Klik disini untuk melihat judul cerita yang akan segera terbit !!
Diberdayakan oleh Blogger.

Rabu, 20 Agustus 2014

Nikmatnya investasi perkebonan IV

Bagikan :

Mungkin ada sekitar 2 tahun hidup seperti itu, sampai payudara Deasy berkembang cukup besar dan tubuhnya juga mekar sebagai gadis yang sangat cantik. Sulit dipercaya melihat keadaan kedua anak
itu jika disebutkan bahwa mereka adalah asli kelahiran desa terpencil yang jauh dari Jakarta.
Maya sudah makin piawai di pekerjaannya, Setelah menguasai akunting, dia kutugaskan ke bagian marketing. Pada awalnya dia mendampingiku melakukan tugas pemasaran, tetapi sudah 6 bulan terakhir dia sudah bekerja sendiri. Hasilnya lumayan. Anak ini sangat berbakat di bidang marketing, wawasannya luas sehingga selalu menemukan pasar-pasar baru.
Meski kerjanya sudah bagus, aku ingin membekali dirinya dengan ilmu formal, sehingga aku membujuknya untuk kuliah. Pada awalnya dia keberatan, karena selain sudah menikmati pekerjaan dia juga mendapat penghasilan yang lumayan besar. Namun aku menjelaskan kepadanya bahwa pengetahuannya jika dibekali dengan pengetahuan dari pendidikan formal, maka dia tidak hanya bisa bekerja di perusahaanku, tetapi di manapun dia ingin bekerja akan dihargai. Aku sudah merencanakan dia menuntut ilmu di Singapura, Semua biaya akan aku tanggung, termasuk apa yang selama ini dia peroleh tetap akan dia dapatkan. Si Deasy juga ikut sekolah di Singapura, agar kakaknya tidak takut sendiri.
Setelah keberangkatan kedua anak asuhku yang puas aku kentotin, aku kini sendiri lagi, dan rumahku tidak ada yang mengurus kembali. Pak Sudin memahami keadaanku, dia menawarkan agar istrinya yang membantu aku membereskan rumahnya.
Mulanya aku pesimis, soal tawaran Pak Sudin, Namun setelah dia memperkenalkan istrinya aku agak terkesima. Istrinya ternyata jauh lebih muda dari Pak Sudin. Bukan hanya lebih muda tetapi juga penampilannya menggairahkan. Kembali aku menangkap pandangan nakal dari sorot matanya. Aku tidak enak menanggapinya, karena dia adalah istri pegawaiku.
Pak Sudin yang tadinya bekerja di lapangan mengawasi tanaman, kini dia mohon kepadaku untuk bekerja di kantor. Dia mengaku tubuhnya sudah kurang kuat. Aku tidak keberatan, tetapi aku bingung akan kutempatkan dimana, sementara latar belakangnya memang petani. Dia malah menawarkan diturunkan saja gajinya, yang penting tidak bekerja berat di lapangan.
Umur Pak Sudin baru sekitar 43, tetapi karena kerasnya kehidupan di desa membuat tampilannya jauh lebih tua. Badannya juga kelihatan makin lama makin kurus. Aku menduga dia mengidap suatu penyakit, tetapi dia belum mau berterus terang.
Mengingat istrinya bekerja mengurus rumahku, dan dia belum punya anak meski sudah 5 tahun membina rumah tangga, maka kutawarkan menempati kamar pembantu. Kamar itu aku modifikasi menjadi agak lebih besar. Aku memberi tugas Pak Sudin sebagai Kepala Urusan Rumah Tangga. Selain memberesi tempat tinggalku dia juga mengurus segala macam keperluan kantor. Aku memberi arahan kerja apa yang harus dilakukan, maklum jabatan itu tidak pernah dia pahami apa yang harus dikerjakan dan apa tanggung jawabnya, orang petani disuruh ngurus rumah tangga ya maklum saja kalau dia blank.
Istri Sudin selain cantik juga pintar masak. Sudah 3 bulan dia mengurusi rumahku bersama suaminya, mungkin timbangan badanku naik, karena selalu berselera dengan masakan istri si Sudin, terutama buatannya yang istimewa adalah sambal dan sayur asem.
