Klik disini untuk melihat judul cerita yang akan segera terbit !!
Diberdayakan oleh Blogger.

Rabu, 20 Agustus 2014

Anak mempromosikan ibunya

Bagikan :

Suatu hari aku diajak temanku Adi untuk melihat villanya yang baru selesai dibangun. Dia membeli sebidang tanah yang letaknya kira-kira di belakang wilayah Tapos, milik bekas Presiden Soeharto
. Dia membeli lahan sekiltar 500 m. Villa yang dibangunnya biasa saja, tidak mewah, tapi mempunyai cukup banyak kamar. Ada 4 kamar yang semuanya memiliki kamar mandi di dalam.
Udaranya sejuk, dia menawarkan aku membeli juga sebidang tanah di situ luasnya malah 700 m dan posisinya bagus. Kami berdua ngobrol di teras depan. Jalan didepan tidak terlalu ramai, hanya sesekali saja dilalui sepeda motor. Tidak lama kemudian muncul sepeda motor cewek berboncengan. Mereka tidak mengenakan helm. Si pengemudi menegur temenku, “ oom,” katanya.
Adi lalu melambai memanggil mereka. Motor itu putar arah dan kembali mendekati pagar rumah Adi. Aku dan Adi berdiri di balik pintu pagar. Setelah basa-basi sebentar, Adi langsung melontarkan pertanyaan “ Ada ?”.
“Banyak oom, tinggal oom maunya yang gimana,” jawab gadis itu.
Aku awalnya tidak paham topik pembicaraan mereka, sampai akhirnya mengerti setelah Adi melihat foto-foto dalam HP anak itu. Foto-foto ala kadarnya itu cukup banyak sekitar 20 mungkin lebih. Adi bertanya apakah aku berminat. Aku pun jadi penasaran ingin meneliti satu persatu foto-foto itu. Semuanya kisaran usia ABG. Tidak terlalu jeleklah, Rata-rata wajahnya lumayan manis-manis juga.
“Oom nanti saya tunggu ya di tempat biasa,” kata si cewek itu . Tak lama kemudian dia berlalu. Adi baru bercerita bahwa foto-foto itu adalah anak-anak di kampung dekat situ. Mereka semua bisa diajak tidur, tapi gak bisa dibawa menginap. Mereka bukan pemain profesional, tetapi anak-anak yang iseng cari duit untuk beli pulsa.
Adi mengajakku berboncengan motor matic turun ke kampung. Kami berhenti dan duduk di warung bakso di bangku yang menghadap keluar. Adi lalu mengirim SMS memberi tahu bahwa kami ada di warung bakso. Sekitar setengah jam kemudian di seberang jalan berdiri berjajar 5 cewek, usianya masih sangat remaja. Kami berdua meneliti ke lima cewek di seberang jalan. Mereka masih tergolong remaja tanggung. Kelimanya sih boleh juga, satu sama lain nilainya hampir sama lah. Aku melirik yang mengenakan baju kuning, kelihatannya teteknya paling besar.
Menurut Adi, anak-anak itu tidak perlu dikasi duit banyak-banyak. Adi lalu menyebut suatu jumlah yang menurutku sama dengan kalau aku pijat di Jakarta kota plus uang tipsnya. Adi mengirim sms ke cewe yang naik motor tadi mengenai pilihanku dan pilihan Adi. Entah dimana tempatnya untuk bertemu lagi, tapi Adi sudah paham betul nanti ketemu lagi di satu tempat. Kami kembali dengan motor ke villa Adi.
Dengan mobilku kami cabut dari villa, titik temunya ternyata di parkiran minimarket. Dua cewek pilihan kami sudah standby di sana, aku langsung mendekat dan Adi keluar. Dia pindah ke tempat duduk belakang dan cewek baju kuning pilihanku tadi di suruh duduk di depan.
Adi menunjukkan tujuan kami membantai cewek-cewek ini. Letaknya tidak jauh sekitar 15 menit jalan ke arah Sukabumi, lalu ada jalan raya ke kiri. Tidak jauh ada tempat penginapan yang berbentuk bungalow-bungalow kecil. Aku dan Adi turun ke resepsionis dan langsung bayar dapat kunci kamar.
