Klik disini untuk melihat judul cerita yang akan segera terbit !!
Diberdayakan oleh Blogger.

Rabu, 20 Agustus 2014

Pemandu wisata dadakan

Bagikan :

Jenuh sekali rasanya dengan kemacetan di Jakarta dan pekerjaan rutin yang rasanya bikin perut mual. Aku berkhayal berkelana ke suatu daerah dataran tinggi yang masih asing bagiku.
Di kantor aku mencoba membuka google earth menjelajah daerah-daerah yang kira-kira menarik. Pertama aku menelisik daerah Wanayasa di Subang, tetapi tidak ada yang menarik, hanya ada beberapa spot, tetapi kayaknya sih biasa-biasa saja.
Aku berpindah ke daerah antara Sukabumi dengan Cianjur. Ada situs megalitik Gunung Padang. Situs ini sering muncul di pemberitaan. Yang kuingat berita dugaan bahwa situs ini diduga berupa bangunan paling tua di Asia.
Sebetulnya mengunjungi situs megalitik, tidak terlalu menarik bagiku, apalagi untuk datang kesana harus menaiki jalan undak-undakan yang cukup tinggi. Namun ada yang menarik di sekitar Situs Gunung Padang. Di sana ada terowongan kereta api yang dibangun Belanda di akhir tahun 1800 an. Terowongan panjang lebih dari 400 m dengan stasiun kecil Lampegan. Terowongan dan stasiun yang tidak terpakai cukup lama itu juga sudah menjadi daya tarik wisata.
Namun rasanya kurang menarik bagiku untuk jauh-jauh datang hanya melihat terowongan dan stasiun. Setelah googling aku banyak menerima informasi mengenai situs Gunung Padang dan Lampegan. Boleh juga rasanya ada dua obyek wisata untuk menjadi tujuan wisata. Di peta Goggle muncul pula foto air terjun Cikondang. Air terjun itu kelihatannya cukup menarik. Wah 3 obyek wisata untuk sekali perjalanan wisata, rasanya cukuplah memadai.
Otakku berproses sesuai dengan pengalaman dan minatku. Jika di tahun 1879 – 1882 pembangunan terowongan Lampegan, pastilah banyak orang Belanda yang terlibat pada pekerjaan konstruksi itu. Pasti mereka tinggal di daerah sekitar proyek. Dan rasanya Belanda tidak akan berani membawa istri ke proyek yang pada waktu itu berada di pelosok hutan. Sebab sekarang saja letaknya kelihatan cukup jauh dari jalan raya Sukabumi-Cianjur.
Logikanya pastilah orang-orang Belanda dulu nyikat cewek-cewek kampung di sekitar Proyek. Pada waktu itu mana ada yang peduli kalau ngewek harus menjaga agar ceweknya tidak sampai hamil. Yang penting puas negcrot ya sudah. Bisa jadi akan ada orang-orang yang keturunan bule campur wanita sunda. Jika benar, maka yang sekarang ada itu adalah mungkin keturunan generasi ke tiga atau bahkan ke empat.
Informasi ini tidak aku dapat dari pemburuan melalui googling, jadinya bikin penasaran. Jadilah tujuan wisata itu makin menarik minat. Siapa tahu bisa ketemu cewek indo di kampung pedalaman Jawa Barat.
Untuk berkelana sendirian rasanya kurang nyaman. Aku mengajak temanku sebut saja Bambang, Aku memanggilnya Mas Bambang, padahal dia juga memanggilku Mas, mas Jay. Usianya memang lebih muda dariku.
Setelah bersepakat, aku ambil cuti 2 hari, Kamis-Jumat. Pagi-pagi sekali kami berdua berangkat langsung ke Cianjur. Aku menghindar pergi ke sana pada hari Sabtu atau Minggu, karena hanya boros-boros energi, dan uang dengan kemacetan jalur puncak.
Sedikit kujelaskan mengenai teman seperjalananku ini, dia agak punya keistimewaan soal indra ke enam. Memang tidak tajam-tajam amat, tetapi beberapa kali cukup terbukti dengan dugaannya. Soal lain kami berdua sama-sama suka berburu wanita cantik.
Hampir 4 jam juga akhirnya kami sampai ke jalan lintas antara Cianjur – Sukabumi. Kami berhenti di satu warung yang sangat sederhana di tepi jalan raya. Bukan untuk makan, karena sejam lalu sudah makan cukup kenyang, tapi untuk sekedar ngopi dan menggali informasi.