Ada yang hilang setelah tidak ada dua anak ABG dan Imah. Tidak ada yang aku keloni lagi malam-malam. Jadi aku tidak terlalu betah berlama-lama di kebun, kadang-kadang hanya malam minggu saja. Sebetulnya usahaku makin besar dan makin luas tanamannya. Berkat sistem yang aku terapkan berjalan, maka meski tidak aku awasi setiap hari bahkan dibiarkan saja sebulan tanpa kehadiranku perusahaan tetap jalan. Istilah sekarang yang lagi populer usahaku sudah bisa auto pilot. Jadi kalau aku ke kebun, sebenarnya hanya refreshing saja.
Sementara itu hampir setiap bulan aku pasti ke Singapura mengunjungi anak asuhku sekaligus memuaskan nafsu sex ku. Mereka tinggal di apartement yang sudah kubeli. Istri dan anak-anakku tidak mengetahui apartemen baru ini. Aku mempunyai apartemen lain yang biasa dijadikan tempat singgah istri atau anak-anakku kalau ke Singapura.
Suatu malam ketika aku sedang ada di kebun, Pak Sudin katanya minta waktu ingin bicara denganku. Dia sudah mengatakan tadi siang. Kayaknya dia serius sekali ingin bicara khusus denganku. Aku sulit menduga apa yang ingin disampaikan, aku jadi agak berdebar juga, jangan-jangan dia tahu aku telah menyetubuhi si Maya dan Deasy, dan mungkin juga orang di desa tahu. Aku jadi tidak tenang setelah Pak Sudin mengatakan ingin ngomong khusus denganku secara pribadi. Pak Sudin kali ini jadi sangat mendebarkan bagiku.
Malam itu selepas makan malam, Pak Sudin duduk berdua denganku di teras depan. Dua cangkir kopi menemani obrolan kami. “Pak maaf ya pak jika yang akan saya kemukakan ini nanti tidak berkenan, bapak lupakan saja, dan anggap saja tidak pernah ada pembicaraan ini,” katanya.
Pernyataan awal pembukaan pertemuan 4 mata ini menambah kebingunganku, karena aku jadi sulit menebak kemana arah yang akan dia bicarakan.
“Begini Pak, saya mau berterus terang kepada Bapak, Saya sekarang ini sedang mengalami penyakit yang kayanya tidak bisa sembuh. Makanya saya minta ke Bapak, untuk pindah kerja dari lapangan ke Kantor, “ katanya.
“Sakit apa, “ tanyaku sambil menyeruput kopi yang takut keburu dingin.
“Saya terkena diabetes, dan gula darah saya tinggi sekali Pak, “ ujar Pak Sudin sambil menunduk sedih. Kayaknya mata dia basah oleh air mata.
“ Ya diabetes memang jarang ada yang bisa disembuhkan, malah kalau tidak di jaga dia akan merusak organ lain, “ ujarku setelah agak tenang soalnya topik yang dibahas ini ternyata tidak seperti dugaanku.
“Saya paham Pak, tapi ada yang membuat saya terbebani lebih berat. Bukan soal biaya pak, saya berterima kasih bapak sedikit banyak membantu saya sehingga saya tidak kewalahan untuk membiayai pengobatan.” katanya.
“Soal apa Pak,” tanyaku.
“Keluarga besar saya, juga istri saya selalu bertanya kapan saya dapat anak, Kami sudah berusaha dalam 8 tahun perkawinan ini, tapi memang tidak diberi rezeki itu kayaknya Pak.” katanya.
Saya menyarankan dia adopsi anak saja, sebab beberapa kasus, setelah satu keluarga yang sulit mendapat keturunan, setelah mengadopsi anak, dia lantas mendapat keturunan.
“Saya paham pak soal itu, tapi bagaimana mau bisa punya keturunan sendiri pak, orang untuk menggauli istri saya saja saya sudah tidak mampu. Praktis sudah 3 tahun terakhir ini pak saya tidak mampu melakukan tugas sebagai suami,” katanya blak-blakan dan bernada sedih.