Bell boy menunjukkan kamar yang kami pesan, dua bangunan berdekatan. Mobil aku surukkan ke dalam garasi. Bell boy sudah membuka pintu. Aku paham dia mengharap uang tips. Begitu pintu tertutup, cewek baju kuning yang menyebut namanya Hani langsung memelukku dan menggelendot. Aku lalu memeluknya sebentar. Dia kuajak ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Aku membuka pakaianku satu persatu, Hani mengikuti, membuka pakaiannya. Tanpa rasa malu dia sudah telanjang di depanku, padahal aku masih mengenakan celana dalam. Teteknya mungkin baru tumbuh tetapi sudah membubung dan lumayan besar juga untuk anak seumuran dia yang mengaku berumur 15 tahun.
Pentil teteknya belum berkembang dan aerolanya juga masih kecil. Namun teteknya sudah cukup tegap, terasa kenyal ketika aku remas. Aku membuka celana, langsung terlihat senjataku berdiri tegak. Memeknya masih polos belum ada bulu yang tumbuh. Aku sempat bertanya, apakah jembutnya dia cukur. Hani mengatakan memang belum ada bulunya. Pengalamanku bergaul dengan cewek-cewek Sunda mereka umumnya tidak memiliki bulu lebat. Beberapa kali aku bertemu dengan cewek Sunda yang sudah berumur hampir 25 tahun. Tetapi bulunya masih jarang. Jadi wajar saja kalau anak ini masih gundul, pada usia 15 tahun.
Bungalow ini lumayan bersih, ada air hangatnya. Kami berdua akhirnya mandi agar segar. Setelah mengeringkan badan, dengan berbalut handuk, kami langsung berbaring di tempat tidur. Aku mulai melakukan operasi meremas-remas nenennya. Daging payudaranya terasa sangat mengkal dan cenderung keras. Enak sekali meremasnya perlahan-lahan. Aku memainkan pentilnya yang masih kecil dengan memelintir-melintir. Setelah itu aku bangkit menciumi kedua putting yang masih kecil tetapi terasa mengeras.
Sambil menjilati pentil kecil tanganku merayap ke bawah mencari belahan memek. Gundukan memeknya terasa cembung dan belahannya masih rapat. Jari tengahku masuk ke sela-sela belahan itu lalu mencari cliorisnya. Jari tengahku belum merasa ada tonjolan itil. Aku menguyel-uyel daging di atas lipatan bibir dalamnya. Hani bereaksi dengan gerakan pinggulnya . Aku merasa menemukan itilnya dan terus aku mainkan. Sebetulnya aku ingin mengoral, tapi kali ini aku tahan saja keinginanku. Aku duduk di antara kedua kakinya sambil “membelah duren”. Terlihat warna merah muda di dalam belahan memeknya.
Aku tak ingin berlama-lama maka kondom aku pasangkan dan penis kuarahkan masuk ke lubang memek yang masih rapat. Perlahan tapi pasti, penisku terbenam tanpa halangan berarti. Cengkeramannya lumayan menjepit. Aku memompa sekitar 10 menit. Akibat pakai kondom, rasanya jadi kurang nikmat. Aku membalikkan posisi agar Hani diatas dan dia yang memacu. Pengetahuan dia lumayan juga karena gerakannya cukup bagus. Aku tidak tahu apakah dia lelah atau dia mencapai orgasme, karena setelah 10 menit dia ambruk di atas tubuhku dengan nafas memburu.
Kembali ke posisi semula aku mengenjot dia habis-habisan sampai akhirnya aku sanggup juga mencapai puncak. Aku benamkan dalam-dalam ketika berejakulasi dengan pengaman kondom. Setelah usai aku melepas kondom dan membuang ke tempat sampah yang berada di kamar mandi.
Hani kusuruh memijatku, tapi dia mengatakan tidak bisa mijat. Dia malah menawarkan ibunya, karena ibunya pintar memijat dan tahu urat. Hani mengaku ibunya janda umurnya sekitar 32 tahun. Aku jadi penasaran lalu menanyakan apakah Hani punya fotonya. Dia lalu mengeluarkan HP nya, HP buatan Cina dengan layar lebar. Dia lalu menunjukkan foto ibunya. Lumayan juga tidak terlalu gemuk. Di foto itu terlihat susunya besar sekali. Hani membenarkan, susu ibunya memang besar sekali.