Enak sekali rasanya ngopi sambil nyedot asap rokok di daerah yang udaranya sejuk begini. Bambang tiba-tiba bangkit berjalan ke tepi jalan raya. Aku tidak sempat bertanya, hanya mengikuti dengan pandangan saja. Dia terlihat menghampiri seorang wanita yang kelihatannya sedang menunggu kendaraan umum.
Mereka kelihatan ngobrol sebentar, lalu wanita itu ikut Bambang berjalan menuju warung. Kelihatannya ceweknya cukup bening, umurnya sekitar 25 – 30 tahun agak tinggi, kulit putih dan rambut kelihat kayak dicat coklat. Setelah agak dekat aku baru agak jelas melihat raut wajahnya, yang lumayan cantik juga.
“Kenali mas,” Bambang mengenalkan wanita itu ke aku. Si cewek mengulurkan tangan dan aku segera menyalaminya. Rasanya lembut sekali tangannya. Dia menyebut namanya Wieke. Ketika kutawari minum dia menolak, eh malah minta izin ke pemilik warung mau ke WC.
Ketika dia berlalu, aku penasaran dengan rencana si Bambang. Dia dengan semangat menjelaskan bahwa, Wieke ini berhasil dibujuk Bambang agar menjadi penunjuk jalan untuk mencapai obyek wisata yang akan dituju.
Harus aku akui, Bambang cukup cerdas, dan mungkin sixth sense nya tadi bermain. Perjalananku bakal makin menarik dan menantang. Wieke duduk di depan mendampingiku mengemudi, Bambang pindah ke belakang.
“Mau kemana tadi Wiek,” tanyaku.
“Mau jalan aja,” jawabnya.
Jawabannya itu menimbulkan kecurigaanku, karena jawaban seperti itu sering dikemukakan cewek-cewek yang cari mangsa di Puncak. Aku harus memastikan apa profesinya, kalau dia jualan, aku agak malas juga lah.
“Mau jalan kemana,” tanya ku.
“Ya jalan aja, di rumah stress,” katanya singkat.
“Lho kok stress, emang kenapa,” tanyaku dengan rasa ingin tahu tanpa tedeng-aling-aling.
Akhirnya dia bercerita mengenai keadaan rumah tangganya yang terpuruk sejak dia ditinggal oleh suaminya yang menghilang begitu saja sejak usahanya bangkrut. Wieke kembali ke kampung bersama anak nya berumur 2 tahun tinggal di rumah orang tuanya.
Mencari kerja tidak ada yang cocok, mulai mejadi spg sampai bekerja di restoran, hasilnya tidak memadai, karena sebagian besar habis untuk ongkos dan lebihnya untuk di rumah hanya sedikit. “Ada sih yang ngajak untuk kerja gituan, tapi saya ogah, takut kena penyakit,” katanya terus terang.
“Lha sekarang kenapa stress,” tanya saya memancing.
“Gimana gak stress, duit gak ada, gak tau mau cari kemana, listrik di rumah belum dibayar, cicilan motor udah 2 bulan nunggak, utang di warung banyak,” katanya sambil berbicara menahan tangis.
Untuk menetralkan suasana aku bertanya mengenai arah jalan. Dia menunjukkan jalan, bahkan hafal benar dengan jalan yang rusak. Rupanya dia memang berasal dari daerah Cibokor, tempat dimana yang aku duga banyak keturunan Belanda.
Wieke membenarkan bahwa di kampungnya memang benar banyak orang yang keturunan Indo. Tapi dia tidak bisa menceritakan kenapa dikampungnya banyak cewek-cewek indo yang padahal asli lahir dan besar di kampung itu dan lahir dari keluarga Sunda. Dia mengaku juga bahwa mungkin dia juga keturunan Indo.
Aku mencoba mengorek informasi mengenai tujuan wisataku. Dia mengatakan, situs Megalitik memang banyak yang berkunjung, terutama pada hari libur atau minggu. Menurut dia, tujuan wisata itu kurang cocok untuk kami, karena akan melelahkan mendaki sampai ke puncak yang disebut teras-teras. Namun untuk foto-foto masih cukup bagus.
Kami tiba di terowongan Lampegan. Terowongan yang bersejarah ini agak kurang menarik karena banyak corat-coret grafiti. Dalam perjalanan menuju Lampegan kami meliwati kampung yang disebut banyak perempuan cantik keturunan indo. Sebetulnya aku ingin berhenti sejenak untuk ngopi, tapi Wieke mencegah, karena dia beralasan malu, sebab banyak yang dikenal di kampung itu.
Dari Lampegan perjalanan diteruskan ke Gunung Padang. Situs yang dipenuhi oleh bertaburan batu-batu purbakala itu masih dalam proses penggalian, sehingga bentuk bangunan sesungguhnya seperti apa, belum bisa dibayangkan.