“Saya memang salah pak, karena kawin telat, jadi belum lama nikah saya sudah loyo,” katanya dengan nada agak menggelikan.
“Saya menawarkan istri saya untuk bercerai agar dia bisa kawin lagi dan dapat keturunan, tapi dia tidak mau pak. Tapi Pak dia sering uring-uringan kalau mencoba merangsang saya tapi tidak pernah berhasil,” katanya.
Saya jadi kurang enak hati, karena Sudin sudah bicara masuk ke wilayah pribadi, tetapi saya diam saja menunggu dia melanjutkan ke arah mana.
“Maaf pak saya benar-benar mohon maaf kalau permintaan saya ini kelewatan,” katanya . Dia terlihat sulit sekali mengutarakan maksudnya.
“Ya sudahlah saya maklumi apa pun yang akan kamu sampaikan, kalau saya bisa tolong, pasti saya tolong, tapi kalau gak bisa Bapak pun, jangan sakit hati pula,” jawabku tenang, sambil penasaran.
“Begini Pak, saya mohon hmmmm, iya pak saya mohon bapak mau membenihi istri saya,” katanya agak tercekat.
Saya seperti mendengar bom mendengar pernyataannya itu. Tapi saya kemudian berpikiran bahwa dia akan melakukan metode bayi tabung dengan mengambil benih saya lalu disemaikan ke indung telurnya. “ Kenapa tidak benih bapak saja yang disemaikan melalui sestem bayi tabung,” tanya saya penuh keheranan.
“Pak saya sudah cek kualitas sperma saya, ternyata sperma saya lemah,” katanya sedih.
“Jadi kamu mau pakai sperma saya untuk dijadikan bibit dengan bayi tabung,” tanya saya dengan antusias.
“Hmmm kalau bapak bersedia, kami inginnya tidak pakai bayi tabung pak,” katanya polos.
Bom kedua meledak lagi mengejutkan saya. Untuk mengatasi grogi saya sruput lagi kopi yang sudah tinggal sedikit.
“Maksud kamu gimana, Sudin,” kataku.
“Saya sudah diskusi dengan istri berhari-hari soal ini pak dan sudah memikirkan berbagai alternatif, tetapi akhirnya kesimpulannya seperti yang saya sampaikan ini. Saya akui ini awalnya memang ide saya. Istri saya mulanya diam saja. Saya bingung pak dia tidak menjawab tidak atau menjawab setuju. Jadi pak saya sudah ikhlas lahir batin pak, dan akhirnya istri saya juga menerima,” kata Sudin.
Wah aku harus jawab apa ya, terus terang bingung.
“Begini, Din, seandainya saya terima, tetapi kalau istrimu tidak berhasil hamil, bagaimana,?” tanyaku.
“Ya itu juga sudah saya perhitungkan pak, sebetulnya masalahnya bukan hanya ingin punya anak saja Pak, tetapi saya kasian istri saya tidak mendapatkan kebutuhan biologisnya, jadi makanya saya tidak memilih soal bayi tabung,” kata Sudin.
Aku diam-diam memuji pemikiran pegawaiku ini, ternyata dia sudah berpikir jauh.
“Begini din saya tidak bisa menjawab permitaan kamu, saya ingin kamu bicara ini bersama istrimu juga,” jawabku.
Dia kemudian bersamaku masuk kedalam, karena di luar udara juga makin dingin. Sudin memanggil istrinya yang berada di kamar. Mungkin istrinya stress menunggu hasil pembicaraan suaminya denganku.
Istrinya tidak langsung keruang tengah. Dia menyiapkan 2 cangkir teh jahe, untuk aku dan Sudin. Setelah kami duduk bertiga, aku langsung tanyakan ke istrinya Sudin. “Teh (sebutan kakak, bahasa sunda) Pak Sudin sudah bercerita, Teteh ada yang mau disampaikan,” tanya saya.