Wah boleh juga di try sekali waktu batinku. “ Kapan oom mau pijat ama ibu,” kata Hani. Aku jawab belum tahu. “Ntar sore aja oom, nanti antar saya balik dan oom tunggu kabar di rumah Oom Adi. Nanti saya kabari kalau ibu bisa,” kata Hani.
Aku jadi tergugah . Main dengan Hani hanya aku lakukan satu ronde saja. Kami ngobrol sambil tidur telanjang berdua sampai Adi menelponku bahwa dia sudah selesai. Tidak sampai 3 jam kami habiskan waktu bermain dengan ABG. Setelah anak-anak itu turun, dalam perjalan ke villa Adi aku beritahu bahwa aku setelah ini berencana pijat. Dia sempat heran aku mau pijat sama siapa, setelah kuterangkan baru dia mengerti. '
Aku sempat menghabiskan secangkir kopi tubruk dan dua batang rokok sebelum telponku bergetar. Kulihat di layar muncul nama Hani. Dia menanyakan apakah aku jadi dipijat, kebetulan Ibunya bisa. Aku langsung bilang jadi. Jam berapa bisa dijemput, tanyaku. Terserah Oom bisanya jam berapa. Jam lima deh kataku, yang berarti sejam lagi dari saat itu.
Aku berjanji menjemput ibunya Hani di minimarket tadi. Adi tidak ikut, karena istrinya mau datang. Di minimarket itu dari kejauhan sudah kulihat seorang wanita paruh baya, dengan baju merah, rambut pendek. Aku tidak perlu parkir, tetapi berhenti sejenak dan membuka kaca. Wanita itu melihat ke dalam mobil lalu aku menganggukkan kepala. Dia langsung mendekat dan membuka pintu.
Setelah duduk disalaminya aku dan memperkenalkan diri dengan nama Euis. Aku lalu memanggilnya dengan panggilan khas Sunda, Teh Euis, dalam bahasa Indonesia berarti Kak Euis. Wajahnya lumayanlah, tidak terlihat terlalu tua, masih kelihatan segar, badannya tidak terlalu gemuk. Malah terlihat bahenol. Orangnya terlihat sopan, tapi banyak omongnya.
Aku kembali ke penginapan tadi tapi mendapat kamar yang berbeda. Aku langsung tidur telungkup. “Oom mau dipijat pakai baju aja, dibuka atuh,” kata Teh Euis.
Aku bangun dan melepas semua pakaianku tinggal hanya celana dalam, lalu kembali tidur telungkup. Pijatan dimulai dari telapak kaki terus menyusur sampai paha. Beberapa titik di telapak kaki ditekannya aku merasa sakit. Sambil menekan-nekan titik syaraf dia mengatakan penyakit-penyakit yang mungkin ada pada diriku. Pijatannya kadang-kadang sakit, tapi selebihnya memang nikmat dan membuat rilex. Sampai di bagian pantat, diremas-remasnya pantatku lalu di beberapa tempat ditekan-tekan. Tekanan itu serasa nyetrum ke kemaluanku, sehingga jadi mengeras.
Terus terang aku jadi terangsang. Oleh karena itu aku beralasan, jika celanaku mengganggu aku minta dia tarik saja ke bawah. Teh Euis lalu menarik celanaku dan meletakkan di atas meja. Dia kembali meremas pantatku. Rasanya memang sangat nikmat. Dia lalu mengurut paha bagian dalam. Entah dia sengaja atau tidak, tetapi kantong zakarku berkali-kali tersentuh tangannya. Aku makin high sehingga kakiku ku kangkangkan lebih lebar untuk memberi peluang tangannya lebih jauh menyentuh zakarku. Selangkangan diurutnya bahkan daerah sekitar dubur di tekan-tekan.
Aku sebetulnya ingin langsung berbalik badan saja, tetapi kutahan niat itu, karena Teh Euis pindah mengurut punggung dan bahuku. Dia menduduki pantatku. Aku mengingat-ingat, tadi Teh Euis memakai celana jeans. Tidak mungkin pakai jeans bisa leluasa duduk ngangkangi pantatku. Aku mengosentrasikan rasa di kulit pantat untuk merasakan gesekan di situ. Rasanya pantatku bergesekan dengan kulit bukan celana jeans. Tapi masih terasa ada kain yang melindungi selangkangannya.