Kami ambil beberapa foto, dan menjadikan Wieke menjadi modelnya. Orangnya cukup supel, dan wajahnya cukup photogenic, pandai bergaya pula. Sejam lebih kami habiskan mengitari situs Gunung Padang, lalu kami meneruskan perjalanan ke air terjun Cikondang. Orang Sunda menyebut Curug Cikondang.
Perjalanan cukup jauh juga dan jalannya banyak yang masuk klasifikasi off road . Untung mobilku SUV, sehingga mudah melahap jalan tanah yang berbatu-batu. Sesampainya di dekat air terjun perjalanan tidak bisa dilanjutkan karena buntu. Kami harus berjalan kaki sekitar 1 km. Air terjun sudah terdengar dari jauh. Cukup terbayar jalan rusak dan berjalan kaki 1 km dengan pemandangan air terjun yang cukup menakjubkan.
Waktu sudah semakin sore, jam di tanganku sudah menunjukkan jam 5 sore, jika pulang ke Jakarta bisa dipastikan akan sampai tengah malam. Aku memang sudah berencana akan bermalam. Aku lantas berpikir bagaimana caranya menanyakan kemungkinan ngajak nginap si Wieke. Persoalan berikutnya adalah, sama siapa si Wieke akan tidur, andaikan dia mau ikut nginap.
Pusing juga memikirkan cara menyampaikan hasrat. Aku berhentikan kendaraaan lalu mencabut 2 ratus ribu dan ku serahkan ke Wieke. Itu adalah upah dia sebagai pemandu. Diterimanya dan wajahnya terlihat senang betul.
Dalam suasana seperti itu, aku langsung melancarkan niatku mengajaknya menginap di Sukabumi. Wieke terdiam sejenak, sepertinya dia sedang berpikir. Akhirnya dia setuju ikut kami menginap. Satu persoalan sudah teratasi, persoalan berikutnya menunggu jawaban.
Aku meminta dia mengajak seorang temannya untuk ikut menginap, agar menjadi dua pasang. Wieke terdiam sejenak. “Temen saya banyak, kang,” katanya.
“Ada fotonya ? Di HP mu,” tanya ku.
Wieke lalu membuka foto-foto yang tersimpan di Hpnya, Sambil mobil terus berjalan dia menunjukkan sekitar 3 orang temannya. Aku minta si Bambang untuk memilihnya. Bambang memilih foto yang cukuk cantik, malah lebih cantik dari si Wieke, rambutnya juga rada pirang. Wieke mencoba mengontak. Aku tau yang diajak berbicara adalah Neneng, karena Wieke menyebutnya Neng.
Kelihatannya si Neng mau diajak nginap. Menurut Wieke, Neng juga janda, umurnya sedikit lebih muda, dan baru punya satu anak sekarang sudah sekolah di SD. Neng kawin muda, lalu cerai karena suaminya ketahuan punya simpanan.
Si Neng menunggu di minimarket. Sekitar jam 7 kami sampai di titik yang dijanjikan , tapi Neneng belum kelihatan batang hidungnya. Ketika di kontak Wieke, neng sedang dalam perjalanan naik ojek dari rumahnya. “Kang si neng gak punya duit, untuk bayar ojek, makanya dia nunggu kita nyampe dulu di sini, akang bayarin ya ojeknya,” kata si Wieke.
Menurut Wieke ojek si Neng sekitar tiga puluh ribu. Pantas saja dia belum muncul, karena kalau dia datang duluan, duit untuk bayar ojeknya dia gak punya. Kehidupan di kampung kelihatannya memang berat sekali.
Aku sempat menyeduh kopi, karena kebetulan mini market ini menyediakan alat penyeduh kopi dan ada bebera set kursi dan meja. Sekitar 15 menit kami menunggu, muncul sepeda motor dengan seorang perempuan duduk di belakang. Wieke yang sudah kupegangi uang 30 ribu langsung mendekati tukang ojek untuk membayarnya.
Neneng memang cantik juga, wajahnya segar rambutnya tergerai melebihi bahunya. Aku sudah sepakat dengan Bambang, bahwa aku berpasangan dengan Wieke dan Bambang dengan si Neng. Jika memungkinkan besok di swing.
Si Neng lebih ceriwis, dia banyak berbicara dengan logat khas Sunda. Sesampai di Sukabumi aku mengarahkan ke Salabintana. Dua buah cottage kami sewa. Unit yang tersedia tidak ada yang berdekatan, sehingga kami terpisah jauh. Unit cottage, cukup mewah, dengan ruang tamu terpisah dengan ruang tidur dan ada pantry untuk memasak.