Istri Sudin masih terlalu muda, karena katanya belum tamat SMA, sudah dilamar langsung nikah. Umurnya ketika itu mungkin sekitar 16 tahun. Jadi sekarang baru sekitar 23 -24 tahun.
“Ya pak saya mah ikut kata Pak Sudin aja,” katanya singkat sambil tertunduk malu.
“Begini ya, saya usianya jauh lebih tua dari Pak Sudin, meskipun sejauh ini kondisi saya sehat-sehat saja, tapi siapa tahu nantinya saya tidak bisa memenuhi harapan yang dibebankan kepada saya. Satu hal lagi yang ingin saya tahu, kenapa saya yang dipilih, kenapa bukan orang yang lebih muda, dan lebih ganteng,” tanya saya.
“Pak ini pilihan yang paling sulit, saya menilai Bapak orangnya baik, sopan penuh tanggung jawab. Usia mungkin menjadi tidak penting pak yang penting Bapak sehat. Sudah seumur segitu saja masih kuat keliling kebun, kerja dari pagi sampai malam, dan kelihatannya tidak pernah ada capeknya. Pak saya tidak menemukan orang lain, apalagi yang lebih muda, tanggung jawabnya saya ragu pak, nanti malah dia macam-macam, saya yang repot,” kata Sudin.
“Teh apa teteh merasa dipaksa ama mang Sudin, apa benar teteh ikhlas dan benar bisa dengan saya,” tanya saya.
“Saya mah demen ama Bapak,” katanya.
Dasar orang desa bahasanya tidak ada basa-basinya. Saya jadi malu hati.
“Apa Teteh gak kasian, Kang sudin tidur sendirian, sementara Teteh tidur ama saya,”
“Saya mah sudah ikhlas lahir batin, kalau istri saya sama bapak, malah saya bersyukur Pak, kalau bapak mau menerimanya, saya bener-bener tidak ngiri pak, Bapak adalah dewa penolong keluarga saya,” jawab Sudin.
“Karena tujuan saya menolong, dan ingin keluarga kamu tetap utuh dan bahagia, permintaan itu bisa saya penuhi, tapi jangan berharap banyak. Tapi saya minta apa pun kejadiannya jangan sampai ada yang tahu soal ini. Cukup kita bertiga saja. Andai pun nanti ada anak, saya juga rela anak itu manjadi anak mang sudin dan istri. Untuk selanjutnya akan saya bantu biayanya selama saya bisa bantu,” kataku menanggapi pertanyaan mereka.
Sudin langsung menyalamiku dan mencium tanganku, Istrinya ikut-ikutan menyalamiku sambil duduk bersimpuh di depanku seperti posisi sungkem.
“Pak maaf mulai malam ini istri saya akan mengurus bapak, Bapak jangan segan-segan nyuruh dia, anggap saja itu istri Bapak selama bapak di kebun,” kata Sudin.
Malam itu aku jadi canggung mau tidur. Apa mulai malam ini istri si Sudin yang diperkenalkan bernama Salma akan tidur bersama ku atau kapan ya. Ah aku masuk saja lah, meskipun belum ngantuk. Padahal sudah jam 11 malam dan dingin diluar karena dari sore hujan rintik-rintik.
Tidak lama aku berbaring sambil berselimut, pintuku diketuk. “Punten” suara si Salma. “Mangga” jawabku.
Muncul sosok Salma dengan mengenakan sarung dan baju atasannya sweater. “Maaf pak saya disuruh Kang Sudin untuk mijet Bapak,” kata Salma dengan suara yang nadanya rada ragu.
“Mangga, mangga, “kata saya sok berbahasa Sunda mempersilakan istrinya masuk. Aku duduk di kasur sambil bersila. Salma duduk bersimpuh di depanku dan bertanya, bagian mana yang ingin dipijat. Tangan saya memegang bahu menunjukkan bagian ingin di pijat. Aku dimintanya duduk membelakangi dia, tapi aku bukan berbalik malah meminta dia naik ke kasur sehingga berada di belakangku. Tangannya mulai meremas bahuku. Lumayan juga, untuk nglemesin otot. Setelah puas dipijat bahu, dia menawarkan memijat kepalaku.