Aku makin terangsang tetapi juga terbuai oleh pijatan dipunggungku. Ketika dia memijat tanganku aku baru bisa melihat, ternyata Teh Euis hanya mengenakan celana dalam saja sementara kausnya masih tetap.
Selesai bagian belakang aku dimintanya berbalik posisi jadi telentang. Aku buang rasa malu dan membiarkan penisku terlihat tegak. Jika dipanti pijat di Jakarta, biasanya senjataku yang tegak itu ditutup handuk, tetapi ini dibiarkan terbuka. Teh Euis mengomentari, “ Wah sudah siaga satu,” katanya.
“Ya ada musuh utama mau menyerang,” jawabku. Teh Euis tersenyum dan menyubit pelan. Aku jadi kurang merasakan pijatan lain di kaki maupun di bagian lain. Rasa penasaran, kira-kira bagaimana dia akan memperlakukan senjataku yang sudah siaga penuh.
“Oom mau diterapi kejantanan juga ,” tanyanya.
Aku langsung mengiyakan, karena sentuhan di senjataku sudah kuharapkan dari tadi. Digenggamnya penisku . Dia menurut pangkal penisku, lalu mengurut otot-otot dekat lubang duburku. Ditekan-tekan lalu diurut. Penisku rasanya jadi makin keras dan tegak. Terlihat kepalanya penisnya merah mengkilat.
Dia menekan-nekan di bagian kantong zakar, sambil berkata, “ ini biar tahan lama, pokoknya jakarta bandung PP,” katanya mengistilahkan lamanya bertahan ibarat perjalanan Jakarta Bandung pulang pergi.
“Oom ngrasa enggak barangnya makin panjang dan makin besar.” tanyanya. Aku yang dari tadi merasa barangku makin garang lalu bertanya, apakah ini karena di pijat. Teh Euis hanya tersenyum. Oom tahan ya jangan sampai keluar, sebentar lagi sudah selesai kok. Menurut Teh Euis, barangku harus diistirahatkan dulu sekitar 1 jam menahan jangan sampai air maninya keluar. Jika berhasil barangku akan permanen besarnya dan kemampuan bertahannya juga lebih baik.
Setelah selesai memijat, dia permisi ke kamar mandi. Entah apa yang dilakukan di dalam, aku merasa ngantuk. Aku terbangun kemudian karena merasa dia sudah berbaring di sebelahku. Nafsuku yang tadi sudah diubun-ubun, muncul lagi aku memiringkan badanku dan memeluk dia. Tanpa minta izin tanganku kuselipkan di bawah bajunya dan langsung merogoh teteknya. Ternyata dia sudah melepas BHnya. Tanganku meremas-remas teteknya, terasa cakupan telapak tanganku tidak cukup menutup seluruh teteknya.
Aku menarik kausnya keatas. Dia membantu dan terpaparlah sepasang daging besar dengan puting hitam yang mengeras. Aku memelintir gantian putting kiri dan dan kanan lalu bangkit dan menghisapnya . Teh Euis mendesis dan mengelus-elus punggungku.
Tanganku sudah merayap ke dalam celana dalamnya, jembutnya tidak begitu lebat dan belahan memeknya terasa sudah basah. Itilnya dengan mudah kutemui. Dia menggelinjang-gelinjang menahan rasa nikmat karena itilnya aku goda. Aku menelanjanginya. Keinginan untuk menjilati memeknya begitu kuat. Aku langsung turun ke bawah. Aroma memeknya tidak menyengat. Abu khas memek terasa samar-samar, tapi itu malah menambah gairah.
