tidak singit. Aku hanya mencium keningnya dan menarik ke dalam pelukanku. Namun aku mendeteksi nafas Maya hembusannya keras dan terdengar seperti agak mendengus. Sebagai pemain kawakan aku paham perempuan ini sedang dalam keadaan terangsang. Dia tidur menghimpitku di sisi kiriku. Lenganku terhimpit oleh susunya. Lenganku merasa bahwa dia tidak mengenakan bra, sehingga tetek lembutnya terasa menekan lenganku.

Pikiranku berkecamuk, antara Maya menginginkan keintiman yang lebih, atau hanya ingin dipeluk untuk memberi rasa perlindungan. Sejauh ini aku belum berani berbuat tidak senonoh, jadi setelah mencium keningnya yang ternyata menimbulkan reaksi pada dirinya dengan makin rapat memelukku dan sepertinya dia memberikan wajahnya untuk aku cium lagi. Maka pipinya aku cium. Hembusan nafasnya makin deras. Aku mencium mulutnya yang masih tertutup. Aroma pasta gigi terasa dari hembusan dari mulutnya. Mulanya dia terdiam dan bibirnya terkatup tetapi terasa agak bergetar. Tidak ada penolakan, mungkin karena dia belum pernah dicium laki-laki jadi masih bingung. Melalui mulutku aku mencoba membuka mulutnya dan melakukan ciuman french kiss. Saat itu baru dia bereaksi dan membalas ciumanku dan lidahnya ikut bermain. Lama sekali kami saling berpagutan sampai dia terengah-engah seperti kehabisan nafas.

“Ayah, Maya sayang ayah, “ katanya sambil tenggelam dipelukanku

Aku membalas pelukannya dan membelai rambutnya. Untuk malam ini aku membatasi cumbuan sampai hanya pada ciuman.

Bukan malam itu saja sampai 2-3 malam berikutnya aku juga tidak bergerak lebih jauh dari hanya berciuman saja. Tetapi akhir-akhirnya dia tidak lagi mencium dan berciuman denganku di tempat tidur, tetapi dia sofa dia minta pangku duduk menghadapku dan menciumiku. Penisku yang mengeras didudukinya dan rasanya berada tepat dibelahan selangkangannya. Tidak kuketahui pasti apakah penisku menekan memeknya atau belahan pantatnya. Tapi pasti dia merasa menduduki penisku yang mengeras.

Cumbuan kami teruskan di kamar, karena memang sudah malam. Kami berangkulan di dalam selimut. Udara memang cukup dingin. Aku tidak mampu bertahan terus menerus tidak menjamah tubuh montok Maya, apalagi dia sepertinya memang menginginkan aku bertindak lebih jauh menjamah tubuhnya.

Aku menciumi telinga, lalu turun kelehernya. Sementara itu tanganku mulai menggerayang ke dadanya. Terasa dibalik dasternya Maya tidak mengenakan BH, karena di balik kain itu aku merasa kekenyalan susunya. Aku remas-remas dan mencari putingnya. Terasa agak keras di ujung payudaranya. Sementara itu Maya mendesis menikmati remasan lembut tanganku di teteknya.

Setelah tidak ada penolakan susunya aku remas, aku makin menggila dan berani memasukkan tanganku ke balik dasternya . Dasternya aku tarik keatas sampai tanganku menjamah gundukan payudaranya. Gundukan daging itu lebih besar dari lebarnya tanganku. Dagingnya terasa mengkal. Aku tidak meremas terlalu keras, tetapi meremas perlahan-lahan dan memlintir putingnya yang masih kecil. Rasanya putingnya sudah menegang.

Mulutku berpindah menyusu ke pentilnya dan menjilatinya. Maya menggeliat-geliat sambil terus mendesis. Kedua susunya aku kenyot bergantian dan aku jilati. Gerakan tubuhnya seperti menyodorkan teteknya untuk terus aku jilati dan kenyot.

Diantara kesibukan mengenyot, tanganku bergerak ke bawah mencari gundukan di selangkangan. Terjamah gundukan yang masih terbungkus celana. Aku menjejaki celah belahan kemaluannya. Terasa belahan itu di jari tengahku. Terasa celananya seperti basah. Maya sudah sangat terangsang sehingga cairan vaginanya meleleh keluar membasahi celananya.