Badan terasa lengket oleh bekas keringat. Aku berencana mandi. Di kamar mandi ada shower dan setelah kuperiksa memang tersedia air panas. Sayang tidak ada bak untuk berendam.
Wieke yang duduk menonton TV kuajak mandi bareng. Tanpa malu-malu aku minta dia memandikanku. “ Ih si Akang udah kolot juga masih minta dimandiin,” katanya
Namun begitu dia berdiri juga dan merangkulku menuju kamar mandi. Aku bertahan sejenak, karena sebelum masuk kamar mandi aku menyarankan agar masing-masing membuka baju agar bisa digantung di lemari. Gantungan di kamar mandi terbatas.
Si Wieke paham, lalu dia membuka bajuku dengan menarik kaus oblongku, lalu singlet, melepas sabuk dan menurunkan resleting. Di balik celana dalam sudah mengeras sebongkah urat. “Idih senjata udah dikokang aja tuh.” kata Wieke.
Tanpa ragu celana dalamku dilepasnya sekalian, sehingga penisku langsung tegak mengacung. Digenggamnya sejenak. Rasanya nikmat.
Berikutnya giliran Wieke melepas satu persatu pakaiannya sampai telanjang bulat. Tubuhnya masih bagus, kulit putih di sekujur tubuhnya nyaris tanpa noda dan cacat. Putingnya coklat muda, rambut di selangkangannya jarang, bahkan dapat dikatakan gundul. Bentuk memeknya jadi terlihat jelas cembung.
Teteknya masih cukup tegak berdiri, ukurannya tidak terlalu besar, tetapi juga tidak dapat digolongkan kecil. Perutnya kecil, meski masih tersisa bekas stretch ketika hamil dulu, pantatnya agak nonggeng.
Wieke termasuk tinggi, bedanya dengan ku mungkin hanya sekitar 5 cm. Kutaksir tingginya sekitar 170 cm. Kami berdua berangkulan menuju kamar mandi. Setelah ritual gosok gigi dengan sikat dan pasta gigi yang disediakan hotel, kami berdua lalu berbasah ria di bawah shower. Nikmat sekali rasa air hangat, apalagi sambil berpelukan dengan cewek yang cantik.
Tegangan penisku dari tadi tidak kendur, sehingga ketika disabuni tetap berdiri tegar. Wieke nakal, dia mengocok penisku membuat dia makin keras dan garang. Setelah sekujur tubuh kami bersih dan wangi. Wieke jongkok lalu menghisap penisku. Aku bagai melayang ke angkasa merasakan nikmat. Dia tidak menuntaskan sampai spermaku muncrat.
Dengan dua handuk kami mengeringkan badan, rasa lelah dan lesu seketika hilang, yang ada tinggal nafsu. Wieke menawariku untuk memijat, Aku memang suka dipijat, tetapi dalam keadaan tegang begini, aku memilih untuk melampiaskan birahiku dahulu.
Wieke setuju. Dia kuminta berbaring telentang dan aku menciumi sekujur tubuhnya menghisap kedua putingnya bergantian meremas teteknya yang mengkal, lalu mengobok-obok celah memeknya. Sudah berlendir celah vagina di bawah sana.
Aku berpindah melakukan oral di kemaluannya. Kemaluan Wieke agak unik, karena bibir dalamnya agak panjang sehingga aku bisa menjewerkan. Warnanya tidak seperti kebanyakan cewek indonesia yang umumnya berwarna gelap atau cenderung berwarna ungu tua. Milik Wieke yang seperti jengger itu berwarna merah agak gelap.
Aku mengecup kedua bibir panjang itu dan menggigit dengan kedua bibirku lalu menariknya. Dengan sentuhan itu saja Wieke sudah kelojotan nikmat, padahal itilnya belum tersentuh lidah. Banjir di lubang vaginanya makin banyak. Bulatan itilnya menonjol keluar dan terlihat mengkilat berwarna merah. Ketika kusapu dengan lidahku, Wieke langsung menggelinjang. Aku sedot sekuat-kuatnya, sehingga clitorisnya tetarik keluar. Bentuknya seperti kepala penis hanya saja ukurannya kecil. Aku menjilati, mengulum dan menghisapnya sampai akhirnya dia mencapai orgasme.
Wieke termasuk cepat mencapai orgasme. Setelah orgasmenya selesai aku memasukkan jari tengah dan jari manis ke dalam celah vaginanya lalu perlahan-lahan. Mengocoknya. Awalnya dia tidak menunjukkan reaksi, tetapi beberapa menit kemudian dia mulai mengerang dan suaranya makin lama makin keras sampai akhirnya dia berteriak mau pipis, “ Kang aku kebelet pipis, aduuuuuh gak tahan, aduh- aduhhhhhh,” dan serrrr memancar cairan dari celah vaginanyanya, Pancaran cairan itu cukup deras, seperti air kencing, dan memancur sekitar 3 kali dengan gelombang orgasme.