Aku melomot itilnya dan memainkan lidahku di ujung itilnya. Teh Euis merintih dan bergerak lasak pinggulnya. Sambil merintih dia mengatakan, enak banget oom, begitu berulang-ulang sampai akhirnya dia mengejang karena tiba orgasmenya. Setelah tuntas gelombang orgasmenya, dua jariku ku jebloskan ke dalam memeknya perlahan-lahan, terasa sempit, tetapi masuk juga Aku memainkan kocokan dengan kedua jariku yang masuk ke celah memeknya. Semenara itu tangan yang satunya memainkan itilnya. Dia seperti lupa daratan mengerang-erang keras sekali karena tidak tahan dengan kenikmatannya. Di puncaknya dia malah berteriak awas oom saya nggak bisa nahan lagi, lalu mancur cairan yang agak kental dari celah memeknya. Aku memang sudah mengetahui situasi itu sehingga sebelum pancuran itu bibir memeknya aku buka selebar-lebarnya. Pancrutan pertama cukup kencang , lalu berangsur-angsur melemah sampai akhirnya hanya meleleh saja. Tapi setiap denyutan orgasmenya dia sertai dengan erangan keras.
Setelah situasi normal, Teh Euis berkomentar. “ Saya seumur-umur belum pernah dikerjai sampai saya muncrat begitu, adeuh rasanya nikmat banget dan lemes, Si Oom rupanya pintar ngilik juga.”
Aku lalu bertanya apakah masa tenggang satu jam tadi sudah terlewati. Dia hanya mengangguk. “ Oom mau test hasil pijatan saya ya,” kata Teh Euis.
Aku ditarik untuk menindihnya. Penisku digenggamnya lalu diarahkan masuk ke dalam memeknya. Aku perlahan-lahan menenggelamkan senjataku ke sarungnya. Setelah full aku mencoba merasakan kehangatan lubang nikmat si Teh Euis. Dia mengedut-ngedutkan otot vaginanya penisku serasa dipijat, rasanya nikmat sekali.
Aku mengatur posisi dan mulai menggenjotnya dengan irama 4/4 dan mengusahakan gerakannya stabil sambil mencari posisi yang memberi kenikmatan lawan mainku. Memek Teh Euis cukup mencengkeram juga, meskipun sudah punya anak dan umurnya setengah baya. Aku menengarai, memek yang habis orgasme, rasanya lebih nikmat dan lebih menncengkeram. Itulah yang aku rasakan.
Gerakanku mulai direspon oleh Teh Euis. Aku menemukan posisi yang tepat. Pada posisi itu aku terus bertahan. Tidak sampai 5 menit di sudah mengerang panjang menandakan dapat orgasme. Penisku terasa disiram cairan hangat dan sekujur lubang vaginanya memijat-mijat penisku.
“Aduh nikmat banget dan lemes, rasanya. Oom punya rasanya ngganjel banget di dalam, gimana Oom masih kuat,” tanyanya. Aku mengangguk dan meneruskan pompaanku .
Mungkin baru dua menit dia sudah mengerang lagi mencapai kemuncaknya. “Oom mainnya pinter banget sih, aku cepet banget dapet lagi. Rasanya juga nggak kayak biasa ini berasa kuat banget, kalau aku pas dapet, bikin lemes oom,” katanya.
Aku tau bahwa orgasme sejak aku oral sampai penetrasi ini dia terus-terusan mendapat big Orgasme, atau orgasme G spot. Orgasme jenis ini jauh lebih nikmat dari pada orgasme clitoris. Kebanyakan perempuan akan merasa lemas dan ngantuk. Tenaganya seperti terkuras saat mendapat orgasme.
Aku terus menggenjot, Teh Euis munkin sudah 5 kali orgasme. Dia minta waktu untuk istirahat dulu karena rasanya lemes banget dan memeknya ngilu. Mata dia juga rasa ngantuk. Aku yang masih dalam posisi tanggung mengabaikan permintaannya dan terus menggenjot sampai akhirnya aku sampai di garis finish bersamaan dengan puncak Teh Euis yang mungkin sudah ke sepuluh kalinya.
“Aduh mampus deh gue kali ini dikerjai sama hasil pijatan gua sendiri,” katanya dengan badan seolah tidak bertulang. Air maniku meleleh di celah-celah memeknya membasahi sprei. Sebenarnya spreinya sudah basah dan melebar dari tadi akibat cairan ejakulasi Teh Euis yang berhali-kali.
Aku juga merasa lelah, sehingga aku pun akhirnya tertidur disampingnya. Kami tidur dalam keadaan bugil. Aku menarik selimut dan langsung terlelap. Cukup lama kami tertidur, karena ketika terbangun di luar sudah gelap. Jam tangan yang kuletakkan di meja menunjukkan jam 9 lewat. Berarti tadi tidur sekitar 3 jam.