Celah celana dalamnya tidak terlalu ketat, sehingga bisa aku pinggirkan untuk memberi ruang jariku menemukan celah vagina. Celah vaginanya terasa berlendir. Tidak ada penolakan Maya. Dia pasrah tubuhnya aku jelajahi. Maya malah mengangkat bokongnya ketika aku melepas celana dalamnya. Memeknya cembung dengan jembut yang masih sangat sedikit. Maya menggelinjang ketika jariku menyapu celah memeknya yang sudah banjir. Jariku segera menemukan letak clitorisnya lalu aku sapu dengan gerakan halus. Pusat birahinya terbelai oleh jariku membuat Maya tanpa sadar mengerang nikmat. Dia sudah tidak ingat apa-apa karena tingginya rangsangan.

Aku merangsang itilnya dengan gerakan halus memutar sambil sedikit menekan. Cairan dari celah vaginanya aku gunakan untuk melicinkan agar gerakan di itilnya jadi lancar. Sekitar 10 menit aku mainkan itilnya sampai akhirnya dia mencapai orgasme. Dia mengerang sambil menjepit tanganku dan terasa memeknya makin banjir dan berkedut-kedut.

“Ayah enak banget ayah, Maya makin sayang ama ayah,” katanya sambil memelukku. Aku menjawab dengan mengucup mulutnya. Selimut sudah terbuka sehingga kedua tubuh kami terpapar dengan udara dingin. Tapi anehnya aku dan mungkin juga Maya tidak merasa dingin. Badan kami malah berkeringat.

Aku bangkit, lalu pindah ke posisi diantara kedua kakinya aku mengoral memek Maya. Mulanya Maya bertanya apa yang akan aku lakukan. Pertanyaannya tidak aku jawab tetapi langsung membekapkan mulutku ke memeknya yang banjir dengan lendir. Tidak tercium bau yang mengganggu.

Dengan lidahku aku menjilati belahan memeknya dan lidahku langsung menemukan titik clitorisnya. Maya merintih, “ aduuuhh ayaahhh, maya dia apain, enak banget. Aduh memek maya rasanya enak banget, aduuuuuuh ayaaaah.”

Mulutnya tidak henti-hentinya merintih sampai akhirnya dia kembali mencapai orgasme, yang katanya luar biasa enaknya. Setelah orgasme itu aku merasa sudah cukuplah, karena kalau dilanjutkan bisa jebol segelnya. Aku mengambil celananya dan berusaha memakaikan dari kaki. Tapi Maya malah menolak. Ayah Maya ingin tidur gak pakai baju biar meluk ayah bisa langsung kena kulit. Maya bangkit sambil duduk dia melepas dasternya. Setelah dia bugil dia lalu memintaku untuk juga membuka kaus oblong, sarung dan celana dalamku. Dia yang membuka. Akut turuti saja apa yang dia maui nanti. Setelah kami berdua bugil dia menarik selimut dan kami berpelukan di dalam selimut. Kulit kami memang saling menempel. Tapi cilakanya penisku tidak bisa ditidurkan. Posisinya mengeras sehingga menarik perhatian Maya.

Tangannya meremas-remas penisku yang mengeras sempurna. Sambil tidur dia terus memainkan penisku. Aku tidak mengajarkan apa-apa, kecuali membiarkan nalurinya menuntun tindakan apa yang dilakukannya.

Mungkin karena lelah setelah dua kali orgasme, Maya tertidur dalam pelukanku. Perlahan-lahan aku lepas pelukannya dan aku bangkit menuju kamar mandi sambil telanjang. Dikamar mandi aku kocok penisku dengan bantuan pelicin sabun. Tidak terlalu lama muncratlah spermaku sehingga lega rasanya. Setelah aku bersihkan aku kembali masuk selimut bersama Maya.

Pagi-pagi sekitar jam 6 kami bangun dalam keadaan masih bugil. Udara masih sangat dingin. Namun karena jam 7 pegawai sudah mulai berdatangan, maka sepagi ini aku memutuskan mandi dulu. Dengan hanya menggunakan sarung aku masuk kamar mandi yang ada dikamarku. Tak lama kemudian masuk Maya yang katanya mau ikut mandi bersamaku. Aku sudah telanjang, dia pun membuka dasternya. Dibalik daster itu memang tidak ada celana dan bra lagi, sehingga dia langsung telanjang.