Aku biarkan dia menikmati orgasmenya yang bergelombang sampai sekitar 7 kali. Setelah itu aku kocok lagi dan baru 3 menit dia berteriak lagi mau pipis sehingga tangannya menutup memeknya untuk mencegah pancuran.
“Aduh kang aku lemes banget nih di kerjain begini,” katanya
Tanpa menghiraukan kata-katanya aku langsung mengambil posisi diantara kedua kakinya yang mengangkang dan menghunjamkan penisku yang sudah dari tadi minta jatah. Perlahan-lahan aku benamkan ke liang vaginanya. Terasa cukup menggigit dan ada denyutan-denyutan di dalamnya. Aku memompanya dengan gerakan konstan mengikuti erangannya. Sekitar 5 menit aku merasa sudah hampir sampai pada garis finish. Aku berencana menarik penisku keluar, tetapi badanku di rangkulnya ketat sekali dan kakinya juga ikut mengunci sehingga aku tidak bisa bergerak. Ternyata dia dia juga mencapai orgasme.
Badan kami lemas dan peluh membasahi seluruh tubuh. Rasa dingin di Salabintana sama sekali tidak terasa. Aku menanyakan mengenai kesanggupannya tadi akan memijatku. Wieke merasa badannya lemas dan matanya ngantuk sekali.
Dalam keadaan masih telanjang Wieke sudah pulas tertidur pada posisi telentang. Dia tidak menghiraukan keadaan dirinya dan apa yang aku lakukan. Nyenyak sekali tidurnya. Iseng-iseng aku ambil foto dirinya yang sedang telanjang. Aku ambil dari berbagai poisisi, sampai kepada close up memeknya. Bahkan penisku ku tempelkan di mulutnya lalu kuambil foto close up wajahnya dengan batang penis di sisi mulutnya.
Lama-lama aku jadi terangsang dan penisku bangun lagi. Aku bersihkan memeknya dari lendir sperma ku dan lendir dari memeknya. Tidak hanya aku seka dengan handuk basah, tetapi sempat juga aku basuh dengan sabun sampai bau memeknya wangi sabun.
Wieke masih pulas tertidur. Aku renggangkan pahanya dan aku tiarap dengan mulut mengarah ke memeknya. Bau wangi sabun memberi kesan memeknya bersih. Aku menjilati liang memeknya, terutama menjilati lipatan tempat itilnya tersimpan.
Lidahku merasa, itilnya mulai berkembang sehingga agak keras menonjol rasanya. Wieke terbangun. Dia memegangi rambutku dan meremas-remasnya. Nikmat mulai menjalari tubuhnya sehingga dia mulai mendesis-desis. Lubang vaginanya mulai basah lagi dengan lendir pelumas senggama. Tiba-tiba tangannya menekan kepalaku ke memeknya dan dia mengerang nikmat karena orgasmenya. Mulutku merasakan kedutan permukaan memeknya. Cairan vaginanya makin banyak.
Aku bersimpuh di antara kedua kakinya dan memasukkan jari tengah dan jari manisku. Sementara tangan kiriku bekerja di vaginanya, tangan kananku mengambil video melalui HP. Tangan kiriku terus aktif mengocok memek. Wieke mulai mengerang menadakan kinikmatan mulai menjalari tubuhnya. Kamera HP ku sudah running. Tidak berapa lama kemudian , Wieke berteriak, karena orgasmenya sementara itu dari celah memeknya memuncrat berkali-kali cairan yang agak kental dan bening.
Aku puas karena bisa membuat Wieke mencapai orgasmenya sampai ejakulasi, dan semua itu terekam dengan baik di kamera HP ku. Aku melanjutkan pekerjaan dengan menyusupkan penisku kedalam celah yang sudah berpelumas. Penisku terasa lebih terjepit, karena otot dinding vaginanya berkembang dan semua bagian vaginanya memuai. Sensasi dijepit vagina yang usai orgasme rasanya nikmat sekali.
Aku lalu menggenjot perlahan-lahan dengan posisi MOT. Lima menit aku bekerja di atas membuat ku lelah. Aku minta dia berganti posisi. Kami berguling sambil kedua kelamin kami tetap menyatu.
Wieke bergerak dituntun oleh nafsunya. Dari posisi tengkurap menindihku dia berubah bangkit duduk bersimpuh diatas kontolku dan terus bergerak liar. Dia mengatus sendiri gesekan penisku di dalam vaginanya, sehingga akhirnya dia finish lebih dulu dan penisku terasa seperti disiram air hangat. Rupanya dia ejakulasi lagi.