Perut terasa lapar, badan masih lelah sekali. Malas sekali jika memikirkan aku harus pulang ke Jakarta. Aku putuskan besok saja aku pulang. Malam ini aku ingin isirahat di hotel ini. Teh Euis setuju menemani ku malam ini, karena dia juga merasa malas pulang kerumah. Aku menelepon ke rumah dengan alasan harus ke Bandung mendadak. Selepas itu Teh Euis menelpon kerumah juga. Dia berbicara dalam bahasa sunda. Aku sedikit-sedikit mengerti.
“Ngomong sama Hani ya, Teh,” tanyaku.
“Iya, si oom tadi jalan sama Hani Ya” tanya Teh Euis.
“Kok teteh tau sih,” tanyaku.
“Ya iya lah, kan dia sendiri yang ngomong sama saya, tadi pun dia nanya, bobo sama si oom ya,” kata Si Teteh.
Aku heran menemukan fenomena keterbukaan masalah sex pada keluarga tradisonal yang tidak tinggal di kota. Mereka satu sama lain begitu terbuka, anak ngesek sama orang, ibunya tau sebaliknya juga gitu.
Aku keluar mencari orang hotel dan menanyakan kemungkinan membeli makanan dari luar, karena di hotel tidak menjula makanan. Aku minta dibelikan nasi ayam goreng sekaligus air minumnya untuk dua orang.
Kami makan dengan lahap karena memang sudah lapar berat. Sehabis makan istirahat sejenak lalu mandi. Berdua kami mandi dan saling membersihkan diri. Aku baru bisa jelas melihat sosok Teh Euis. Teteknya memang benar-benar besar, tingginya sekitar 155 cm. Bulu memeknya tidak terlalu lebat.
Akibat mandi berdua aku jadi kembali terangsang. Sehabis mandi aku kembali “main” sampai habis-habisan. Teh Euis benar-benar kewalahan menghadapi keperkasaanku. Itu pun berkat terapi kejantanan yang diberikan. Aku benar-benar puas dengan permainan Teh Euis yang sangat mengasyikan. Wanita setengah umur memiliki kelebihan kemampuan menservice pasangannya, sehingga sangat memuaskan. Sikap dan responsnya meningkatkan gairah lawan main. Berbeda jika bermain dengan ABG, mereka umumnya belum mampu mengimbangi permainan, sehingga cenderung pasif dan dingin.
Aku hobby fotografi terutama mengoleksi foto-foto telanjang. Teh Euis dengan suka hati mau menjadi model untuk aku foto. Dia tidak memperdulikan untuk apa aku membuat foto telanjang. Dia hanya mengikuti arahanku. Waktunya cukup panjang, sehingga aku bisa membuat foto Teh Euis dengan berbagai gaya, serta close up dari alat-alat vitalnya.
Kami ngobrol berbagai macam topik. Sambil diriku dipijat. Berdua dalam keadaan bugil. Penisku sudah loyo karena sudah banyak bertempur hari ini. Sambil tidur telentang aku minikmati pijatan di bagian alat vitalku. Bagian dalam pahaku di terapi. Rasanya bukan main pedih. Aku sebenarnya sudah menyerah karena tidak tahan rasa sakitnya, tetapi Teh Euis dengan sabar terus melakukan pijatan. Dia mengurangi tekanan. Sehingga aku mampu menahan rasa sakit. Namun lama-lama rasa sakit itu hilang bahkan pijatannya menurut Teh Euis sudah sangat kuat. Bagian itu kata dia adalah untuk melipatgandakan kemampuan bertahan. Artinya kepekaan sekujur penis berkurang sehingga aku kelak mampu mengendalikan kapan akan mencapai orgasme dan bisa pula menundanya.
Akibat rasa sakit pijatan tadi penis ku tetap loyo. Teh Euis berpindah melakukan pijatan di bawah kantong zakarku, dia mengurut-urut. Perlahan-lahan penisku mengeras. Aku merasa seolah-olah batang penisku di dorong untuk bertambah panjang. Meski otakku tidak merasa rangsangan, tetapi penisku sangat mengeras dan kelihatannya juga makin besar dan panjang. Aku tidak tahu apakah pengelihatanku itu hanya sugesti saja, apa secara fisik memang menjadi lebih berkembang.