Tubuhnya mendekati sempurna, tetek yang cukup besar mancung kedepan, dan belum terlihat kendor. Puting yang kecil masih agak kemerah-merahan. Perut rata, pinggang mengecil. Memeknya cembung dengan sedikit bulu jembut di puncak belahan memek dan sedikit saja di sisi kiri dan kanan belahan memek. Pantatnya bahenol dan pahanya yang berisi tegap, tetapi betisnya langsing dan tumitnya kecil kulit putih. Maya memang benar-benar memiliki tubuh yang sempurna .

Aku mandi dengan pancuran air hangat dan kami saling menyabuni, dia sempat memainkan penisku sehingga pagi itu aku muncrat lagi karena dia berhasil aku ajari ngocok. Meski umurnya masih remaja, tetapi tindakannya sama sekali tidak canggung. Bahkan dia tidak merasa malu memperlihatkan semua bagian tubuhnya.

Seharian setelah malam itu saya tidak tenang berkerja, pikiran tidak fokus. Saya berpikir dan membayangkan, apa yang akan terjadi nanti malam, apakah saya akan bertahan sampai batas yang dicapai tadi malam, atau maju lagi.

Entah dapat kekuatan dari mana setelah siang itu saya ketemu lagi dengan maya dalam kesempatan makan siang, saya memutuskan untuk berhenti atau tidak melebih batas yang telah saya capai. Saya tidak mau timbul risiko macam-macam kelak di kemudian hari.

Malamnya seperti biasa dia bermanja-manja dengan saya. Maya mungkin menemukan sosok ayah yang sekaligus pacar. Jadi dia menemukan pelindung dan penyayang. Saya merasa begitu, sehingga saya sadar peran.

Malam itu kami tidur dengan damai, dia hanya minta tidur dipeluk saja. Itu adalah wajar pikir saja. Saya kali itu lebih cepat tertidur, mungkin karena tadi siang kerja melelahkan. Paginya seperti biasa mandi bersama tetapi tidak terjadi insiden.

Aku hari itu harus kembali ke Jakarta. Jika aku kembali ke Jakarta, maka Maya juga pulang kerumah neneknya. Pastilah dia tidak berani tinggal sendiri di rumah, meski dibawah ada penjaga. Orang tidur di kamar sendiri aja takut.

“Ayah jangan lama-lama dong di Jakarta,” katanya.

Aku berkata dalam hati, inginku juga begitu, tetapi aku juga harus membagi peran untuk menjadi ayah yang baik di keluarga. Selama di Jakarta pikiranku melayang-layang memikirkan Maya. Oleh karena itu menunggu sejak selasa ke Jumat rasanya seperti lama sekali.

Hari Jumat pagi-pagi sekali aku sudah bertolak ke kebun. Lepas makan siang aku baru sampai. Perjalanan dari Jakarta cukup melelahkan karena perlu waktu sekitar 8 jam. Maya sudah terlihat aktif di kantor. Di depan pegawai-pegawai ku, Maya bisa akting, dengan menempatkan diri sebagai pegawai. Kedekatan hanya biasa , jika kami hanya berdua. Itu memang sudah komitmen kami.

Aku masih berpegang pada batasan yang beberapa hari lalu aku tetapkan sendiri. Aku harus menang melawan hawa nafsu di tubuhku sendiri. Selesai makan malam, ritual kami adalah menggosok gigi baru masuk ke peraduan. Maya sudah menggelendot terus dari tadi. Mungkin dia rindu karena berpisah beberapa hari.

Pada saat kami berbaring, dia langsung menyerangku dengan ciuman dan kali ini tangannya aktif pula meremas selakanganku. Aku biarkan saja. Bisa saja dia baru dapat ilmu baru, atau memang dia punya rencana. Aku tidak membalas, kecuali pasif. Benar juga, tangannya tidak hanya meremas dari luar celana dalamku, tetapi menelusup ke dalam dan berusaha memelorotkan celana dalam ku.