“Aduh kang saya lemes banget, akang mainnya hebat banget sampai aku muncrat. Seumur-umur aku belum ngalami memekku sampai muncrat,” kata Wieke.
Aku melanjutkan permainan dengan berganti posisi di atas sampai akhirnya aku mencapai kepuasan. Badanku terasa lelah sekali, sehingga aku yang tertidur lebih dahulu.
Pagi-pagi sekali ketika aku terbangun, Wieke sudah membuatkan segelas kopi dari complimentary hotel. Aku masih telanjang, tanpa mempedulikan ketelanjanganku aku duduk di kursi lalu menyeruput kopi hangat.
“Idih akang malu atuh, barangnya keliatan kemana-mana” ujar Wieke.
Dengan manjanya dia duduk dipangkuanku. Kata dia selama bersamaku dia merasa sangat nyaman, lupa dengan persoalan yang dihadapi. Wieke kusuruh mengambil tas kecil ku yang tergantung di kursi.
Aku mengambil 10 lembar dolar AS yang masih mulus, kuberikan ke Wieke. Dia menerimanya dan wajahnya terkesan heran. “Akang ini uang apaa an, saya mah gak ngarti, belum pernah pegang yang beginian,” katanya.
Udah simpan saja, jangan sampai terlipat dan kusut.
“Aku mau kasih lagi, tapi ada syaratnya,” kataku.
“Ntar dulu akang, ini berapa sih,” tanyanya penasaran.
“Gak banyak sih, tapi kalau untuk beli motor matic sudah cukup,” katanya.
“Hah yang bener aja, serius ini bisa untuk beli motor,” katanya takjub.
“Naon tuh syaratnya, saya mah mau ajah kalau ditambah,” katanya berbunga-bunga.
“Kamu harus bujuk si Neng supaya dia mau ama saya dan kamu main sama temen saya,” kataku tanpa basa-basi.
“ Idih akang, emangnya main sama saya belum cukup ya,” katanya merajuk.
“Abis ngrasain pepes ayam, kan pengin juga ngrasai pepes ikan mas,” kataku.
“Aduh gimana ya, saya bingung tuh, mau duitnya tapi ngomongnya ke Neng itu yang saya malu,” katanya.
“Yah terserah, mau tambah, apa cuma segitu aja,” kataku.
“Aduh si akang mah ayak-ayak wae” katanya.
Dia mengambil HP nya, kelihatannya dia mengontak Neng. Dia berbicara bahasa Sunda dengan nada rada-rada kikuk.
“Kang si Nengnya mau tuh, tapi saya mah disini aja, boleh gak,” Wieke menawar.
“Yah tambahannya batal dong,” kataku.
“Ih si akang mah susah dilawan kemauannya,” katanya.
Tidak lama kemudian pintu kamarku diketuk. Wieke langsung membukakan. Si Neng dengan tampang segar, yang kelihatannya dia baru selesai mandi. Kami ngobrol sebenar, lalu Wieke minta diantar ke kamar si Bambang.
Neneng kelihatannya lebih sekel dan wajahnya lebih sensual, karena bibirnya tipis dan hidungnya mancung.
“Gimana teman saya neng,” tanya saya.
“Barangnya gede banget, sakit, mana mainnya lama lagi,” kata Si Neng yang ternyata ceplas ceplos.
“Enak dong dapat yang gede dan mainnya lama,” kataku.
“Ah sakit, yang ada, Neng gak ngrasa nikmat,” katanya.
“Wiek tadi ngomong si akang mainnya pinter, sampai dia kecapean. Kata Neng dia ketagihan main sama akang tuh, emang mainnya gimana sih kang,” kata Neng.
“Neng masih kuat main lagi” tanya ku.
“Ah Neng mah kuat aja, asal gak sakit, orang tinggal ngangkang doang, akang tuh apa masih bisa berdiri, kan tadi malam katanya bertempur abis-abisan.” kata Neng yang memang asli ceplas-ceplos banget.
“Ya kita buktikan aja, neng buka deh bajunya abis itu bukain baju akang.” kataku.
Tanpa menunggu lama, dia mulai melolosi satu persatu bajunya sampai bugil. Teteknya lebih besar dan masih tegak. Jembutnya jarang-jarang, pantatnya tonggek, dan pahanya tebal, sehingga selangkangannya rapat.
Bodynya sangat sexy dan mendekati sempurna, mana kulitnya putih pula. Aku jadi ingin memotretnya sebagai model. Ketika kuminta untuk ku foto dalam keadaan bugil, Neng sama sekali tidak menolak, “ Sok tuh kang, emangnya saya bagus di foto telanjang gini.”