Oom sekarang barangnya gak kalah sama anak umur 20 tahunan. Dia bahkan menyebutkan bahwa barangku akan lebih mudah berdiri, lalu jika setelah ejakulasi tidak langsung loyo, bahkan bisa nyambung keras lagi tanpa harus loyo. Mungkin kekerasannya hanya berkurang sekitar 30 persen. Untuk kekerasan 70 persen umumnya penis masih mampu menerobos.
Teh Euis tidak berani mencoba karena dia merasa sudah tidak mampu menghadapi kekuatanku. Aku pun sebenarnya tidak begitu berminat “main” lagi. Namun Teh Euis membuka peluang untuk aku mentest hasil pijatannya itu, dengan menyodorkan seorang perempuan. Dia menyebut namanya Nini. Umurnya sekitar 24 tahun. Kata Teh Euis orangnya baik dan cantik, dia masih ada hubungan famili. Lalu dia mengatakan kalau aku berminat dia bisa suruh datang ke hotel. Aku tentu tidak terlalu percaya begitu saja dengan trik marketingnya Teh Euis, tetapi setelah melihat foto yang ada di HP Teh Euis, aku jadi penasaran.
Dia lalu mengirim sms dan lalu meneleponnya. Dari pembicaraan yang aku dengar kelihatannya si Nini bisa datang. Dia akan datang dengan menggunakan ojek. Ya maklum saja waktu sudah hampir jam 11 malam. Sekitar 30 menit kemudian pintu kamarku diketuk. Teh Euis keluar memberi ongkos ke tukang ojek.
Nini memang betul-betul cantik dan segar. Kulitnya putih, suaranya renyah, bibirnya tipis, tetaknya tidak terlalu besar, tetapi pinggulnya terlihat lebar. Kami bertiga ngobrol sambil duduk bersila di tempat tidur. Nini mudah akrab, sehingga dia tidak terlihat canggung bertemu denganku meskipun masih baru kenal.
“Pasti si oom abis di pijat sama si teteh ya,” ujar Nini.
Si Nini ternyata juga salah satu pasien Teh Euis. Dia sering dipijat untuk memperbaiki kelenturan memeknya. “Oom gak rugi kenal ama Teh Euis, dia jago banget mijetnya, belum ada tandingan deh,” kata Nini.
Teh Euis jengah kelihatannya dipuji-puji terus sama Nini. Dia lalu memerintah Nini untuk bersih-bersih di kamar mandi. Aku dimintanya berbaring dan langsung telanjang. Aku ikuti saja dan menunggu apa skenarionya. Lampu digelapkan sehingga suasana kamar jadi remang-remang dan cenderung gelap.
Nini keluar dari kamar mandi dengan hanya mengenakan kemben handuk. Aku mengikuti gerak-geriknya. Dia agak meraba-raba di kegelapan untuk menemukan tempat tidur. Aku yang berbaring berselimut teraba oleh nya. Dia lalu membuka selimutku dan ikut masuk ke dalam selimutku dengan sebelumnya membuka handuknya. Dia sudah tidak mengenakan apa-apa lagi.
Nini langsung menindih tubuhku dan menciumi tubuhku. Dijilati leherku, lalu kedua putting susuku di hisap-hisap. Tangannya menggenggam penisku yang sudah tgegak sejak tadi . Dia sempat berkomentar, bahwa penisku kaya kayu kerasnya. Nini lalu turun dan melahap penisku. Aku akui oralnya lumayan jago. Aku sampai menggeliat-geliat merasakan nikmatnya di oral. Cukup lama dia mengoralku, tetapi aku tidak terpancing sampai muncrat. Aku memang bisa menahan diri dengan begitu kuat.
Setelah puas mengoral dia lalu merayap naik dan memasukkan penisku ke dalam lubang memeknya perlahan-lahan. Jepitan memeknya luar biasa ketat. Aku rasa anak di bawah umur pun tidak seketat ini jepitannya. Rasanya seluruh permukaan penisku digeenggam kuat oleh daging di dalam vagina Nini. Dia melakukan gerakan perlahan naik turun. Penisku serasa diurut-urut. Wah luar biasa nikmatnya. Mungkin jika aku tidak diurut Teh Euis, pertahananku bakal jebol dalam sepuluh kali goyangan.