Setelah dia menciumiku, lalu dia menelusuri leher turun terus ke bawah, lalu menjilati dua putingku. Rasanya geli, tetapi aku berusaha menahan. Sementara itu tangannya masih terus meremas dan sesekali mengocok penisku.

Aku makin suprise karena ciumannya terus turun ke bawah sampai mendekati penisku yang sudah menegak. Luar biasa dia menciumi kantong zakarku menjilati batang penisku, juga kantong zakarku. Nikmat menjalari seluruh tubuhku sehingga aku tak kuasa jika tidak menggeliat nikmat.

Perlahan-lahan dimasukkannya ujung penisku ke dalam mulutnya lalu dia mulai menghisap. Aku merasa sedotannya bagaikan memaksa spermaku keluar dari tempatnya diproduksi. Tapi aku masih bisa bertahan dan membiarkan aksinya .

Rasa nikmat tidak bisa ditahan dan tidak bisa diabaikan, sehingga perlahan-lahan gelombang birahiku mulai muncul dan makin lama makin besar sampai pada titik no return. Dengan agak memaksa kujauhkan wajahnya dari penisku dan ujungnya langsung kubekap, karena sudah akan memuntahkan sperma. Aku belum tega membiarkan ejakulasiku meletus di dalam mulutnya.

Nikmat sekali rasanya setelah sperma dilepas. Setelah rileks aku bertanya dari mana pengetahuan ini dia dapat. Katanya dari film yang dia lihat di HP. Aku mahfum. Apalagi katanya dia penasaran ingin melakukan itu setelah melihat adegan oral .Dia berbaring disampingku. Tanganku langsung meraba kemaluannya. Ternyata di sana sudah tidak ada celana dalam. Aku merasa harus membalas budinya sehingga dia aku telanjangi dan aku memuaskan dia juga dengan mengoralnya sampai dia mencapai orgasmenya.

Setelah siuman dia bertanya kepadaku, kenapa aku tidak berusaha memasukkan penisku ke dalam memeknya. Dia mengatakan sudah siap dan rela melepas keperawanannya untukku. Aku katakan bahwa untuk itu aku belum berani, karena dia masih terlalu muda. Yang membuat aku goyah, dia mengatakan ingin merasakan.

Untuk sementara ini aku berusaha menaklukkan nafsuku dengan mengatakan, nanti sajalah, kalau dia sudah benar-benar siap. Dia menanyakan kapan itu yang menurutku dia sudah siap. Tentu itu tidak bisa kujawab. “ pokoknya nanti sajalah”.

Dia agak kecewa tapi aku abaikan saja, karena aku masih kurang yakin, sebab bisa saja nanti aku terjebak dengan berbagai konsekwensi, jika segelnya aku jebol.

Pergelutan di dalam batinku kurang menarik jika aku uraikan dalam cerita ini. Tetapi kesimpulannya adalah aku berusaha sekuat mungkin menahan diri. Padahal Maya sudah pasrah
bahkan meminta untuk disetubuhi.

Aku pikir inilah akibat aku terlalu intim sampai melakukan cumbuan berat, sehingga saling mengoral sampai masing-masing kami mencapai orgasme. Tidak ada halangan atau rasa malu diantara kami untuk melindungi genital kami.

Seperti halnya kepada Imah aku memberi pengertian bahwa meskipun aku menyayangi Maya dan sebaliknya juga begitu, tapi aku tidak mungkin memperistri Maya, karena aku sudah berkeluarga. Selama keadaan memungkinkan aku akan membantu Maya untuk masa depannya.

Dibalik kekhawatiran ku menahan diri tidak menjebol Maya, tetapi ada juga kekhawatiran mengenai kemungkinan Maya bermain dengan laki-laki lain dan dengan mudahnya menyerahkan mahkotanya. Aku tidak mau seperti itu.

Seminggu ini aku tidak perlu mengekang diri, karena Maya sedang haid. Kami tidur berdampingan dalam keadaan damai, maksudnya tidak ada pergelutan. Dia tetap manja menggelendot. Bedanya selama dia haid dia tidak minta dimandikan. Mungkin dia malu oleh darah yang keluar dari vaginanya.