Setelah dia meminta maaf karena memegang kepalaku, dia menyenderkan kepalaku ke dadanya. Terasa gundukan empuk menyentuh sisi kanan kiri kepalaku. Nikmat rasanya. Pijatan kepala menjadi tidak penting, karena konsentrasiku justru mengendus apakah dia memakai BH atau tidak. Masalahnya dia pakai sweater cukup tebal, jadi agak sukar juga mendeteksi. Namun rasanya dia tidak pakai BH.
Tanpa tedeng aling-aling aku langsung aja tanyakan, “ Teh udah berapa lama gak kumpul sama Kang Sudin.”
“Kumpul mah tiap malam Pak” kata Salma memanfaatkan kelemahan kata-kataku.
“Ah maksud saya gak dapat nafkah biologis,” tanya saya.
“Biologis itu, naon teh Pak, saya sudah lama gak sekolah jadi lupa,” katanya.
“Ah, susah nih di ajak ngomong alus kagak ngerti, ngewek,” kataku langsung.
“ Ih bapak, saru atuh,” katanya protes.
“Udah lama ya,” tanyaku.
“Iya, punyanya akang kagak bisa bangun sampai saya capek dia lemes terus, katanya karena diabet ya Pak,” tanyanya.
“Iya, lha dulu waktu baru kawin, gimana,” tanya ku.
“Ah saya malu ngomongnya, tapi ya gitu mainnya baru sebentar udah keluar, jadi kadang-kadang saya malas kalau diajak, karena ngotor-ngotori aja Pak.” katanya.
“Jadi kamu belum pernah orgasme,eh maksudnya nyampai puas,' tanya saya.
“Puas gimana sih pak, ya biasa aja,” katanya polos.
Mungkin si Salma ini belum pernah merasakan orgasme, karena ketidak-mampuan suaminya sejak awal.
“Teh malam ini mau gak ngewek ama saya,” tanyaku tanpa tedeng aling-aling.
“Ih Bapak, saya malu ah Pak kalau ditanya-tanya,” katanya,
“Ya udah kalau gitu pijet aja dulu ya, badan saya di urut pake hand body lotion, tolong bukain kaus saya.”
Salma membuka kaus oblongku dengan menarik ke atas, setelah itu aku tidur telungkup. Dia mulai beraksi mengurut punggungku. Ah lumayan juga, tapi masih perlu diajari dan dilatih biar tekanannya sesuai dengan keinginan ku serta penekanan-penekanan di bagian yang aku sukai.
Setelah punggung, kelihatannya dia mulai berkeringat. Kusarankan dia membuka saja sweaternya. Saranku dituruti, Dia membukanya, sehingga tinggal kaus oblong.
Sementara itu aku berbalik posisi menjadi telentang. Salma kuminta memijat bagian dada, perut lalu ke paha. Aku bisa melihat dia sambil dia memijat. Kelihatan guncangan teteknya, yang ternyata cukup gempal.
Dia bingung bagaimana memijat dada, jadi dia hanya menyibak-nyibak dadaku. Setelah itu dia turun ke perut, dan juga tidak tahu cara memijat perut, jadi dia tanya perutnya diapakan. Aku minta dia turun saja ke bagian paha dan dia kusuruh membuka sarungku. Tanpa ragu diplorotkan sarungku sehingga aku tinggal mengenakan celana dalam. Penisku sudah bangun sehingga kelihatan menonjol di balik celana dalamku. Karena cahaya di kamar remang-remang jadi mungkin tidak begitu terlihat. Atau mungkin aku yang tidak bisa melihat kemana sorot matanya.
Pijatan paha berdampak meningkatkan rangsangan sehingga penisku mendekati sempurna mengeras siap untuk dilaga. “Teh bisa mijet anunya saya,” tanyaku.
“Gimana pak mijetnya saya gak pernah, kalau bapak ajari nanti saya pijet,” katanya.
“ Ya udah, coba buka celananya,” perintahku.