Aku mengambil kamera SLR di tas dan menyulap kamarku menjadi seperti studio. Neneng kelihatannya tahu berpose untuk diambil fotonya. Aku menjepret dengan kamera HP juga sebagai cadangan. Dari mulai pose yang biasa-biasa saja sampai bergaya seperti bintang porno dengan mengekspos memeknya. Lebih dari 100 jepretan sampai aku berkeringat.
Puas memfoto, aku minta dia berpose dengan penisku. Tanpa ragu dia melumat penisku dan bergaya untuk diambil fotonya. Setelah berbagai sudut, aku mengarahkan dia menduduki penisku. Dengan posisi jongkok, dimana penisku setengah berada di dalam liang vaginanya aku mengambilnya beberapa shoot.
Anehnya dia sama sekali tidak malu, curiga atau ingin tahu bagaimana fotonya. Dia cuek saja. Wajahnya memang photogenic, sehingga tampil di foto jauh lebih cantik dari aslinya. Dia pintar mengatur mimik wajahnya, sehingga tampilan gambarnya seperti model profesional. Selain itu bodynya mendukung sekali, karena tubuhnya dengan tinggi 165 berpinggang kecil dan berpinggul besar.
Aku kecapean mengambil begitu banyak shoot. “Udah kang, cape ya , sini saya pijetin, katanya.
Aku jadi teringat semalam minta dipijat Wieke, tapi dia tepar . Dengan senang hati aku langsung mengambil posisi tengkurap. Kami berdua sejak tadi memang sudah bugil, sehingga aku dipijat juga berdua bugil.
Lumayan juga pijatannya. Yang menambah nikmat bukan hanya pijatan, tetapi ketika dia menduduki pantat dan pinggang ku terasa memeknya menempel ke tubuhku. Setelah bagian belakang tuntas, aku berbalik dan dia mulai memijat bagian depanku. Penisku sudah siaga pula dengan tegak mengacung. “Ini akang punya ukurannya pas gak terlalu besar, jadi kalau masuk ke memek gak nyakitin,” katanya sambil memainkan penisku.
Ketika memijat dadaku dia menduduki penisku. Sengaja dia tidak memasukkan ke lubang vaginanya, tetapi penisku diposisikan dijepit oleh belahan memeknya, sehingga ketika dia memijat dia melakukan gerakan maju-mundur. “Enak deh rasanya itilku ke jepit gini,” katanya.
Bagian kaki dilakukan terakhir, Dia cerdas juga karena memijatnya dengan posisi menunggingiku, sehingga seluruh bagian memeknya menjadi pemandanganku, mana dia sengaja agak nungging.
Aku jadi tidak sabar lalu di baringkan tubuhnya dan aku langsung menyerbu memeknya untuk aku jilatin. Neneng langsung mengerang-meski lidahku belum menjamah itilnya. Ketika itilnya kumainkan dia mulai kelojotan dan tubuhnya mengejang-ngejang. Itilnya makin lama makin keras menonjol. Memek Si Neng lebih rapi dibanding Wieke, karena bibir dalamnya tidak menggelambir.
Dia menjerit sepuasnya ketika mencapai orgasme. “ Aduh gila, jilatan si akang maut banget, sampai Neng rasanya mau mati saking enaknya” kata dia.
Aku melanjutkan dengan melakukan kocokan dua jari ke memeknya. Seperti Wieke tadi, tangan kiriku bekerja di memek, tangan kananku membidik dengan kamera HP. Mungkin hanya 2 menit Neng sudah kelojotan dan menjerit lebih keras, sambil memeknya memancarkan tembakan berkali-kali.
“Aduh maaf- maaf, neng tadi sampai terkencing-kencing gak ketahan, abis enaknya luar biasa, nih badan neng jadi lemes banget deh, “ katanya.
“Ini si akan belum main Neng udah lemes, gimana kalau nanti diembat ya,” kata Neng.
Aku langsung mengambil posisi menindih dan tangan neng dengan cekatan mengarahkan penisku memasuki lubang kenikmatannya. Perlahan-lahan penisku menerobos masuk. Memek Si neng rasanya agak lebih legit. Mungkin karena cairan pelumasnya lebih kelat. Jadi rasanya lebih lengket dan ketat.
Aku memompa dengan gerakan tidak terburu-buru sambil mencari gesekan di G-spotnya. Posisi yang memberi kenikmatan si Neng aku dapatkan melihat dari respon dan erangannya. Aku bergerak stabil dan konstan. Tidak sampai 5 menit Neng sudah mencapai puncaknya dan bersuara seperti orang menangis sambil memelukku erat sekali. Penisku terasa seperti dikompres air hangat, serta dipijat dengan ritme yang senada dengan gerakan tubuhnya.