Tanpa terasa sudah 3 bulan Maya tinggal bersamaku dan tidur di sebelahku. Aku mempunyai persiapan jika sewaktu nanti aku tidak mampu lagi menahan nafsu dan harus menyetubuhi Maya, aku sudah menyimpan K-jel, untuk melicinkan jalan masuk.

Setelah selesai masa haidnya, Maya kembali merengek minta disetubuhi. Dia katanya penasaran sekali karena melihat di video, kelihatannya hubungan sex itu nikmat katanya, selain itu rasa penasarannya juga ikut mendorong. Sudah aku jelaskan bahwa penetrasi penis ke vagina itu pada awalnya akan perih, karena robeknya selaput perawan. Dia sudah tahu, katanya, tetapi tetap ingin mencoba.

Akhirnya aku setujui malam itu akan memberi pengalaman baru. Untuk awalnya aku minta di oral sampai aku mencapai orgasme. Dia mengoralku dengan penuh nafsu . Bajunya telah dia buka semua. Untuk mempercepat aku mencapai orgasme dia berada di atasku dengan posisi terbalik. Kali ini lampu kamar dalam keadaan terang benderang, sehingga aku bisa melihat dengan jelas celah memeknya yang merekah. Pemandangan itu menaikkan birahiku. Aku mencoba melakukan juga oral terhadapnya, tetapi posisi aku dibawah agak sulit melakukan oral yang sempurna, sehingga ketika aku mencapai orgasme dia belum nyampe.

Kami jeda sejenak. Setelah itu aku melakukan oral. Pada ronde pertama aku mengoralnya di tempat tidur sampai dia menyampai orgasme, Aku masih meneruskan oral untuk orgasmenya yang kedua. Orgasme keduanya datang lebih cepat.

Lubang memeknya sudah banjir oleh cairan, baik cairan yang keluar dari vaginanya sendiri maupun ludahku yang sudah bercampur. Ritual memperawani dimulai dengan menempatkan bantal yang sudah dilapisi handuk kecil putih di bawah pantatnya.

Penisku aku lumuri K jel. Meski belum 100 persen mengeras, tetapi sudah cukup keras untuk menerjang masuk ke dalam celah vagina. Apalagi rangsangan diotak yang membayangkan memerawani cewek cakep.

Selain ujung penisku, di sekitar lubang vaginanya sudah aku lumuri pelumas. Kepala penisku setelah tepat berada di gerbang vaginanya lalu aku tekan perlahan-lahan. Maya meringis menahan sakit. Tapi tangannya yang memegang pinggangku terus menarik tubuhku untuk maju lebih jauh. Aku melancarkan jalan masuk dengan bergerak maju mundur sampai dia tidak merasa terlalu perih. Maju mundur sambil makin maju sehingga seluruh kepala penisku bisa tenggelam. Sampai batas itu, ada halangan, yang aku perkirakan disitulah letaknya selaput dara.

Penisku seperti menemukan jalan buntu, karena meskipun sudah kulakukan pelancaran jalan dengan menggerakkan maju mundur, tetapi tetap berhenti di batas itu. Aku berhenti menggenjot dan merapatkan posisi kepala penisku pada selaput penghalang. Gerakan yang aku lakukan adalah gerakan bagaikan senam kegel, atau kontraksi. Dengan irama konstan penisku aku keras dan kendurkan sambil sedikit-sedikit menekan ke dalam. Terasa perlahan-lahan tambah masuk. Sementara Maya mengernyitkan matanya dan tangannya menggenggam sprei. Dia kelihatan sekali menahan sakit. Aku bertanya padanya, apakah diteruskan atau berhenti. Dia hanya mengangguk. Jawaban itu tentu tidak aku pahami. “Teruskan ?” tanyaku. Dia mengangguk.

Pada kesempatan dia lengah karena kosentrasi gerakan angguk itu aku menekan dengan lebih bertenaga sambil mengeraskan penisku. Terasa seperti bunyi kres lantas penisku maju menjulur masuk sampai ambles seluruhnya. Memeknya terasa sangat sempit, sehingga sejujurnya aku juga merasa sakit, karena seperti terjepit penisku.