Celanaku ditarik kebawah, sehingga penisku langsung mencuat. Salma kutuntun tangannya memegang sekitar paha bagian dalam dan mengurutnya , lalu di sekitar batang penis. Rasanya nikmat sekali. Dia lalu kutuntun untuk menggengam penisku. “ Ih keras banget pak,” katanya.
Dia memainkan penisku dengan mengocok. Mungkin sudah lama dia tidak pernah ketemu mainan yang menggairahkan ini. Aku memintanya dia berhenti karena lama-lama penisku ngilu.
Salma kusuruh minum air putih dulu sekaligus pipis, lalu balik lagi. Dia turuti kemauanku. Sebenarnya aku bersiasat karena dia akan aku oral. Jadi dia membersihkan genitalnya dulu sebelum aku jilati.
Tak lama kemudian dia kembali. Dia kuminta berbaring disampingku yang masih bugil. Dia masuk selimut disampingku Aku memeluknya dan menciumi pipi, telinga dan menjilati lehernya. Bau wangi sabun masih terasa. Tanganku meremas teteknya dari luar baju. Terasa kenyal dan lumayan besar. Nafas Salma mulai memburu, menandakan dia mulai terangsang. Kubuka kausnya dengan menarik ke atas. Dia membantu keinginanku. Bagian atasnya terbuka. Dua gunung kenyal dengan ujung pentil yang sudah kaku menjadi sasaran jilatan dan hisapanku. Salma mulai melenguh nikmat merasakan jilatan di kedua putingnya.
Tanganku mengelus-elus perutnya yang lembut dan belum terlalu gendut, lalu simpul sarungnya aku buka. Tanganku langsung menelusup ke dalam celana dalamnya. Dia sama sekali tidak mencegah, Tanganku menemukan gundukan dengan bulu halus, parit di tengahnya sudah basah sampai membasahi bagian celananya.
Itilnya mudah kutemui dan langsung menstimulasi nya dengan mengusik-usik. Salma bergelinjang tidak karuan. Dia sudah aku telanjangi dan aku terus menelusuri ciuman sampai ke perut. Terus turun sampai lidahku mencapai celah memeknya. Salma berusaha menarik kepalaku ke atas. “ Aduh pak jijik atuh Pak, ulah disitu,” tidak kuturuti kemauannya kecuali malah makin kebawah sehingga lidahku berhasil menemukan itilnya.
Setelah itilnya terkena lidahku dia tidak lagi berusaha menarik kepalaku.Salma mulai merintih seperti orang menangis dan badannya mengelinjang mengikuti irama jilatanku di itilnya. Tadinya kepalaku ditolak, sekarang malah ditarik mendekat ke memeknya. “ Aduh pak enak banget pak,” rintihnya berkali-kali.
Sekitar 10 menitan saja aku oral dia bisa mencapai orgasme. Di puncak orgasmenya dia menjerit tertahan. Badannya ikut berkedut-kedut mengikuti gelombang orgasmenya. Aku duduk disampingya yang terbaring pasrah. Memeknya sudah banjir dengan cairan pelumas. Kucoba menusuk jari tengahku masuk ke dalam lubang vaginanya, perlahan-lahan masuk . Kutarik keluar lalu kucoba memasukkan jari tengah dan jari manis. Agak susah masuknya, tapi perlahan-lahan bisa masuk meski terasa sempit.
Setelah kedua jari terbenam aku mulai melakukan gerakan merangsang titik G spotnya. Mulanya dia tidak bereaksi, tetapi tidak lama kemudian dia mulai merasakan rangsangan di Gspotnya, Tangannya meremas-remas sprei. Kepalanya digerakkan seperti orang menggeleng, desisan mulai terdengar. Tiba-tiba dia berteriak lirih, “Pak awas pak saya kebelet pipis Pak aduh pak saya gak tahan pak, awas pak,” aku tau dia tidak benar-benar pipis, tetapi dia akan segera mencapai orgasmenya yang paling nikmat. Tak lama kemudian dia menjerit dan dari celah memeknya muncrat cairan kental sampai mengenai hidungku. Pancaran itu melesat berkali-kali dan makin lama makin lemah sehingga hanya meleleh saja.