“Aduh Neng baru percaya apa yang dikata si Wieke, si Akang mainnya enak banget, sampai bikin cewek lemes begini. Ini rasanya eneng gak kuat berdiri, kontolnya digimanain sih kok bisa enak banget, ngeganjel memek sampai rasanya enak banget,” kata Neng yang birbicara sambil menutup mata.
“Ngantuk neng,” tanyaku.
Dia menjawab dengan hanya menganggukkan kepala.
Aku belum klimaks sehingga aku perlu menuntaskan pekerjaanku. Si neng kembali aku genjot dan menjelang aku mencapai puncak, si Neng ribut minta aku menunggu dia karena dia juga katanya hampir, “ aduuhhhhhh, adduuuuuh, nenng mau nyampai, jangan di berhentikan dulu.” Aku tidak peduli kecuali makin cepat menggenjot. Kami finish hampir bersamaan, mungkin bedanya 1 detik lebih dulu aku baru disusul Neng yang merangkulku erat sekali. Spermaku memenuhi liang senggamanya. Aku membiarkan sampai penisku menyusut dan keluar dengan sendirinya.
“Edan kang, bener-bener bikin cewek ketagihan kalau diewek ama si akang,” kata Neng
Selepas pertempuran pagi itu, kami mandi bersama. Si Neng mandi lagi dan keramas lagi. Badanku segar, tetapi perut lapar. Neng mengontak Wieke, yang ternyata mereka sudah lebih dahulu selesai.
Kami mencari makan pagi setengah siang di Sukabumi. Makanan Sunda dengan ikan dan lalapan memang tepat sekali untuk perut yang sudah sangat lapar.
Di tengah kami asyik menikmati hidangan, Bambang mendapat telepon yang mengabarkan orang tuanya masuk rumah sakit. Dia dengan berat hati izin mendahului pulang ke Jakarta. Sementara itu aku masih berencana untuk mengeksplor pantai Selatan.
Lewat tengah hari kami sampai di pantai. Suasana tidak terlalu ramai, malah cenderung agak sepi. Kami bertiga menyusuri pantai sampai jauh sekali dari titik awal. Tidak ada seorang pun kami bertemu orang, karena kawasan pantai ini sudah di hutan. Pantainya agak menjorok ke dalam sehingga seperti tersembunyi.
Ide gilaku muncul lagi. Aku minta mereka berpose telanjang di pantai dan di dalam hutan. Mereka tidak menolak alias oke-oke saja. Dua cewek sekaligus aku foto dengan latar belakang pantai, dan ada yang di dalam semak hutan. Di dalam hutan itu ada sungai kecil yang jernih, menambah keindahan latar belakang fotoku.
Selesai berfoto ria, kami kembali ke mobil dan mengarah ke Ujung genteng untuk menginap semalam di sana. Malam itu kami mengumbar nafsu lagi dengan bermain three some. Malam itu aku hanya sempat main dua ronde, karena badanku sangat lelah.
Setelah sarapan sejenak kami bertolak kembali. Aku tawarkan ke dua cewek ini untuk menemaniku ke Jakarta. Mereka tadinya ragu, karena tidak mempunyai baju ganti. Setelah aku tawari nanti beli haju di Jakarta, mereka dengan senang hati mau ikut ke Jakarta.
Sore sebelum gelap kami sudah sampai ke Jakarta. Aku langsung mengarahkan ke dept store di Senayan City. Lama sekali mereka celingak-celinguk, bingung mau menentukan pilihan. “Kang bajunya sih bagus-bagus, tapi harganya kok gak kira-kira mahalnya, sayang atuh kang, kita cari yang rada murah aja yuk, saya mah sayang-sayang atuh duitna, ' kata si Neng.
Aku berpindah ke Melawai Plaza. Mereka merasa cocok dengan model dan harga baju di situ. “Ini baru cocok, disini bisa dapat 3-4 baju di tempat tadi cuma dapat sepotong doang,” kata Neng.
Aku menyewa hotel yang bawahnya ada mallnya hampir seminggu. Sementara itu aku pulang kerumah.
Hubungan ku dengan mereka berdua berlanjut, karena mereka kini bekerja untukku memegang outlet yang aku beli waralabanya. Wieke mengomandani outlet fashion sedang Neneng mengepalai outlet restoran.***


Baca juga...



Kembali ke Beranda

0 komentar:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

Pilih judul

Kategori

Pengunjung

Ditunggu kunjungnya kembali...