Untuk sementara waktu aku jeda tidak melakukan gerakan apapun kecuali gerakan kontraksi. Setiap gerakan Maya mengikuti dengan kernyitan matanya. Berarti dia merasa sakit. Sekitar 2 menit jeda, perlahan-lahan aku tarik sedikit lalu aku benamkan lagi dengan gerakan perlahan-lahan. Ketat sekali vagina yang baru dibuka segelnya sehingga gerakan maju mundur jadi tidak lancar. Aku terus melakukan gerakan maju mundur dan makin lama rasanya makin lancar. Jika aku tidak melepas spermaku dengan oral tadi, maka aku tidak bisa bertahan selama ini. Memek sempit meski agak sakit di penis, tetapi memberi kenikmatan yang top.

Makin lama gerakan makin lancar dan lubang vaginanya makin licin. Aku coba keluarkan penisku, terlihat lendir bercampur darah, tapi cuma sedikit. Dengan handuk aku bersihkan lendir di penisku lalu aku coba memasukkan ke vagina. Jalan masuknya lebih mudah di terobos, tanpa halangan penisku terbenam di lahap memeknya. Maya masih merasakan sakit, tapi katanya dia bisa tahan. Aku terus mengocok maju mundur yang kurasa sekitar 10 menit baru terasa aku akan memuncratkan sperma. Buru-buru aku cabut dan ku tumpahkan di atas perut si cantik.

Lelah dan puas rasanya. 2 kali ejakulasi membuatku sangat lelah. Apalagi proses membukaan segel tadi sangat menguras energi dan konsentrasi. “Gimana rasanya enak, atau sakit,” tanya ku.

“Sakit, perih ayah,” kata Maya.

Aku jelaskan bahwa di dalam vagina nya sekarang ada luka, mungkin sampai 3 hari masih terasa perihnya. Maya kemudian mengaku memeknya perih ketika kencing. Dibawa jalanpun agak sakit. Malam itu aku tidur berpelukan telanjang dengan maya sampai pagi tidak ada insiden.

Selama 3 hari kemudian kami istirahat tidak melakukan cumbuan yang berarti. Setelah merasa memeknya tidak perih lagi, mungkin sekitar seminggu setelah penjebolan perawan, Maya menggodaku dan mengatakan ingin mencoba lagi. Permintaannya aku layani, tetapi aku tetap membutuhkan olesan pelumas untuk memperlancar.

Pada saat awal penetrasi, dia merasakan perih, tetapi setelah masuk seluruhnya perihnya mulai hilang dan seterusnya ketika aku genjot dia mulai mendesis nikmat. “ Masih sakit ?” tanyaku.

Maya menggeleng, “ enak” katanya. Aku terus menggenjot. Memeknya sempit banget sehingga aku tidak mampu bertahan lama. Maya belum mencapai puncak kepuasan aku sudah keburu keluar. Kutarik penisku dan kutumpahkan di perutnya. Takut bunting man.

Sejak saat itu setiap malam Maya selalu minta disetubuhi. Meski kadang aku kurang bergairah, tetapi dia pandai mengolah sehingga penisku berdiri dan dia yang aktif melakukannnya dengan mengambil posisi diatas. Kalau pada awalnya aku kurang bergairah. Pertahananku bisa lama sekali. Bahkan sering, Maya sudah mencapai 2 kali orgasme, aku masih sulit mencapainya. Akhirnya permainan selesai tanpa aku mendapat orgasme.

Memang kurang memuaskan rasanya, tapi aku berpikir, dengan begitu aku bisa menyimpan energi.

Mungkin sudah 6 bulan aku terbiasa berhubungan dengan Maya. Sampai dia kini mahir bermain dengan berbagai posisi dan melakukan bermacam-macam gerakan. Selain melayaniku makin komplit ternyata kerja di kantorpun dia makin banyak diberi tanggung jawab.

Kendala yang masih tersisa adalah penakut. Kami lama berdiskusi soal perlunya dia ditemani, sehingga bisa tetap tinggal di rumah ini, meski aku balik ke Jakarta. Namun Maya merasa sayang, jika ada yang menemaninya dia tidak bisa bobo lagi denganku. Sehingga cukup lama pertimbangan itu terbengkalai.

*******


Baca juga...



Kembali ke Beranda

0 komentar:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

Pilih judul

Kategori

Pengunjung

Ditunggu kunjungnya kembali...