Setelah usai orgasmenya dia memelukku erat sekali. “Aduh saya mah gak nyangka bapa jago banget nyenengi cewek, sampai saya lemes banget, sumpah pak saya belum pernah ngrasai kayak gini,” katanya.
Aku tidak menunggu lama, untuk mengambil kesempatan memasukkan penisku ke dalam memeknya. Aku arahkan pelan-pelan ke celah vaginanya. Terasa ada otot yang menjepit di dalam. Seperti kebanyakan perempuan, jika usai orgasme memeknya makin terasa enak dan menjepit.
Aku melakukan gerakan dengan menggesek kembali titik G nya sampai dia mulai bereaksi menangkap gerakanku sambil merintih. Terasa jepitannya makin kencang sehingga memberi rasa nikmat. Meski sudah banjir tetapi memeknya masih tetap menggengam penisku. Mungkin hanya 10 menitan aku sudah mulai measa akan muncrat. Gerakan aku percepat dan konstan di posisi yang sama. Salma juga ikut menggila dan dia kembali berteriak mau pipis. Aku genjot terus sampai akhirnya aku mencapai titik tertinggi dan hanya selang hitungan detik dia pun mencapai orgasmenya kembali dengan siraman cairan hangat. Spermaku kumntahkan seluruhnya ke dalam cekungan vaginanya dan aku tancap lama sampai penisku mengkerut dan keluar sendiri dari sarangnya.
“Ah saya mah gak nyangka Bapak udah usia tapi mainnya masih jago banget, pak kalau saya ketagihan jangan salahin saya ya Pak, abis kenapa bapak mainnya enak banget,” kata si Salma.
Salma tidak mau kembali ke kamarnya tidur bersama suaminya. Dia pilih tidur telanjang bersamaku dalam satu selimut.”Pak biar aja jangan dicuci biar cepet jadi, lagian saya ngantuk banget, badan saya lemes rasanya gak kuat berdiri,” katanya.
Menjelang bangun pagi dia masih menggodaku dan dia minta main satu ronde lagi. Untung senjataku bisa bangun. Aku minta dia main diatas, karena aku menghemat energi. Salma memuaskan dahaganya sampai dia mencapai orgasmenya,sedangkan aku tidak sampai puncak. Salma merasa bersalah, tapi kuberi pengertian bahwa itu tidak jadi masalah dan dengan aku tidak mencapai ejakulasi badanku sepanjang hari nanti tidak akan lelah.
Jika aku menginap di kebun, setiap malam Salma selalu meminta disetubuhi. Alasannya biar cepat benihnya tumbuh. Padahal di sebalik itu aku tahu dia memang doyan. Mungkin si Salma agak exhibitionist, karena kalau dia meladeniku makan siang dimana suaminya belum naik ke atas, S alma hanya mengenakan sarung, sedang teteknya yang menggantung cukup besar dibiarkan gondal-gandul.
Rumahku di atas memang cukup esklusif , karena tidak ada yang berani naik kecuali Salma dan suaminya. Kadang-kadang suaminya mendapati istrinya melayaniku makan sambil hanya sarungan dengan dada terbuka, Sudin hanya senyum-senyum saja. Yang parah kadang-kadang dia mondar-mandir hanya pakai celana dalam. Malah kalau mandi, dia tenang saja jalan dari kamar mandiku sambil telanjang menuju ke kamarnya. Kalau aku sedang diatas malah dengan manjanya dia minta pangku sambil tetap telanjang. Anehnya dia kok tidak merasa dingin. Suaminya memang sering memergoki, tapi dia maklum saja.
Setelah 3 bulan kelihatannya mulai ada tanda-tanda benih yang tertanam di rahim Salma mulai tumbuh Dia mulai tidak haid dan ketika dites dengan alat pendetekesi kehamilan, hasilnya memang positif.
Salma melahirkan anak laki-laki, Sudin dan Salma merasa sangat berbahagia. Mereka tidak habis-habisnya berterima kasih. Aku pikir setelah seorang anak lahir, kewajibanku selesai. Memang benar 40 hari setelah kelahiran. Salma istirahat untuk “bertempur”.