Namun Nini ternyata merasakan nikmat juga karena kekerasan batangku yang demikian maksimal katanya seperti mengganjal vaginanya. Nini bergerak sendiri sambil merintih-rintih. Aduh aku gak kuat oom, gak tahan oom, katanya lalu menggelinjang-gelinjang hebat di atas tubuhku ketika mencapai orgasmenya.
Nini ambruk dan terengah-engah di atas tubuhku. Sementara itu aku belum merasa ingin orgasme. Dia beristirahat sejenak sampai nafasnya normal kembali. Nini mencoba menggenjot kembali dia bergerak makin lama makin hot. Dia memainkan gerakan yang aku rasakan di penisku seperti diperas-peras. Gila banget nikmatnya, aku memang sangat menikmati permainan dengan Nini luar biasa. Promosi Teh Euis yang menonton pertandingan kami sambil duduk di sofa, bukan promosi kosong.
Sekitar 5 menit kemudian Nini sudah ambruk lagi terengah-engah dengan orgasmenya yang hebat. Aku katakan hebat karena ketika orgasmenya tiba dia menjerit, seperti orang disiksa. Aku jadi khawatir, nanti dikira aku memperkosa, sehingga kutarik kepalanya lalu aku cium mulutnya. Begitupun dia masih teriak di dalam mulutku.
“Aduh oom aku udah gak kuat rasanya enak banget sampai aku lemes, tapi si Oom nya masih belum apa-apa, gantian dong oom aku yang dibawah, “katanya.
Tanpa melepas penisku dari vaginanya, aku mengubah posisi menjadi Man On the Top (MOT). Aku hajar habis-habisan, Si Nini mengerang seperti orang menangis. Mukanya kututup bantal agar suaranya tidak terdengar sampai keluar. Di balik bantal itu malah dia makin keras mengerang-erang lalu menjerit jika mencapai orgasmenya. Aku betul-betul perkasa dan bisa menikmati permainan tanpa harus kehilangan kesempatan karena terputus ejakulasi.
Nini entah sudah berapa kali dia tersiksa dengan deraan nikmat orgasme yang makin melemas kan badannya. Dia akhirnya minta aku menyudahi permainan karena tidak kuat lagi dengan tekanan orgasme yang sangat melelahkan. Aku pun sudah lelah melakukan gerakan push up. Aku hentikan kegiatan ini meski penisku masih keras menegang.
Rupanya Teh Euis memperhatikan permainan kami yang makin lama terlihat tidak seimbang . Entah kapan dia membugilkan diri, tetapi dia sudah menindihku dan mulai menggenjot diriku. Aku pasrah saja di genjot Teh Euis. Dia pun akhirnya menyerah, tidak mampu meneruskan permainan sampai membuat aku finish. Dia sudah 5 kali orgasme, tetapi pertahananku masih kokoh. Teh Euis tergeletak seperti orang pingsan di sisi kiriku. Di sisi kanan si Nini sudah ngorok dari tadi.
Aku juga merasa ngantuk lalu, ikut tertidur. Ketiga dari kami memang benar-benar kelelahan, sehingga baru terbangun jam 9 pagi. Di luar sudah terang benderang sementara kami bertiga masih bugil di dalam selimut. Pagi itu aku bangun dengan penis yang keras, padahal aku jauh dari keinginan untuk melakukan hubungan, meski di kiri kananku bugil dan menggairahkan. Ketiga kami sepakat mandi bersama.
Tidak ada insiden berarti, karena aku khawatir badanku akan lelah jika memaksa main satu ronde pagi ini . Kedua wanita itu juga gentar menggodaku bergelut. Kami berkemas untuk chek out. Perut sudah menuntut untuk diisi. Aku menyempatkan mampir di satu restoran yang terkenal dengan pepes ayam. Entah masakannya yang nikmat atau karena aku lapar sekali, sehingga rasa pepes ayam plus sambal dan lalap rasanya luar biasa enak. Kami berpisah dan berjanji akan bertemu lagi. Tukar menukar nomor telepon sudah pasti. ***


Baca juga...



Kembali ke Beranda

0 komentar:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

Pilih judul

Kategori

Pengunjung

Ditunggu kunjungnya kembali...