Mungkin dia “cuti “ sekitar 2 bulan. Bukan hanya untuk memulihkan luka bekas melahirkan, tetapi dia repot dan asyik dengan bayinya. Oleh karena itu tidak terpikirkan untuk melakukan sex.
Setelah dia menguasai ritme sebagai ibu seorang bayi, baru dia mengatakan kepada ku bahwa dia kangen tidur dipelukanku. Kalau malam, bayinya diserahkan oleh Sudin untuk diurus, kecuali pada jam-jam tertentu dia datang ke kamar suaminya untuk menyusui anaknya. Selepas itu dia kembali ke kamarku, meski pun kadang-kadang tidak melakukan hubungan. Tampaknya dia lebih nyaman tidur dalam pelukanku dari pada di sisi suaminya.
Meskipu aku menrasakan kenikmatan istri si Sudin, tetapi lama-lama aku merasa kasihan. Secara diam-diam aku mencari tempat berobat diabetes yang sekaligus memulihkan vitalitas lelaki. Dari sekian banyak yang aku selidiki ada dua atau tiga tempat yang aku temukan reputasinya cukup baik. Sebab keberhasilan pasiennya sembuh cukup tinggi.
Pengobatan itu semuanya sifatnya alternatif. Pak Sudin setuju setelah aku berunding dengannya untuk berobat. Aku bawa Pak Sudin ke 3 tempat pengobatan alternatif. Sebab ketiga tempat itu metode pengobatannya berbeda-beda, jadi aku pikir bisa saling mendukung.
Semua biaya pengobatannya aku yang tanggung. Sebulan setelah menjali pengobatan, gula darahnya mulai turun mendekati normal. Bulan ketiga kata Pak Sudin “senjatanya “ kalau pagi sudah mulai mengeras, meskipun tidak cukup keras untuk penetrasi. Salma akuj minta membantu Sudin untuk memulihkan rasa percaya dirinya sehingga kesembuhan untuk vitalitasnya lebih cepat.
Bulan ke empat, Pak Sudin melaporkan bahwa dia sudah bisa penetrasi ke vagina istrinya, tetapi belum bisa bertahan lama. Hanya sekitar 1 menit, sudah meletus. Aku terus memberinya semangat. Bulan ke enam Sudin sudah mampu bertahan main selama 5 menit. Aku kira durasi itu sudah cukup bagus, apalagi kata Salma, penis suaminya cukup keras.
Meski pun suaminya sudah mulai bisa memberi nafkah batin, tetapi Salma tetap masih minta jatah dariku. Menurut dia main dengan suaminya kurang berkualitas, sehingga dia tidak bisa orgasme. Salma kunasihati agar jangan mau enaknya sendiri, cepat atau lambat dia harus kembali ke suaminya.
Mulanya Salma berlinangan air mata ketika kunasihati, dia katanya sudah terlanjur menyenangiku, sehingga ketika bersama suaminya terasa hambar. Setelah setahun berobat, Sudin sudah mulai normal, Dia mampu menyambangi istrinya seminggu sekali dengan durasi yang lebih baik. Sudin aku ajari teknik-teknik menghadapi istrinya. Untungnya dia cukup terbuka menerima anjuranku, sehingga satu persatu dia praktekkan. Istrinya kemudian berbisik kepadaku bahwa suaminya sekarang sudah mahir sehingga setiap kali bertempur bisa memberinya orgasme.
Walau pun begitu Salma tidak mau lepas dariku. Dia melayani dua pria dalam rumah tangganya, satu suami de jure dan satu lagi suami di facto. Bahkan akhirnya kami bisa ber 3some aku dan Sudin mengeroyok Salma. Bukannya kewalahan, Salma malah menggila nafsunya kalau dikeroyok berdua. ***


Baca juga...



Kembali ke Beranda

0 komentar:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

Pilih judul

Kategori

Pengunjung

Ditunggu kunjungnya kembali...